Polda Metro Jaya telah mengungkap tabir di balik kasus penculikan dan pembunuhan sadis terhadap Muhammad Ilham Pradipta, seorang pegawai bank yang jasadnya ditemukan tewas mengenaskan dengan kaki, tangan, kepala, dan wajah terlakban. Dalam pengungkapan kasus yang menggegerkan ini, polisi menetapkan 15 orang sebagai tersangka, dengan delapan di antaranya telah diidentifikasi inisialnya: C, DH, YJ, dan AAN sebagai otak di balik kejahatan, serta AT, RS, RAH, dan EW yang bertindak sebagai penculik korban. Lantas, apa motif di balik kejahatan keji ini dan bagaimana para pelaku melancarkan aksinya?
Motif Pembunuhan Pegawai Bank: Incar Pemindahan Uang dari Rekening Dormant
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menjelaskan bahwa motif utama para pelaku adalah ambisi untuk memindahkan sejumlah uang dari rekening dormant. “Adapun motif para pelaku melakukan perbuatannya yaitu para pelaku ataupun para tersangka berencana untuk melakukan pemindahan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah disiapkan,” ujar Wira dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya pada Selasa (16/9). Rekening dormant sendiri merupakan rekening tabungan yang tidak memiliki aktivitas transaksi dalam jangka waktu tertentu.
Wira lebih lanjut membeberkan bahwa ada dua otak utama di balik kejahatan ini, yakni C alias K dan DH alias Dwi Hartono. Ide awal muncul dari tersangka C alias K pada sekitar Juni 2025, yang berencana memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampungan. Rencana ini kemudian disampaikannya kepada DH. Keduanya awalnya berupaya mencari seorang kepala cabang bank yang bisa diajak bekerja sama, namun pencarian tersebut tidak membuahkan hasil. Pada 30 Juli 2025, C, DH, dan tersangka lain, AAN, kembali bertemu untuk membahas kelanjutan rencana tersebut, di mana akhirnya opsi penculikan mulai dipertimbangkan. Muhammad Ilham Pradipta menjadi target karena salah satu pelaku mengenal korban dan mengetahui bahwa Ilham adalah kepala cabang sebuah bank.
Para Pelaku Cari Eksekutor, Siapkan Dua Opsi: Culik-Lepaskan atau Culik-Bunuh
Dalam menjalankan rencananya, para pelaku telah mempersiapkan tim eksekutor untuk menculik Ilham, yang dianggap memiliki otoritas untuk memindahkan uang dari rekening dormant. C alias K mengajak DH untuk menemukan kepala bank yang mau berkolaborasi, namun karena tidak ada yang bersedia, opsi penculikan pun mengemuka. Pertemuan pada 30 Juli 2025 antara C, DH, dan AAN membahas kembali masalah rekening dormant dan kegagalan menemukan kepala bank yang kooperatif. Dari sinilah, dua opsi ekstrem disiapkan: menculik lalu membebaskan korban, atau menculik lalu menghabisi nyawa korban.
Pada 31 Juli 2025, C alias K bersama DH dan AAN kembali bertemu untuk memilih opsi mana yang akan diambil. Awalnya, mereka sepakat untuk memilih opsi pertama, yakni menculik dan kemudian melepaskan korban setelah berhasil mencapai tujuan mereka. Pencarian eksekutor pun dimulai. Pada 16 Agustus 2025, DH mengajak JP untuk bertemu dan membahas detail penculikan tersebut, menanyakan apakah JP memiliki kenalan dari kelompok preman atau aparat yang dapat membantu.
Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 2025, JP mendatangi rumah N, dan pertemuan terjadi antara DH, JP, AAN, serta N untuk membahas lebih lanjut rencana penculikan. Sehari setelahnya, 18 Agustus 2025, pertemuan kembali digelar untuk membagi tim, termasuk tim penculikan. N kemudian menghubungi FH, yang dipersiapkan untuk memimpin tim penculikan korban. Pada 19 Agustus 2025 sekitar pukul 10.00 WIB, F menghubungi E, lalu mereka sepakat bertemu di Cijantung. E datang bersama B, R, dan A. F menunjukkan foto korban kepada tim E dan memberikan instruksi untuk menjemput paksa korban dan mengantarkannya kepada tim yang disiapkan oleh JP.
