SINGAPURA. Pasar saham Asia menunjukkan pergerakan yang beragam pada pembukaan Kamis (4 Desember 2025), dengan investor cenderung berhati-hati menantikan pengumuman kebijakan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed) minggu depan. Sentimen ini dipengaruhi oleh data ekonomi AS yang baru-baru ini dirilis.
Nilai tukar dolar AS tertekan hingga mencapai titik terendah dalam lima minggu terakhir, setelah serangkaian data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan sinyal pelemahan. Kondisi ini semakin memperkuat ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Di kawasan Asia, indeks Nikkei 225 Jepang berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 0,8%. Sebaliknya, indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang justru mengalami penurunan tipis 0,1%, terutama karena kinerja saham yang kurang menggembirakan di Korea Selatan dan Selandia Baru.
Bursa Asia Melemah, Investor Fokus pada Keputusan The Fed
Pergerakan pasar Asia ini terjadi di tengah berkurangnya momentum positif dari Wall Street. Pada perdagangan hari Rabu di AS, indeks S&P 500 kembali menguat. Sementara itu, indeks saham berkapitalisasi kecil, Russell 2000, melonjak signifikan sebesar 1,9% setelah data payroll swasta AS mengungkap penurunan terbesar dalam dua setengah tahun terakhir.
Selain itu, survei dari Institute for Supply Management (ISM) mengindikasikan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor jasa AS pada bulan November. Indeks harga yang dibayarkan juga merosot ke level terendah dalam tujuh bulan. Data-data ini kian memperkuat keyakinan bahwa tekanan inflasi mungkin kembali mereda.
“Perkembangan ini sejalan dengan pandangan kami bahwa kenaikan *supercore inflation* kemungkinan besar mulai melambat, sehingga membuka jalan bagi disinflasi di tahun 2026,” ungkap Ekonom ANZ, Henry Russell.
Russell menambahkan bahwa The Fed sebaiknya melanjutkan kebijakan pemangkasan suku bunga untuk mengantisipasi potensi risiko pelemahan di pasar tenaga kerja. Ia memproyeksikan pemotongan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan minggu depan, diikuti dengan penurunan lanjutan di tahun mendatang.
Saat ini, pelaku pasar memperkirakan probabilitas sebesar 89% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan tanggal 12 Desember mendatang. Angka ini meningkat dari 83,4% pada pekan sebelumnya, menunjukkan keyakinan yang semakin kuat terhadap pelonggaran kebijakan moneter.
Bursa Asia Catat Rekor Baru Selasa (16/9), Investor Bertaruh The Fed Pangkas Bunga
Tekanan juga terasa di pasar valuta asing. Indeks dolar AS turun 0,4% ke level 98,878, menandai pelemahan selama sembilan sesi berturut-turut. Sementara itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun bergerak stabil di angka 4,07%.
Sebuah laporan dari Financial Times menyebutkan bahwa investor obligasi menyampaikan kekhawatiran terkait potensi kandidat Ketua The Fed tahun depan, Kevin Hassett, yang dinilai bisa mendorong pemangkasan suku bunga secara agresif sesuai dengan preferensi Presiden Donald Trump.
Di kawasan Asia, yuan offshore bertahan stabil di level 7,056 per dolar setelah sempat menyentuh level terkuat dalam lebih dari setahun terakhir. Sementara itu, dolar Australia naik 0,1%, didorong oleh lonjakan belanja rumah tangga dan surplus perdagangan yang semakin besar.
Saham-saham perusahaan produsen chip Jepang juga mengalami penguatan setelah adanya laporan mengenai pertemuan antara Trump dan CEO Nvidia, Jensen Huang, terkait kebijakan ekspor. Saham Tokyo Electron naik 0,7%.
Bursa Asia Menghijau Selasa (9/9), The Fed Jadi Penentu Arah Pasar
Di pasar komoditas, harga emas naik 0,2% menjadi US$4.213 per ons, sementara harga perak meningkat 0,1% ke US$58,54 per ons, melanjutkan reli untuk hari kesembilan berturut-turut setelah mencetak rekor harga baru.


