Duka mendalam menyelimuti Nepal setelah Rajyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal, tewas pada Selasa (9/9) usai menderita luka bakar parah. Insiden tragis ini terjadi saat kediamannya di Kathmandu dilalap api oleh massa yang mengamuk di tengah gelombang kerusuhan yang melanda ibu kota.
Dikutip dari Times of India pada Rabu (10/9), sumber dari pihak keluarga mengonfirmasi bahwa Chitrakar berada di dalam rumah saat massa membakar kediaman tersebut. Ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Kirtipur Burn dalam kondisi kritis, namun nyawanya tidak tertolong akibat luka parah yang dideritanya. Gelombang demonstrasi dan kerusuhan di Kathmandu ini tidak hanya menelan korban jiwa Rajyalaxmi Chitrakar, melainkan juga menewaskan setidaknya 19 orang lainnya. Menanggapi situasi yang kian mencekam, kepolisian setempat telah memberlakukan jam malam, dan tentara mulai dikerahkan untuk melakukan patroli di Kathmandu serta wilayah-wilayah lain yang terdampak.
Rumah PM Juga Dibakar
Kericuhan massal ini tidak hanya menargetkan kediaman mantan Perdana Menteri. Massa juga membakar rumah K.P. Sharma Oli, yang kemudian menyatakan mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri pasca-insiden tersebut. Bahkan, kantor kepresidenan hingga gedung parlemen Nepal turut menjadi sasaran amuk massa yang bergerak dalam demonstrasi besar-besaran.
Awalnya, gelombang demonstrasi di Nepal ini berlangsung damai. Diprakarsai oleh generasi Z atau “Gen Z”, aksi ini menyuarakan dua tuntutan utama: pencabutan blokir media sosial dan pemberantasan korupsi yang kian merajalela di kalangan pejabat.
Kemarahan publik, khususnya warga Nepal, memuncak setelah gaya hidup mewah anak-anak pejabat yang dijuluki “Nepo Kids” atau “Nepo Baby” menjadi viral di media sosial. Masyarakat menilai bahwa kemewahan yang dipertontonkan itu berasal dari pajak rakyat dan merupakan hasil dari praktik korupsi yang sistematis.
Meskipun pemerintah pada akhirnya merespons dengan mencabut blokir media sosial, gelombang demonstrasi di Nepal tidak lantas mereda. Para pengunjuk rasa terus menyuarakan tuntutan mereka untuk pemberantasan korupsi hingga ke akarnya, serta menuntut pertanggungjawaban penuh dari pihak kepolisian atas kematian 19 orang dalam serangkaian aksi kerusuhan tersebut.