Rencana Safe House dan Aksi Penculikan yang Berujung Nahas
Selain menyusun skenario eksekusi, para pelaku juga menyiapkan sebuah safe house atau rumah aman. Tempat ini bertujuan untuk memaksa Ilham memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah disiapkan. “Lokasi safe house tersebut diharapkan untuk bisa memaksa korban untuk melakukan kegiatan pemindahan dana,” jelas Wira.
Namun, rencana matang ini menemui kendala. Pada Rabu, 20 Agustus 2025, lima pelaku berhasil menculik Ilham di tempat parkiran pusat perbelanjaan di Jakarta Timur. Korban dibawa masuk ke dalam mobil putih yang terparkir di sebelah mobilnya. Ilham kemudian dipindahkan ke mobil Fortuner di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, sekitar pukul 21.00 WIB, di mana pelaku lain telah menunggu.
Para pelaku di dalam mobil Fortuner menunggu kedatangan C alias K untuk membawa Ilham ke safe house yang direncanakan. Ironisnya, karena miskomunikasi, safe house yang seharusnya digunakan ternyata masih disewa oleh orang lain. Akibatnya, korban yang sudah lemas karena berupaya melepaskan diri dan sempat dianiaya di dalam mobil, akhirnya dibuang. “Rencananya akan dibawa ke safe house yang telah disiapkan. Karena tim penjemput tidak kunjung datang sedangkan pada saat itu korban kondisi sudah dalam keadaan lemas, akhirnya korban dibuang di daerah Serang Baru, Cikarang, dalam keadaan kondisi kaki maupun tangan masih terikat dan mulut dalam kondisi terlakban atau dilakban,” ungkap Wira.
Keterlibatan Dua Anggota TNI AD dari Kopassus
Dalam kasus penculikan dan pembunuhan ini, terungkap pula keterlibatan dua anggota TNI AD, yakni Serka N dan Kopda F. Keduanya berperan sebagai penjemput korban Muhammad Ilham Pradipta. Komandan Polisi Militer Kodam (Danpomdam) Jaya, Kolonel CPM Donny Agus, menjelaskan bahwa pada 17 Agustus 2025, JP mendatangi rumah Serka N untuk menawarkan pekerjaan. Serka N menyetujui tawaran tersebut dan meminta sejumlah uang, kemudian ia menghubungi rekannya, Kopda F.
“Kami mulai pada hari Minggu pada tanggal 17 Agustus 2025, saudara JP mendatangi rumah saudara N, yang tadi sudah dijelaskan dan saudara N merupakan oknum TNI AD dengan pangkat Sersan Kepala. Selanjutnya pada pertemuan tersebut, saudara JP menawarkan pekerjaan kepada Serka N untuk menjemput seseorang untuk dihadapkan kepada bosnya yang diketahui atas nama saudara DH (Dwi Hartono),” kata Donny. Penyidik berhasil menyita uang sejumlah Rp 40 juta dari Kopda F, yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana tersebut. Kedua oknum anggota TNI ini diketahui berasal dari satuan elite TNI AD, Detasemen Markas Kopassus.
Penyebab Kematian dan Perburuan Informan Rekening Dormant
Berdasarkan hasil visum et repertum, penyebab kematian Muhammad Ilham Pradipta adalah kekerasan benda tumpul pada leher yang menekan jalan napas dan pembuluh nadi besar, menyebabkan mati lemas. “Namun hasil tersebut masih belum final karena kami masih menunggu hasil pemeriksaan toksikologi,” tambah Wira, menunjukkan bahwa penyelidikan masih berlanjut untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap.
Polisi terus mendalami asal-usul informasi mengenai rekening dormant yang menjadi pemicu kasus keji ini. Hasil pemeriksaan mengungkap bahwa tersangka utama, C alias K, mendapatkan informasi tersebut dari temannya yang berinisial S. “Ini masih kita dalami dan melakukan pengejaran karena identitasnya belum jelas disampaikan,” pungkas Wira, menegaskan komitmen Polda Metro Jaya untuk menuntaskan seluruh aspek kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.