Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, tidak akan mengubah status maupun posisi perusahaan-perusahaan BUMN yang saat ini berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Purbaya menjelaskan, Kemenkeu saat ini memang mengelola sejumlah perusahaan BUMN strategis yang dikenal sebagai Special Mission Vehicle (SMV). Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain meliputi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), PT Geo Dipa Energi (Persero), hingga Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). “SMV itu akan tetap berada di bawah (Kementerian) Keuangan (setelah revisi UU BUMN),” ujar Purbaya dalam sebuah diskusi bersama awak media di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/9).
Lebih lanjut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menggarisbawahi pentingnya mempertahankan lembaga-lembaga ini di bawah naungan Kemenkeu. Ia menegaskan bahwa keberadaan SMV tersebut memiliki peran krusial sebagai instrumen fiskal. “Karena itu juga merupakan instrumen fiskal yang bisa masuk ke pasar kalau kita perlukan. Jadi kita harus jaga-jaga itu terus ya,” tambahnya, menunjukkan komitmen Kemenkeu dalam menjaga stabilitas dan fleksibilitas kebijakan fiskal negara.
Seiring dengan pernyataan Menkeu, perkembangan legislasi RUU BUMN ini juga menunjukkan kemajuan signifikan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi VI DPR dilaporkan telah menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. RUU krusial ini kini telah disepakati di tingkat komisi dan dijadwalkan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada Kamis (2/10) untuk pengesahan lebih lanjut.
Ada sebelas pokok utama yang menjadi sorotan dalam draf RUU BUMN terbaru ini, yang diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam tata kelola dan peran BUMN di Indonesia:
- Pengaturan terkait pembentukan lembaga baru yang akan menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN, yaitu Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dengan nomenklatur resminya.
- Peningkatan kewenangan dan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan kontribusi dan fungsi BUMN bagi negara.
- Pengaturan pengelolaan dividen saham seri A Dwi Warna BUMN, di mana nantinya akan dikelola langsung oleh BP BUMN setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden.
- Implementasi larangan rangkap jabatan bagi Menteri dan Wakil Menteri pada posisi Direksi, Komisaris, serta Dewan Pengawas BUMN, sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi nomor 128/PUU-XXIII-2025.
- Penghapusan ketentuan yang menyatakan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.
- Penekanan pada kesetaraan gender bagi seluruh karyawan BUMN yang menduduki jabatan strategis, termasuk Direksi, Komisaris, dan posisi Manajerial.
- Perlakuan perpajakan yang spesifik untuk transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga, yang akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah.
- Pengaturan mengenai pengecualian pengusahaan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari pengawasan BP BUMN.
- Penetapan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara lebih jelas.
- Pengaturan mekanisme peralihan tugas dan wewenang dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN.
- Penetapan jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN, berlaku sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya yang relevan.