caristyle.co.id JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap dugaan praktik jual beli kuota haji yang mestinya dialokasikan bagi pendamping dan petugas kesehatan, namun justru diperdagangkan kepada biro perjalanan. Penemuan mengejutkan ini menjadi sorotan serius dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 di Kementerian Agama (Kemenag), yang terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, mengonfirmasi bahwa penyidik menemukan alokasi kuota haji yang semestinya ditujukan untuk para petugas, meliputi pendamping, tenaga kesehatan, pengawas, hingga staf administrasi, ternyata juga diperjualbelikan kepada calon jemaah. “Praktik ini jelas menyalahi ketentuan yang ada,” tegas Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Selasa (7/10/2025).
Dampak dari dugaan jual beli kuota haji ini tidak main-main. Menurut Budi, berkurangnya jumlah petugas yang seharusnya melayani di Tanah Suci telah berimbas pada menurunnya kualitas pelayanan haji secara keseluruhan. Saat ini, tim penyidik KPK tengah intensif mendalami skala dan nilai transaksi jual beli kuota haji tersebut, dengan memeriksa sejumlah biro perjalanan haji untuk mengungkap detail modus operandi dan besaran kerugian.
Budi menambahkan, temuan praktik ilegal ini bukanlah tindak pidana baru, melainkan bagian integral dari kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2024 yang lebih besar. Penyelidikan KPK pun berjalan paralel dengan proses yang sedang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang saat ini masih dalam tahap penghitungan estimasi kerugian keuangan negara akibat praktik culas ini.
Lebih jauh, dalam perkara utama ini, KPK menduga kuat adanya penyelewengan signifikan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan haji yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa menurut Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, proporsi seharusnya adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Ini berarti, dari 20.000 kuota tambahan, sebanyak 18.400 kursi seharusnya dialokasikan untuk haji reguler dan 1.600 kursi untuk haji khusus. Namun, realitasnya, Kementerian Agama menyimpang dari aturan tersebut. “Pembagiannya tidak sesuai, justru dibagi rata, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Ini jelas perbuatan melawan hukum dan menyalahi regulasi yang berlaku,” tegas Asep, menyoroti perubahan rasio dari 92:8 menjadi 50:50.
Akibat dari seluruh penyimpangan ini, KPK menaksir potensi kerugian negara dalam perkara korupsi kuota haji ini mencapai angka fantastis, yakni Rp 1 triliun. Guna mendukung kelancaran proses penyidikan, KPK telah mengambil langkah pencegahan ke luar negeri terhadap tiga individu penting: eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; Ishfah Abidal Aziz, yang pernah menjabat staf khusus Yaqut; serta Fuad Hasan Masyhur, seorang pengusaha pemilik biro perjalanan haji dan umrah.