Ira Puspadewi Direhabilitasi! Pemerintah Akhirnya Dengarkan Aspirasi Publik

Posted on

Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, beserta jajaran direksi lainnya. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan masukan yang luas dari masyarakat terkait proses hukum yang sebelumnya menjerat mereka.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan kabar ini dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Selasa (25/11). “Dari hasil komunikasi dengan pemerintah, Alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi atas 3 nama tersebut,” ungkapnya.

Selain Ira Puspadewi, dua nama lain yang turut menerima rehabilitasi adalah Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020-2024, Harry Muhammad Adhi Caksono, serta Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019-2024, Muhammad Yusuf Hadi.

Pemberian rehabilitasi ini merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut berbunyi: Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa rehabilitasi adalah bagian dari kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981, rehabilitasi adalah “hak seseorang untuk mendapat pemulihan hak dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Pemerintah Menampung Aspirasi Publik

Konferensi pers pengumuman rehabilitasi ini dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa DPR RI telah menerima berbagai pengaduan dan aspirasi dari masyarakat terkait kasus ini. “Setelah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menerima berbagai aspirasi dari kelompok masyarakat, kami kemudian meminta kepada Komisi Hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara yang mulai dilakukan penyidikan sejak bulan Juli 2024 tersebut,” jelasnya. Kajian hukum tersebut kemudian diserahkan kepada pemerintah, khususnya terkait perkara nomor 68/Pidsus/TPK/2025/PN Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menambahkan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan HAM, juga menerima banyak aspirasi mengenai perkara ini. Bahkan, surat dari DPR sempat dibahas dalam rapat terbatas. “Selain DPR, juga kami pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum, juga menerima banyak aspirasi. Segala sesuatu yang berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi itu ada jumlahnya banyak sekali, yang dalam prosesnya kemudian dilakukan pengkajian-pengkajian, dilakukan telaah-telaah dari berbagai sisi, termasuk dari pakar-pakar hukum,” ungkap Prasetyo.

Rehabilitasi: Jawaban atas Suara Publik

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto sebagai penegasan bahwa negara tidak hanya memiliki fungsi menghukum, tetapi juga memulihkan. Ia menekankan bahwa kebijakan ini merupakan respons atas aspirasi publik yang disampaikan melalui jalur konstitusional oleh DPR RI, serta kajian hukum yang komprehensif dari pemerintah. “Kita menyaksikan bahwa proses ini lahir bukan dari tekanan politik, tetapi dari konsensus antara aspirasi rakyat dan pertimbangan hukum yang matang,” ujarnya.

Iwan Setiawan juga menyoroti peran DPR dalam menerima dan mengolah aspirasi masyarakat melalui mekanisme konstitusional, termasuk pengkajian oleh Komisi Hukum yang melibatkan pakar dan analisis mendalam terhadap proses penyelidikan. Hasil kajian ini kemudian disampaikan kepada pemerintah dengan harapan adanya peninjauan kembali terhadap putusan yang dianggap mengandung persoalan keadilan.

Implikasi Rehabilitasi: Bebas dari Pidana

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah sesuai dengan praktik ketatanegaraan yang berlaku. Yusril menjelaskan bahwa proses penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) tentang rehabilitasi telah melalui mekanisme konstitusional yang benar, termasuk meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Yusril menambahkan bahwa dengan adanya Keppres Rehabilitasi tersebut, Ira Puspadewi dan dua mantan direksi ASDP lainnya tidak perlu menjalani pidana yang sebelumnya dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama. “Rehabilitasi memulihkan kedudukan, kemampuan hukum, harkat, dan martabat ketiganya seperti sebelum dijatuhi putusan pidana,” tegasnya.

Respons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan bahwa pemberian rehabilitasi merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. “Hak prerogatif Presiden tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain karena kekuasaan tersebut diberikan langsung oleh UUD 1945 untuk memastikan Presiden dapat menjalankan tugasnya secara efektif,” jelasnya. Dengan demikian, KPK tidak dapat mengintervensi keputusan Presiden dalam memberikan rehabilitasi tersebut.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menambahkan bahwa pihaknya sedang menunggu surat keputusan resmi pemberian rehabilitasi dari Presiden. Setelah menerima surat tersebut, KPK akan segera mengeluarkan Ira Puspadewi dan dua mantan direksi lainnya dari tahanan.

Eksaminasi Kasus ASDP oleh KPK

Lebih lanjut, Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa Biro Hukum KPK akan mempelajari dan mengeksaminasi penanganan perkara ini, menyusul pemberian rehabilitasi oleh Presiden. Eksaminasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dalam langkah-langkah yang telah ditempuh oleh penyidik dan Penuntut Umum.

Asep menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP masih tetap berlanjut. Saat ini, terdapat satu tersangka, yakni Adjie selaku pemilik PT JN, yang masih dalam tahap penyidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *