caristyle.co.id – JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) sedang mengalami koreksi. Data dari CoinMarketCap pada Minggu (23/11) pukul 11.05 WIB menunjukkan harga Bitcoin berada di level US$ 86.198, mencerminkan penurunan sebesar 9,94% dalam sepekan terakhir.
Menurut Andri Fauzan, Analis Reku, dalam kondisi pasar saat ini, area US$ 83.000 – US$ 85.000 berfungsi sebagai zona support yang cukup kuat dalam jangka pendek. Jika level ini dapat dipertahankan dan arus dana masuk ke ETF spot kembali meningkat, ada potensi pasar akan mengalami rebound teknikal menuju kisaran US$ 92.000 – US$ 95.000 dalam satu hingga dua minggu mendatang.
“Namun, jika tekanan jual semakin kuat dan mendorong harga turun di bawah US$ 83.000, pasar berpotensi melanjutkan pelemahan hingga mencapai area US$ 78.000 sebagai support selanjutnya,” jelas Andri kepada Kontan pada Jumat (21/11/2025).
Harga Bitcoin Menyentuh Level US$ 86.000, Indikasi Pasar Masuki Fase Bearish
Andri menambahkan, sentimen jangka pendek saat ini masih dipengaruhi oleh tingkat ketakutan (extreme fear) yang tinggi di pasar, arus keluar dari produk ETF Bitcoin, serta aktivitas penjualan yang dilakukan oleh pelaku pasar besar atau yang sering disebut sebagai whales. Meskipun demikian, terdapat juga faktor-faktor struktural yang memberikan dukungan positif. Faktor-faktor tersebut meliputi potensi akumulasi dari pihak institusional, dampak halving yang diperkirakan mulai terasa pada tahun 2026, serta dinamika kebijakan fiskal dan moneter di bawah pemerintahan baru di Amerika Serikat.
Dalam skenario yang lebih realistis, analis memperkirakan pergerakan harga Bitcoin hingga akhir tahun akan berada di kisaran US$ 110.000 – US$ 130.000 apabila sentimen pasar membaik. Sementara itu, dalam skenario bull case, harga berpotensi bergerak lebih tinggi dari US$ 150.000. Namun, skenario bear case tetap membuka peluang terjadinya koreksi lebih lanjut ke area US$ 75.000 – US$ 80.000.
Harga Bitcoin Tertekan, Pasar Memasuki Fase Bearish Global
Menghadapi situasi pasar yang penuh ketidakpastian ini, Andri menyarankan investor untuk menerapkan strategi dollar cost averaging (DCA) secara agresif jika harga berada di kisaran US$ 90.000, dan mempertimbangkan stop-loss jika harga menyentuh level US$ 78.000. Selain itu, disarankan untuk menyisihkan dana tunai sekitar 30% – 50% dari total dana investasi sebagai persiapan untuk membeli saat terjadi penurunan harga yang lebih dalam (buy the dip).
“Investor juga disarankan untuk melakukan hold, atau menahan aset, jika memiliki horizon investasi lebih dari satu tahun,” pungkas Andri.



