GOTO Merger & IPO EMTK: Peluang Investasi Teknologi 2026?

Posted on

caristyle.co.id JAKARTA. Sektor teknologi di pasar modal Indonesia terus menunjukkan performa luar biasa, kokoh memimpin sebagai indeks sektoral dengan penguatan tertinggi sepanjang tahun ini. Tercatat hingga penutupan perdagangan Jumat, 14 November 2025, Indeks IDX Sektor Teknologi telah meroket 157,96% secara year to date, menandakan geliat positif yang kuat di kalangan emiten teknologi.

Kinerja impresif indeks sektoral ini tidak terlepas dari kontribusi signifikan saham-saham dengan kapitalisasi pasar jumbo. Salah satu yang paling menonjol adalah saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang telah melesat fantastis 521,85% secara year to date hingga Jumat yang sama.

Selain didorong oleh pergerakan saham-saham raksasa, sejumlah emiten lain dalam kelompok sektor teknologi juga sedang diterpa sentimen positif yang memicu kenaikan harga sahamnya. Misalnya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang pergerakan sahamnya salah satunya terdorong oleh isu rencana Initial Public Offering (IPO) entitas usahanya, Superbank, yang semakin santer beredar di pasar.

Sepanjang tahun berjalan ini hingga Jumat, 14 November 2025, saham EMTK berhasil melambung 150% mencapai posisi Rp 1.230 per saham. Penguatan ini turut mendongkrak kapitalisasi pasar EMTK hingga mencapai Rp 75,51 triliun.

Tak hanya EMTK, rencana merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dengan Grab juga menjadi sentimen penting yang menggerakkan harga saham GOTO. Dalam sepekan terakhir, saham GOTO tercatat menguat 6,56% di tengah spekulasi pasar.

Menanggapi kabar tersebut, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, menyatakan bahwa ia belum bisa memberikan banyak komentar terkait isu merger GOTO dan Grab. “Skema masih sangat kompleks dan belum jelas sehingga sebaiknya investor menurunkan ekspektasi terlebih dahulu,” ujarnya akhir pekan lalu, menekankan perlunya kehati-hatian.

Sementara itu, untuk EMTK, terlepas dari kabar IPO Superbank, Fath menilai bahwa sebagai perusahaan konglomerasi, kinerja perseroan akan terus didukung oleh performa anak-anak usahanya. Sebagai contoh, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 5,04 triliun per September 2025. Laba bersih SCMA juga menunjukkan pertumbuhan signifikan, naik 16,14% secara tahunan menjadi Rp 591,57 miliar.

“Anak-anak usaha EMTK mengalami kenaikan kinerja dari bottom line dan operating cash flow yang positif. Kalau ini konsisten sampai tahun depan, tren positif bisa berlanjut,” ucap Fath, memberikan prospek cerah bagi EMTK.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa rencana IPO Superbank dan merger GOTO-Grab berpotensi menjadi katalis tambahan yang akan mendorong indeks IDX Sektor Teknologi kembali unggul di tahun 2026. “Kepastian IPO Superbank dan merger GOTO-Grab sedang dinantikan pelaku pasar. Kalau dua aksi korporasi strategis itu bisa berjalan akan mendapat respon positif dari investor,” jelas Nafan kepada Kontan, Minggu, 16 November 2025.

Meskipun demikian, soal skema merger antara GOTO-Grab masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan. Nafan mencermati bahwa aksi korporasi tersebut nampaknya masih dalam tahap negosiasi awal dan belum sampai ke tahap yang lebih lanjut.

Terlepas dari kabar strategis GOTO dan EMTK, Nafan merekomendasikan accumulative buy untuk EMTK dengan target harga di Rp 1.430, serta rekomendasi add untuk GOTO dengan target di Rp 74. Secara umum, Nafan menilai saham-saham di sektor teknologi masih prospektif hingga tahun depan, terutama karena mendapat sentimen positif dari potensi penurunan suku bunga.

Sebagai informasi, emiten teknologi umumnya merupakan sektor yang berorientasi pada pertumbuhan. Artinya, banyak perusahaan masih berada dalam fase ekspansi yang membutuhkan modal besar. Salah satu sumber modal tersebut adalah kredit perbankan. Oleh karena itu, ketika suku bunga naik, beban bunga yang harus ditanggung oleh emiten teknologi akan semakin berat. Namun, saat suku bunga turun, beban ini akan berkurang, mendukung ekspansi mereka.

“Potensi konsumsi domestik yang tinggi di layanan e-commerce yang semakin kuat dan penurunan efek biaya dalam memangkas suku bunga acuan akan mendorong prospek emiten teknologi ini,” ucap Nafan, menyoroti kombinasi faktor makro dan mikro yang mendukung.

Adapun sepanjang tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali. Terakhir, BI menetapkan untuk menurunkan BI Rate menjadi 4,75% pada Oktober 2025, sebuah kebijakan yang sangat disambut baik oleh sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya modal.

Fath Aliansyah Budiman menimpali, ketika keadaan global mendukung, valuasi perusahaan akan mengalami kenaikan. Terlebih lagi dengan adanya tren penurunan suku bunga, emiten-emiten teknologi mendapatkan sentimen positif yang signifikan. “Di tengah tren suku bunga yang mengalami penurunan, emiten yang berhubungan teknologi dengan cash flow positif, terutama operation cash flow, itu yang akan menjadi perhatian investor,” pungkas Fath, memberikan panduan bagi para investor untuk memilih saham teknologi yang potensial di tengah kondisi pasar saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *