caristyle.co.id JAKARTA. Bursa saham Indonesia diprediksi akan semakin bergairah di tahun 2026. Sejumlah analis dari berbagai sekuritas bahkan memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi mencapai level 9.000 hingga 10.000.
Muhammad Wafi, Head of Research KISI Sekuritas, meyakini proyeksi tersebut cukup realistis. Kombinasi antara kondisi makroekonomi yang mendukung dan fundamental emiten-emiten besar yang semakin pulih menjadi landasan keyakinannya.
Lantas, apa saja faktor-faktor utama yang dapat mendorong IHSG ke level tersebut? Menurut Wafi, setidaknya ada empat pendorong utama.
“Proyeksi ini masih realistis karena didukung oleh likuiditas global yang longgar seiring dengan rencana The Fed memangkas suku bunga. Selain itu, dorongan fiskal dari APBN dan proyek Danantara di tahun 2026, pemulihan konsumsi domestik, serta rotasi investor dari saham-saham *small* dan *mid caps* ke saham-saham *big caps* yang valuasinya masih menarik, juga menjadi faktor pendorong,” jelasnya kepada Kontan, Kamis (4/12/2025).
Bursa Asia Bergerak Tipis, Investor Menanti Keputusan The Fed
Dari sisi sektoral, beberapa kelompok saham diprediksi akan menjadi motor penggerak IHSG di tahun mendatang.
Wafi mengungkapkan bahwa sektor perbankan (*big caps*), konsumer (baik *staples* maupun *discretionary*), telekomunikasi (terutama infrastruktur data), industrial dan logistik, serta properti (segmen menengah hingga atas) akan mendapatkan dukungan fundamental yang paling kuat.
“Sektor perbankan akan diuntungkan oleh margin bunga bersih (NIM) yang stabil dan pertumbuhan kredit yang membaik. Sektor konsumer akan terbantu oleh pemulihan daya beli masyarakat. Sektor telekomunikasi akan mendapatkan katalis dari monetisasi data. Sektor industrial akan terdorong oleh *pipeline* smelter dan perkembangan sektor logistik. Sementara itu, sektor properti akan diuntungkan oleh penurunan suku bunga kredit,” paparnya.
Beberapa sekuritas sebelumnya telah merekomendasikan sejumlah emiten unggulan seperti BBCA, BMRI, TLKM, MIKA, CMRY, MYOR, HMSP, GGRM, BIRD, dan WIIM. Wafi menilai bahwa ruang valuasi emiten-emiten tersebut masih cukup terbuka lebar.
“Rata-rata valuasinya masih memiliki potensi pertumbuhan karena pertumbuhan laba di tahun 2026 berpotensi lebih kuat dibandingkan tahun 2024 hingga 2025,” imbuhnya.
Dari daftar tersebut, beberapa saham dinilai paling menarik untuk dikoleksi di tahun depan. “Saham-saham yang paling menarik untuk tahun 2026 antara lain BBCA dan BMRI karena *EPS growth* yang solid dan investor mulai kembali ke saham-saham perbankan besar (*big banks*).
BEI Suspensi Saham WIKA, ROCK, INET, PSKT dan STAR Mulai Kamis (4/12), Ini Sebabnya
“TLKM juga menarik karena fase *capex peak* sudah terlewati dan profitabilitas mulai pulih. CMRY dan MYOR akan mendapatkan dorongan dari pemulihan sektor konsumer dan perbaikan margin. MIKA juga menarik dengan pertumbuhan volume yang stabil,” lanjut Wafi.
Menurutnya, kombinasi antara risiko dan potensi keuntungan (*risk-reward*) terbaik saat ini berada pada saham BMRI, TLKM, dan CMRY.
Meskipun prospek pasar saham terlihat cerah, investor tetap perlu mewaspadai beberapa risiko eksternal yang mungkin terjadi.
Wafi menyebutkan volatilitas nilai tukar rupiah, potensi perlambatan ekonomi global, tekanan dari kenaikan *yield* obligasi AS, serta sentimen *risk-off* akibat ketegangan geopolitik sebagai faktor-faktor yang dapat menahan aliran dana asing ke pasar saham Indonesia.
“Dampaknya akan berbeda-beda untuk setiap sektor. Sektor perbankan dan konsumer sensitif terhadap volatilitas dolar AS, sektor telekomunikasi sensitif terhadap pembiayaan *capex*, dan sektor properti bergantung pada arah suku bunga global. Namun, skenario dasarnya tetap positif karena risiko-risiko tersebut lebih bersifat memicu volatilitas sesaat, bukan mengubah tren utama secara keseluruhan,” tegasnya.



