Harga Pangan Stabil di Sumbar? Ini Jurus Pemprov & BI!

Posted on

caristyle.co.id , PADANG – Harga cabai merah di Sumatra Barat (Sumbar) terus melonjak, memicu keresahan di kalangan masyarakat Ranah Minang dan berbagai daerah lainnya. Menanggapi situasi ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar secara transparan membeberkan sejumlah faktor penyebab di balik kenaikan harga yang signifikan tersebut.

Sekretaris Daerah Pemprov Sumbar, Arry Yuswandi, menjelaskan bahwa permasalahan utama terletak pada dua aspek krusial. Pertama, produktivitas cabai merah di tingkat petani saat ini sedang menurun drastis. Kedua, pasokan komoditas vital ini dari luar daerah Sumbar juga mengalami penyusutan. Ironisnya, di tengah kondisi minimnya pasokan, kebutuhan cabai justru melonjak seiring dengan implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah berjalan.

Dalam upaya stabilisasi harga pangan dan meringankan beban masyarakat, Pemprov Sumbar segera mengambil langkah konkret. “Kami berkolaborasi erat dengan Bank Indonesia (BI) dan Bulog (Badan Urusan Logistik) untuk menggelar pasar murah. Harapannya, kegiatan ini dapat membantu masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok, khususnya cabai merah, dengan harga yang lebih terjangkau,” terang Arry Yuswandi dalam gelaran Pasar Murah di Padang pada Minggu, 28 September 2025.

Pada kesempatan pasar murah tersebut, cabai merah ditawarkan seharga Rp53.000 per kilogram, lebih rendah dari harga pasar. Menariknya, komoditas ini khusus didatangkan dari Jawa Tengah. Arry menjelaskan bahwa penggunaan pasokan cabai dari luar daerah ini beralasan. Pasalnya, cabai merah lokal Sumbar yang tersedia justru lebih banyak diserap oleh para pedagang untuk dijual kembali di pasar tradisional, sehingga pasokan untuk pasar murah harus diisi dari luar.

Kendati demikian, Arry menegaskan bahwa secara normal, produksi cabai merah lokal Sumbar sejatinya cukup melimpah ketika kondisi panen sedang optimal. “Namun, yang terjadi saat ini di tingkat petani, panen sedang menurun drastis, memperburuk ketersediaan,” imbuhnya, menggarisbawahi tantangan produktivitas cabai yang ada.

Meskipun terbukti cukup efektif dalam membantu stabilitas harga pangan dan menekan inflasi, Arry mengakui bahwa pasar murah tidak dapat digelar secara rutin setiap hari. Keputusan ini mempertimbangkan keberlangsungan usaha para pedagang kebutuhan pokok di pasar tradisional. “Peran utama pasar murah adalah membantu masyarakat mendapatkan harga cabai merah yang lebih terjangkau, sekaligus memastikan inflasi tetap terkendali di kemudian hari,” pungkas Arry, menegaskan keseimbangan antara bantuan masyarakat dan dinamika pasar.

Senada dengan upaya Pemprov, Kepala UPTD Distribusi Pasokan dan Akses Pangan, Dinas Pangan Sumbar, Amalia, menegaskan komitmen pihaknya untuk terus menjaga ketersediaan bahan pokok agar tetap aman di tengah gejolak harga. Untuk memperluas jangkauan manfaat ke masyarakat, UPTD juga aktif menggelar pasar murah keliling yang cukup rutin.

Amalia merinci, harga komoditas yang dijual di pasar murah, termasuk cabai merah, selalu berada di bawah harga pasar. “Selisih harga terendah yang kami tawarkan adalah Rp3.000 per kilogram. Contohnya, pada hari ini, harga cabai merah di pasar murah kami jual Rp53.000 per kilogram, sementara di pasar tradisional harganya mencapai Rp60.000 per kilogram,” jelas Amalia, menyoroti perbedaan harga yang signifikan.

Penetapan selisih harga ini, lanjut Amalia, telah diperhitungkan matang agar tidak merugikan pedagang di pasar. Oleh karena itu, penjualan juga dilakukan secara terbatas untuk menghindari ketimpangan dan menjaga ekosistem pasar. “Untuk pasar murah kali ini, kami menyiapkan sebanyak 700 kilogram cabai merah yang didistribusikan di tiga titik berbeda di wilayah Padang,” ungkapnya, menjelaskan strategi pembatasan pasokan.

Dari sisi masyarakat, Meta, seorang warga dari Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, turut merasakan dampak kenaikan harga ini. Ia mengungkapkan bahwa pada akhir pekan ini, harga cabai merah Kerinci di pasaran telah menyentuh Rp60.000 per kilogram, sementara harga cabai merah lokal justru lebih tinggi, mencapai Rp70.000 per kilogram. Meta mengaku bahwa level harga ini merupakan yang tertinggi yang ia alami sejak Agustus lalu.

“Kenaikan harga cabai merah seperti ini sebenarnya sudah kami rasakan sejak dua bulan terakhir, tepatnya Agustus lalu. Bahkan sempat menyentuh angka Rp80.000 per kilogram,” kenang Meta. “Bisa dikatakan, menjelang penghujung tahun 2025 ini, inilah puncak kenaikan harga cabai merah yang cukup menguras kantong,” tambahnya, menggambarkan kondisi yang ia hadapi.

Biasanya, ia menambahkan, harga cabai merah di pasar tradisional cenderung stabil di bawah Rp50.000 per kilogram, baik itu untuk varietas cabai merah lokal maupun yang didatangkan dari luar daerah seperti cabai merah Kerinci, Jawa, atau Medan.

Meski sangat antusias dengan adanya pasar murah, Meta menyayangkan dirinya belum pernah berkesempatan membeli cabai merah dengan harga terjangkau karena stok kerap habis. “Perbedaan harga, meskipun sedikit, sangat membantu. Saya pernah ingin membeli, namun saat tiba, stok sudah ludes,” tuturnya dengan nada kecewa. “Saya sangat berharap kuota pasar murah bisa ditambah, agar lebih banyak masyarakat, termasuk saya, benar-benar dapat merasakan manfaatnya.” Ia juga menyoroti bahwa selisih harga dari cabai merah yang ditawarkan pemerintah bisa mencapai Rp10.000 per kilogram dibandingkan dengan harga cabai merah dari luar daerah di pasaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *