DPP Partai Gerindra resmi memberhentikan Mirwan M. S. dari jabatannya sebagai Ketua DPC (Dewan Perwakilan Cabang) Aceh Selatan. Keputusan ini diambil sebagai respons atas tindakan Mirwan yang dinilai tidak tepat, yaitu melaksanakan ibadah umrah di tengah situasi darurat banjir dan longsor yang melanda daerahnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Sugiono, menegaskan bahwa DPP telah mengetahui dan menyikapi persoalan ini dengan tegas. “Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan. Oleh karena itu, DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” ungkap Sugiono melalui keterangan resminya, Jumat (5/12). Keputusan ini mencerminkan komitmen partai terhadap tanggung jawab dan kepedulian terhadap masyarakat yang tengah mengalami kesulitan.
Keberangkatan Mirwan untuk umrah bersama keluarganya memang menuai kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, pada saat yang bersamaan, Aceh sedang berjuang menghadapi bencana banjir yang parah. Bahkan, beberapa wilayah, seperti Aceh Tamiang, dilaporkan masih terisolasi akibat genangan air. Tindakan Mirwan dinilai tidak sensitif terhadap penderitaan warganya.
Ironisnya, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, mengungkapkan bahwa Mirwan sebenarnya telah mengajukan izin perjalanan ke luar negeri pada 24 November 2025. Namun, permohonan politisi Gerindra tersebut ditolak mentah-mentah oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf.
“Pertimbangan paling krusial adalah Aceh sedang dilanda bencana hidrometeorologi akibat siklon tropis. Gubernur telah menetapkan status darurat bencana, sehingga permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan,” jelas MTA pada Jumat (5/12). Penolakan ini semakin memperjelas bahwa situasi di Aceh saat itu sangat tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan yang tidak mendesak.
Lebih lanjut, terungkap bahwa Mirwan sendiri sebelumnya telah menetapkan status tanggap darurat di Aceh Selatan melalui SK Nomor 752 Tahun 2025, yang berlaku mulai 24 November. Namun, hanya berselang tiga hari, tepatnya pada 27 November 2025, ia justru menerbitkan Surat Pernyataan Ketidaksanggupan dalam penanganan darurat banjir dan longsor. Kontradiksi inilah yang semakin memperkuat alasan pemberhentian dirinya dari jabatan Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin daerah di tengah situasi krisis.



