caristyle.co.id – JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mencatatkan kinerja yang kurang menggembirakan sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.
Laba bersih SMRA, yang merupakan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, mencapai Rp 549,57 miliar pada kuartal III 2025. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 41,39% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana laba bersih tercatat sebesar Rp 937,75 miliar pada kuartal III-2024.
Penyebab utama penurunan laba bersih SMRA ini adalah terkoreksinya pendapatan neto menjadi Rp 6,41 triliun per September 2025.
Berencana Ekspansi RS Baru, Simak Rekomendasi Saham Medikaloka Hermina (HEAL)
Pendapatan neto ini mengalami penurunan sebesar 14,86% secara tahunan (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berhasil mencatatkan Rp 7,53 triliun. Penurunan ini tentu menjadi perhatian bagi para investor dan pengamat pasar.
Secara lebih detail, segmen pengembangan properti menjadi kontributor terbesar dengan sumbangan sebesar Rp 3,96 triliun terhadap pendapatan per September 2025. Diikuti oleh segmen properti investasi yang berkontribusi sebesar Rp 1,72 triliun, dan segmen lain-lain sebesar Rp 722,38 miliar.
Selain penurunan laba bersih, SMRA juga mengalami penurunan laba per saham dasar menjadi Rp 33,29 per kuartal III 2025, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 56,80.
Namun, di tengah kinerja keuangan yang menurun, terdapat secercah harapan. Pendapatan prapenjualan atau marketing sales SMRA justru mencatatkan hasil yang positif, yaitu sebesar Rp 3,57 triliun per kuartal III 2025.
Direktur Summarecon Agung, Lydia Tjio, mengungkapkan bahwa raihan marketing sales tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 31% secara tahunan.
IHSG Diproyeksi Naik, Simak Rekomendasi Saham BRI Danareksa Sekuritas Rabu (26/11)
“Pencapaian marketing sales per kuartal III 2025 adalah sebesar Rp 3,57 triliun atau mencapai 71% dari target tahun ini,” ujarnya kepada Kontan beberapa waktu lalu, menunjukkan optimisme terhadap kinerja penjualan properti.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menjelaskan beberapa faktor yang menjadi penyebab penurunan pendapatan dan laba bersih SMRA. Faktor-faktor tersebut antara lain operating income growth SMRA yang masih mengalami penurunan dan adanya perbedaan pengakuan pendapatan.
SMRA Chart by TradingView
“Ditambah juga dengan beban keuangan yang meningkat juga dan menggerus laba,” tambahnya kepada Kontan, Jumat (28/11/2025), menyoroti beban keuangan sebagai faktor penting yang memengaruhi profitabilitas.
Tantangan yang dihadapi SMRA ke depan diperkirakan masih cukup besar. Hal ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, pertumbuhan kredit yang belum stabil, serta ketidakpastian terkait suku bunga. Akibatnya, kinerja SMRA diperkirakan akan cenderung stagnan hingga akhir tahun 2025.
Ditopang Segmen Agribisnis, Simak Rekomendasi Saham Indofood (INDF)
“Pada tahun 2026 perlu dipantau lagi jika suku bunga turun. Diharapkan permintaan akan properti bisa meningkat lagi didukung dengan marketing sales yang masih tumbuh,” kata Indy, memberikan pandangan optimis jika kondisi ekonomi membaik.
Berdasarkan data RTI, price to earning ratio (PER) SMRA saat ini berada di angka 8,7x dan price to book value (PBV) 0,56x. “Ini sesuai dengan kinerja keuangan dan ekspektasi akan adanya rebound dari industri properti,” ungkapnya, mengindikasikan bahwa valuasi saham SMRA mencerminkan kinerja perusahaan dan potensi pemulihan sektor properti.
Indy pun merekomendasikan agar investor dapat mempertimbangkan saham SMRA dengan target harga Rp 422 per saham, memberikan acuan bagi para investor yang tertarik dengan saham ini.



