caristyle.co.id – JAKARTA. Pasar penawaran umum perdana saham (IPO) di Asia Tenggara diperkirakan akan tetap semarak hingga tahun 2026. Optimisme ini didorong oleh perbaikan kondisi pasar yang membuat calon emiten semakin selektif dalam memilih waktu terbaik untuk melantai di bursa.
Menurut laporan terbaru dari Deloitte, momentum yang tepat akan memungkinkan perusahaan memaksimalkan valuasi dan memanfaatkan likuiditas yang selama ini tertahan. “Hal ini akan membuka potensi nilai yang belum terealisasi,” ungkap Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leader Deloitte Southeast Asia, dalam keterangan resminya.
Demutualisasi Jadi Babak Baru Transformasi Bursa Efek Indonesia
Indonesia dan Malaysia Memimpin Aktivitas IPO di Asia Tenggara
Sepanjang tahun 2025, Malaysia dan Indonesia menjadi motor penggerak volume IPO di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, tercatat 24 IPO dengan total perolehan dana mencapai US$ 921 juta, setara dengan Rp 15,35 triliun.
Sektor energi dan sumber daya mendominasi perolehan dana tersebut, terutama dari perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas, energi terbarukan, serta jasa pendukung pertambangan.
ICBP Jadi Primadona: Ini Daftar Rekomendasi Saham Konsumer di Akhir 2025
Dua IPO dengan nilai jumbo memberikan kontribusi terbesar terhadap total dana yang dihimpun:
* PT Merdeka Gold Resource Tbk (EMAS): US$ 279 juta (Rp 4,65 triliun)
* PT Chandra Data Investasi Tbk (CDIA): US$ 144 juta (Rp 2,4 triliun)
Sektor properti menyusul di posisi berikutnya, didorong oleh pencatatan saham PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), diikuti oleh sektor konsumsi yang dipimpin oleh PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI).
Tay Hwee Ling menambahkan bahwa aktivitas IPO di Indonesia didukung oleh beragam sektor, termasuk industri, energi, konsumsi, dan layanan kesehatan. Investor menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap perusahaan dengan fundamental yang kuat, prospek pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan, serta dukungan kebijakan pemerintah yang positif.
“Sektor infrastruktur dan energi, khususnya energi terbarukan, juga mengalami peningkatan minat seiring dengan banyaknya proyek strategis dan percepatan transisi menuju energi bersih (toward clean energy),” jelasnya.
Cermati Rekomendasi Saham Konsumer: AMRT, MYOR, ICBP, dan ERAA untuk Senin (24/11)
Sentimen Pasar Membaik, Tantangan Tetap Mengintai
Meskipun sentimen pasar membaik pasca Pemilu 2024, investor tetap waspada terhadap tekanan makroekonomi seperti penurunan harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan penyesuaian tenaga kerja.
Deloitte memperkirakan bahwa *pipeline* IPO pada kuartal IV-2025 akan mencakup perusahaan-perusahaan di sektor teknologi, logistik, dan jasa keuangan. Namun, minat investor akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menunjukkan profitabilitas dan ketahanan bisnis yang kuat.
Sementara itu, Malaysia memimpin dari sisi jumlah IPO dengan 48 perusahaan yang melantai di bursa, dengan total dana yang dihimpun mencapai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 18,33 triliun, sebagian besar berasal dari pasar ACE Market.
Prospek IPO Indonesia 2026 Cerah, Ini Sektor Unggulan yang Menarik bagi Investor
Kondisi Pasar Regional Semakin Solid
Hingga pertengahan November 2025, terdapat 102 IPO di enam bursa utama Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina, dengan total dana yang terkumpul mencapai US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 93,3 triliun.
Meskipun jumlah IPO mengalami penurunan, total dana yang dihimpun justru meningkat sebesar 53% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh ukuran transaksi yang lebih besar, perubahan dinamika sektor, dan kinerja bursa yang stabil di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.
“Terjadi peningkatan IPO bernilai tinggi di sektor *real estat* data, jasa keuangan, dan konsumsi,” demikian pernyataan dari Deloitte.
Kinerja Terus Membaik, GOTO Diproyeksikan Kian Dekat Mencetak Keuntungan
2026 Diprediksi Tidak Banyak IPO Jumbo
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, memproyeksikan bahwa jumlah IPO dengan nilai jumbo pada tahun 2026 tidak akan terlalu banyak.
“Yang besar kemungkinan hanya grup ABC, grup Orang Tua, Inalum, dan beberapa *lighthouse* lainnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2026 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari tahun ini. Namun, ia meyakini bahwa kualitas perusahaan yang melantai di bursa akan lebih baik.
“Sebab yang dikejar bukan lagi sekadar jumlah, tetapi perusahaan dengan fundamental yang kuat dan aset atau pendapatan yang besar,” tandasnya.



