caristyle.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka perdagangan hari ini (1/9/2025) dengan pelemahan signifikan, bahkan sempat terkoreksi tajam lebih dari 3%. Penurunan drastis ini terjadi di tengah eskalasi aksi demonstrasi di sejumlah wilayah Indonesia yang semakin memanas, memicu kekhawatiran di pasar modal.
Tekanan jual masih terasa kuat hingga menjelang siang. Tercatat pada pukul 11.33 WIB, IHSG masih berada di zona merah, dengan pelemahan sebesar 1,04% dan bertengger di level 7.752.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Steven Willie, menyoroti bahwa gelombang demonstrasi yang meluas di berbagai daerah Indonesia berpotensi menjadi sentimen negatif dalam jangka pendek bagi pergerakan IHSG. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam akan ketidakpastian politik dan arah kebijakan pemerintah di mata investor, mendorong mereka untuk cenderung menghindari pasar yang dianggap berisiko tinggi.
Steven menjelaskan kepada Kontan, Senin (1/9/2025), “Selama tensi politik masih tinggi, IHSG akan sangat rawan terhadap fluktuasi dan pelemahan.” Namun, ia juga menambahkan secercah harapan, “Jika situasi politik berhasil distabilkan, potensi rebound dari level support kuat cukup terbuka lebar.”
IHSG Terkoreksi Lebih dari 2% pada Hari Ini (1/9), Begini Respons Bos BEI
Lebih lanjut, Steven mencermati bahwa IHSG telah menembus level support 7.700. Oleh karena itu, level support psikologis baru diperkirakan berada di rentang 7.500-7.600. Namun, dia mengingatkan, apabila stabilitas politik terus memburuk, IHSG berisiko untuk anjlok di bawah 7.500. Secara teknikal, berdasarkan indikator MA50, support berikutnya ada di kisaran 7.400–7.460. Steven menekankan pentingnya area 7.500–7.600; jika IHSG mampu bertahan di level ini, peluang rebound kembali terbuka.
Untuk menyikapi kondisi ini, Steven memberikan panduan bagi investor. Dalam jangka pendek, ia merekomendasikan strategi buy on support secara selektif, dengan penerapan stop loss yang ketat untuk membatasi risiko. Sementara itu, bagi investor jangka menengah hingga panjang, koreksi saat ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk mengakumulasi saham-saham berfundamental kuat, tentu saja dengan selalu memperhatikan prinsip manajemen risiko yang cermat.
Secara spesifik, Steven merekomendasikan investor untuk melakukan akumulasi jangka menengah pada saham-saham perbankan besar atau big banks. Emiten seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) disebutnya memiliki valuasi yang masih menarik dan didukung oleh fundamental bisnis yang sangat kuat.
ANTM Chart by TradingView
Selain sektor perbankan, investor juga disarankan untuk melirik saham-saham emiten di sektor emas, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB). Sektor ini dianggap strategis karena dapat berfungsi sebagai instrumen pelindung nilai (hedge) yang efektif saat ketidakpastian politik semakin memanas.
Steven menambahkan, “Selain itu, harga emas dunia juga cenderung menguat dikarenakan faktor eksternal, yaitu peluang pemotongan suku bunga The Fed pada September 2025 ini.” Kombinasi faktor domestik dan global ini menjadikan saham-saham emas pilihan menarik bagi investor yang ingin menjaga portofolio mereka dari gejolak pasar.