Pyongyang menegaskan sikapnya yang tak tergoyahkan: Korea Utara tidak akan pernah menghentikan program senjata nuklirnya. Pernyataan tegas ini disampaikan oleh seorang diplomat senior di Sidang Majelis Umum PBB di New York, Senin (29/9/2025), bahkan di tengah minat yang ditunjukkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump untuk kembali membuka perundingan dengan Pyongyang.
Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, Kim Son Gyong, dengan lugas menyatakan bahwa tuntutan denuklirisasi negaranya merupakan upaya yang “sama dengan menuntutnya menyerahkan kedaulatan, hak untuk hidup, dan melanggar Konstitusi.” Kehadiran Kim Son Gyong di forum tahunan PBB ini menandai momen penting, karena ini adalah kali pertama sejak tahun 2018 Pyongyang mengirimkan diplomat senior untuk berbicara di Majelis Umum tersebut.
Menekankan kembali pendirian yang tak dapat ditawar, Kim dengan tegas menambahkan, “Kami tidak akan pernah menyerahkan nuklir, yang merupakan hukum negara, kebijakan nasional, dan kekuatan kedaulatan kami.” Ia menegaskan, “Dalam kondisi apa pun, kami tidak akan bergeser dari posisi ini,” menggarisbawahi komitmen absolut Korea Utara terhadap program nuklirnya.
Pernyataan keras dari Kim Son Gyong ini muncul hanya sepekan setelah pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dikutip oleh media resmi negara itu menyebutkan bahwa ia masih menyimpan “kenangan baik” terhadap Trump. Lebih lanjut, pada 21 September lalu, Kim Jong-un juga menyampaikan di hadapan parlemen bahwa ia tidak melihat “alasan” untuk menolak kembali berdialog dengan AS, jika Washington bersedia menghentikan tuntutan agar Pyongyang melepaskan senjata nuklirnya.
Mengingat kembali sejarah hubungan AS-Korut, Donald Trump pada masa jabatan pertamanya telah tiga kali bertemu langsung dengan Kim Jong-un antara tahun 2018 dan 2019, berlokasi di Singapura, Vietnam, serta desa gencatan senjata (DMZ) Panmunjom. Sejak kembali menjabat di Gedung Putih pada Januari 2025, Trump secara konsisten memuji pertemuan-pertemuan tersebut dan telah menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan diplomasi dengan Pyongyang.
Meskipun nada komentar Kim Son Gyong terhadap AS pada Senin itu relatif lunak, ia tidak sungkan menuding Amerika Serikat dan dua sekutu utamanya, Jepang serta Korea Selatan, menargetkan Korea Utara dan memperburuk ketegangan di Semenanjung Korea. Ia mengecam keras kerja sama pertahanan jangka panjang serta latihan militer rutin yang dilakukan ketiga negara tersebut.
Sebagai respons atau paralel dengan perkembangan ini, pekan lalu, Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun telah menggelar pertemuan trilateral di New York, bertepatan dengan Sidang PBB. Meskipun Kim Jong-un sempat membuka peluang untuk dialog, ketiga diplomat senior tersebut secara serentak menegaskan kembali “komitmen tegas” mereka untuk mencapai denuklirisasi penuh Korea Utara.