Korupsi Satelit: Laksda Leonardi Cs Dilimpahkan ke JPU, Siapa Saja?

Posted on

JAKARTA – Titik terang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2012-2021 semakin jelas. Tim penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) telah melimpahkan tiga tersangka beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) koneksitas.

Brigjen TNI Andi Suci, Dirtindak Jampidmil, mengungkapkan bahwa pelimpahan tahap II ini dilakukan setelah berkas perkara mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Laksda (Purn) Leonardi dan dua tersangka lainnya dinyatakan lengkap.

“Tim Penyidik Koneksitas Jampidmil telah menyerahkan tersangka dan barang bukti dalam perkara koneksitas terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan satelit slot orbit 123,” jelas Andi kepada wartawan di Kejagung, Senin (1/12/2025).

Selain Leonardi, dua tersangka lain yang turut dilimpahkan adalah CEO Navayo International AG, Gabor Kuti Szilard (GK), dan perantara proyek satelit, Anthony Thomas van der Hayden (ATVDH). Namun, Gabor Kuti Szilard dilimpahkan secara *in absentia* karena yang bersangkutan tidak pernah menghadiri pemeriksaan dan berstatus buronan serta masuk dalam daftar Red Notice Interpol.

“Tersangka GK, CEO Navayo International AG, masih berstatus DPO dan dalam proses Red Notice Interpol, sehingga pelimpahan tahap kedua dilakukan secara *in absentia*,” imbuhnya.

Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam proyek pengadaan satelit slot orbit 123 BT di Kemenhan pada periode 2012-2021. Diduga, kontrak pengadaan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.

Lebih lanjut, penunjukan Navayo International AG sebagai pihak kedua dalam proyek ini diduga dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa yang semestinya. Ironisnya, barang yang telah diterima ternyata tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

Atas perbuatan tersebut, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menjadi sorotan karena berpotensi merugikan negara dalam jumlah yang signifikan dan mencoreng citra pengadaan alutsista di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *