Harga emas melonjak signifikan, melampaui US$ 4.253 per ons troi, mencatatkan rekor baru pada Kamis (16/10). Kenaikan impresif ini dipicu oleh kuatnya permintaan terhadap aset safe haven serta spekulasi yang meningkat mengenai kebijakan moneter dovish dari Federal Reserve AS.
Fokus utama pasar tertuju pada Federal Reserve. Pernyataan terbaru dari Ketua Jerome Powell yang mengindikasikan pelemahan di pasar tenaga kerja AS telah memperkuat keyakinan investor. Mereka kini hampir sepenuhnya memperhitungkan adanya pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan ini, dengan potensi pemangkasan lanjutan pada bulan Desember.
Prospek kebijakan moneter yang lebih longgar ini secara langsung memberikan tekanan pada dolar AS, menjadikannya kurang menarik bagi para investor. Imbasnya, emas semakin bersinar dan lebih diminati oleh pembeli dari luar negeri, yang melihatnya sebagai investasi yang lebih atraktif di tengah ketidakpastian.
Di tengah dinamika pasar keuangan, ketegangan geopolitik turut memberikan sentimen positif bagi harga emas. Pada hari Rabu, para pejabat AS melayangkan kecaman keras terhadap pembatasan ekspor tanah jarang yang lebih ketat oleh Tiongkok. Mereka memperingatkan bahwa langkah ini berpotensi menimbulkan risiko serius bagi rantai pasokan global dan mengisyaratkan kemungkinan adanya tindakan balasan dari AS.
Sentimen risiko global semakin diperkuat oleh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang mengemukakan potensi Washington untuk menerapkan batasan ekspor atau tarif pada impor minyak Rusia yang dimiliki oleh Tiongkok, jika tindakan tersebut dikoordinasikan dengan mitra-mitra Eropa. Tak hanya itu, penutupan pemerintah AS yang berlarut-larut juga terus membayangi, menimbulkan ketidakpastian bagi prospek ekonomi AS dan memperparah kegelisahan di pasar secara keseluruhan.
Grafik Harga Emas Antam Hari Ini (16 Oktober 2025), Naik atau Turun?