Kepolisian Republik Indonesia melalui Bareskrim Polri terus mempertegas komitmennya dalam memberantas kejahatan siber. Penyelidikan terhadap akun-akun media sosial yang terbukti memprovokasi dan menghasut aksi penjarahan saat demonstrasi dipastikan akan terus berlanjut. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menegaskan bahwa patroli siber tetap diintensifkan untuk mendeteksi kemunculan akun-akun baru yang berpotensi menyebarkan ujaran kebencian atau ajakan kriminal.
Brigjen Himawan menjelaskan, “Terkait dengan penyelidikan dan pengusutan akun-akun ini masih tetap berlanjut jadi kita masih tetap dalami.” Pendalaman kasus tidak hanya terbatas pada akun yang telah teridentifikasi, tetapi juga melibatkan koordinasi erat dengan polda-polda wilayah yang telah melakukan penindakan. Contohnya, Polda Metro akan menjadi fokus koordinasi untuk menganalisis dan mengaitkan rangkaian kasus, mencari benang merah antar-kejadian. Upaya ini menunjukkan keseriusan aparat dalam membongkar jaringan provokator.
Tak hanya itu, patroli siber Bareskrim terus digencarkan secara proaktif. Tujuannya adalah memantau secara ketat akun-akun lain yang masih aktif menyebarkan provokasi dan penghasutan. Pemantauan ini juga mencakup akun-akun yang mungkin terkait dengan para tersangka yang telah ditangkap, namun belum dilakukan penindakan lebih lanjut, memastikan tidak ada celah bagi pelaku kejahatan siber.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah berhasil menangkap tujuh tersangka dalam serangkaian kasus terkait provokasi demonstrasi melalui media sosial. Para tersangka ini memainkan peran beragam, mulai dari menyebarkan ajakan demonstrasi, memanipulasi konten informasi, hingga secara terang-terangan membuat konten provokatif yang menghasut penjarahan rumah anggota DPR dan gedung Polri. Aksi-aksi ini meresahkan dan mengancam stabilitas keamanan publik.
Penangkapan para tersangka dilakukan di beberapa lokasi berbeda. Dari tujuh orang yang diamankan, enam di antaranya ditahan untuk proses hukum lebih lanjut, sementara satu tersangka diwajibkan lapor. Mereka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait manipulasi data dan ujaran kebencian, serta pasal penghasutan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pemberlakuan pasal berlapis ini menegaskan komitmen penegakan hukum terhadap kejahatan siber yang berdampak pada ketertiban umum.
#JagaIndonesiaLewatFakta kumparan mengajak masyarakat lebih kritis, berperan aktif, bijak, dan berpegang pada fakta dalam menghadapi isu bangsa, dari politik, ekonomi, hingga budaya. Dengan fakta, kita jaga Indonesia bersama.