caristyle.co.id JAKARTA. Gelombang besar penurunan harga aset kripto yang dimulai sejak tahun 2025 memasuki babak baru pada hari Rabu (19/11), ditandai dengan Bitcoin (BTC) yang merosot ke titik terendah dalam tujuh bulan terakhir. Peristiwa ini memperpanjang kerugian lebih dari US$ 1 triliun di seluruh industri aset digital.
Mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini sempat menyentuh angka US$ 88.522 dalam perdagangan di New York. Meskipun sempat menunjukkan pemulihan pada Senin pagi (20/11) ke level US$ 91.806, secara keseluruhan, harga BTC telah mengalami penurunan tajam hampir 10% dalam sepekan terakhir.
Kejatuhan harga Bitcoin ini berdampak luas, menghantam baik investor besar maupun investor ritel. Mulai dari pembeli ritel yang panik melihat portofolio mereka merugi, hingga perusahaan yang menyimpan aset digital sebagai bagian dari treasurinya, merasakan dampak negatifnya. Premi saham perusahaan-perusahaan ini pun ikut tergerus.
Namun, secercah harapan muncul di penghujung hari Rabu. Harga token kembali naik setelah Nvidia, perusahaan teknologi raksasa, memberikan proyeksi pendapatan yang kuat. Hal ini sedikit meredakan kekhawatiran tentang potensi penurunan belanja AI (Artificial Intelligence) secara global.
Para analis kini mengamati level psikologis berikutnya yang berpotensi menjadi support, yaitu di kisaran US$ 85.000 dan US$ 80.000. Level terendah Bitcoin di tahun 2025 tercatat di angka US$ 77.424.
Total kapitalisasi pasar mata uang kripto, yang sempat mencapai puncaknya di sekitar US$ 4,3 triliun pada 6 Oktober, kini menyusut menjadi sekitar US$ 3,2 triliun. Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar perubahan ini mencerminkan kerugian di atas kertas, bukan kerugian uang tunai yang benar-benar direalisasikan.
“Investor saat ini dilanda keraguan. Mereka kekurangan panduan yang jelas terkait kondisi makroekonomi. Akibatnya, mereka cenderung mengikuti pergerakan investor kripto besar,” ujar James Butterfill, kepala riset di CoinShares, seperti yang dikutip oleh Bloomberg pada hari Kamis (20/11).
Selain tekanan dari faktor makroekonomi global, faktor internal dalam pasar kripto juga turut memperdalam koreksi harga. Banyak investor jangka panjang dilaporkan melakukan aksi ambil untung (profit taking), yang semakin menekan harga.
Flash crash yang terjadi pada 10 Oktober lalu menyebabkan banyak market maker terkena likuidasi, sehingga likuiditas dalam order book menjadi tipis. Kondisi ini membuat harga Bitcoin menjadi lebih rentan terhadap fluktuasi ekstrem karena berkurangnya jumlah order beli dan jual.
“Saya kira kita sudah semakin dekat dengan akhir dari aksi jual ini. Namun, pasar saat ini sedang tidak nyaman, dan kripto masih berpotensi mengalami penurunan lebih lanjut sebelum menemukan titik stabil untuk pulih,” kata Matthew Hougan, kepala investasi di Bitwise Asset Management yang berbasis di San Francisco.



