Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas mengimbau para saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji untuk kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan. Keterangan dari para saksi ini sangat vital untuk membongkar dan menerangi akar permasalahan dalam kasus yang tengah bergulir ini.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan kepada wartawan pada Selasa (7/10) bahwa pihaknya berharap besar pada kehadiran para saksi. “KPK mengimbau kepada saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam proses penyidikan ini,” ujarnya. Ia menambahkan, ketidakhadiran saksi tanpa keterangan yang jelas akan menjadi pertimbangan serius bagi penyidik untuk mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya, meski rincian upaya hukum tersebut belum dibeberkan.
Pada hari itu, KPK telah memanggil empat orang saksi penting. Mereka adalah eks Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi; Direktur PT Sindo Wisata Travel, Supratman Abdul Rahman; Direktur Utama PT Thayiba Tora, Artha Hanif; serta Sekjen Asosiasi Penyelenggaraan Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo), M Iqbal Muhajir. Dari keempat nama tersebut, Budi mengungkapkan bahwa Supratman tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tanpa alasan yang jelas, sementara tiga saksi lainnya hadir. Materi pemeriksaan difokuskan pada pengisian kuota tambahan (T0) dan aliran uang yang diduga sebagai “fee percepatan”.
Latar Belakang Dugaan Korupsi Kuota Haji
Kasus korupsi kuota haji yang sedang diselidiki oleh KPK ini berpusat pada penetapan kuota haji tahun 2024. Perkara ini bermula saat Presiden Jokowi pada tahun 2023 mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji setelah bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi. Informasi ini diduga segera direspons oleh asosiasi travel haji yang kemudian menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas distribusi kuota haji tersebut.
Diduga, ada upaya untuk menetapkan kuota haji khusus jauh lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Seharusnya, jatah kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Namun, KPK mencurigai adanya kesepakatan dalam sebuah rapat yang mengarahkan pembagian kuota haji tambahan secara merata, yakni 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler. Keputusan ini bahkan tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK kini tengah mendalami keterkaitan SK tersebut dengan rapat-rapat yang diselenggarakan sebelumnya.
Lebih jauh, penyidik KPK juga telah menemukan indikasi adanya setoran dari berbagai pihak travel yang mendapatkan jatah kuota haji khusus tambahan ke oknum-oknum di lingkungan Kemenag. Besaran setoran yang harus dibayarkan bervariasi, berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, bergantung pada skala operasional travel haji tersebut. Uang ini diduga disalurkan oleh para travel melalui asosiasi haji, sebelum akhirnya disetorkan kepada oknum di Kemenag, bahkan disebut-sebut mengalir hingga ke para pejabat dan pucuk pimpinan di kementerian tersebut.
Dari hasil penghitungan sementara, kasus mega korupsi ini diduga telah menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Saat ini, KPK tengah bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung besaran pasti kerugian negara yang timbul. Dalam rangkaian penyidikan, KPK juga telah melakukan pencegahan terhadap tiga orang agar tidak bepergian ke luar negeri, yaitu eks Menag Yaqut Cholil Qoumas; mantan staf khusus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Sejumlah lokasi penting telah digeledah oleh penyidik KPK, meliputi rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag, hingga sebuah rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex. Tindakan terbaru dari KPK adalah penyitaan dua unit rumah mewah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar. Kedua properti ini diduga milik seorang ASN Ditjen PHU Kemenag yang dibeli dari uang hasil korupsi kuota haji. Melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, Gus Yaqut menyatakan penghormatannya terhadap upaya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap tuntas perkara ini.