Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi gelombang penolakan saat berpidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Jumat (26/9) pagi waktu setempat. Kehadiran Netanyahu di podium disambut dengan reaksi negatif yang nyata dari sejumlah delegasi negara yang hadir.
Momen ketegangan terjadi ketika beberapa delegasi memilih untuk walk out atau meninggalkan ruang sidang, menunjukkan penolakan mereka untuk mendengarkan pidato Netanyahu. Bahkan, suasana semakin memanas dengan adanya delegasi yang mencemooh Netanyahu begitu ia memulai orasinya. Di tengah aksi penolakan tersebut, beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Guinea, tetap bertahan di tempat duduk mereka, sementara Netanyahu terus menyampaikan pidatonya tanpa terganggu.
Protes terhadap kehadiran dan pidato Netanyahu tidak hanya terbatas di dalam ruang Sidang Umum PBB, tetapi juga meluas ke area sekitar gedung PBB. Di luar, ribuan massa menggelar aksi solidaritas besar-besaran untuk Palestina, menyuarakan dukungan dan tuntutan mereka.
Seperti yang dilaporkan Al Jazeera, para pengunjuk rasa tampak mengibarkan bendera Palestina dengan bangga, sembari membawa spanduk dan poster berisi pesan-pesan kuat seperti “Hentikan Bantuan AS ke Israel” dan “Bebaskan Semua Orang Palestina”. Salah satu pengunjuk rasa, Al-Sharif Nassef, mengungkapkan alasan di balik aksi mereka, yaitu dukungan untuk penangkapan Netanyahu. Ia menegaskan bahwa Perdana Menteri Israel itu tengah menghadapi dakwaan serius atas kejahatan perang di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
“Semua warga New York yang hadir di sini hari ini mendukung penangkapannya. Dia tidak diterima di sini,” ujar Nassef dengan tegas kepada Al Jazeera, mencerminkan sentimen kuat yang meluas di kalangan massa.
Hamas Komentari Aksi Walk Out
Aksi walk out yang dilakukan oleh beberapa delegasi saat Netanyahu berpidato tidak luput dari perhatian Hamas. Penasihat media untuk kepala biro politik Hamas, Taher al-Nunu, menyatakan bahwa boikot tersebut merupakan refleksi dari isolasi Israel sebagai konsekuensi langsung dari perang di Gaza.
“Memboikot pidato Netanyahu merupakan salah satu manifestasi isolasi Israel dan konsekuensi dari perang pemusnahan,” tegas Taher, dikutip dari AFP. Menurut Hamas, aksi protes ini juga menandakan tumbuhnya solidaritas global yang semakin kuat terhadap hak-hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan pembentukan negara merdeka mereka.
Netanyahu Kritik Negara yang Akui Palestina
Terlepas dari berbagai bentuk protes yang mengiringi, Benjamin Netanyahu tetap teguh melanjutkan pidatonya di Sidang Umum PBB. Dalam orasinya, ia menyebut kecaman terhadap konflik Israel-Hamas serta seruan gencatan senjata dari sejumlah negara sebagai “omong kosong” belaka.
Netanyahu mengklaim adanya dukungan terselubung dari para pemimpin dunia. “Jadi saya ingin memberi tahu Anda sebuah rahasia di balik pintu tertutup, banyak pemimpin yang secara terbuka mengutuk kami, secara pribadi berterima kasih kepada kami,” ujar Netanyahu, dikutip dari Al Jazeera. Ia menambahkan, “Mereka memberi tahu saya betapa mereka menghargai dinas intelijen Israel yang luar biasa yang telah mencegah, berulang kali, serangan teroris di ibu kota mereka, berkali-kali, menyelamatkan banyak nyawa.” Pernyataan ini disampaikan setelah beberapa negara seperti Kanada, Inggris, Prancis, dan Portugal, mengakui negara Palestina sebelum Sidang Umum PBB tahun ini dimulai.
Netanyahu lantas mengkritik keras langkah-langkah pengakuan tersebut. “Anda tidak melakukan sesuatu yang benar. Anda melakukan sesuatu yang salah, sangat salah,” tegasnya, menyoroti penolakannya terhadap konsep solusi dua negara.
Dalam pidato yang berlangsung sekitar 45 menit itu, Netanyahu menegaskan tidak akan membiarkan negara Palestina berdiri di dekat Israel. Ia merujuk pada peristiwa 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.139 orang, namun jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan korban tewas di Gaza akibat serangan Israel yang mencapai setidaknya 65.502 orang.
Meskipun jumlah korban jiwa sangat tinggi, Netanyahu membantah tuduhan genosida. Ia mengklaim bahwa masyarakat telah diminta untuk pindah ke tempat aman sebelum serangan dilakukan. Namun, kenyataannya, serangan Israel juga menyasar pengungsian, sekolah, dan rumah sakit, yang seringkali menjadi tempat berlindung warga sipil. Netanyahu mengakhiri pidatonya dengan janji untuk tidak menghentikan serangan.
“Berkat tekad rakyat kami, keberanian tentara kami, dan keputusan berani yang kami ambil, Israel bangkit dari hari tergelapnya untuk menghadirkan salah satu kebangkitan militer paling menakjubkan dalam sejarah,” ujarnya penuh keyakinan. “Namun, kami belum selesai,” tambahnya, menandakan kelanjutan operasi militer Israel.