Jakarta menghadapi tantangan lingkungan serius dengan ditemukannya mikroplastik dalam air hujan. Fenomena mengkhawatirkan ini telah memicu respons dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, secara lugas menjelaskan bahwa sumber utama masalah hujan mengandung mikroplastik di kawasan Jabodetabek berakar dari praktik penumpukan sampah atau “dumping” di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa penutupan yang memadai.
Hanif merinci bahwa tumpukan sampah di Jabodetabek, yang dibiarkan terbuka, akan mengalami proses dekomposisi menjadi partikel berukuran mikron saat terpapar perubahan cuaca panas dan hujan. Partikel inilah yang kemudian diidentifikasi sebagai mikroplastik. “Jabodetabek kan membuang sampahnya pakai dumping, jadi ditimbun aja di TPA. TPA-nya tidak segera ditutup, sehingga begitu panas, hujan terurai dia menjadi mikron. Mikron itulah bisa disebut dengan mikroplastik,” ujar Hanif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (21/10/2025).
Menyikapi urgensi masalah ini, Hanif turut memaparkan solusi jangka panjang yang krusial, yaitu implementasi pengelolaan sampah yang inovatif melalui metode waste to energy, atau pengolahan sampah menjadi sumber energi baru. Bogor dan Bekasi telah menjadi percontohan bagi inisiatif vital ini. Namun, upaya serupa di Jakarta masih menghadapi kendala serius, terutama terkait pengadaan lahan. Oleh karena itu, Hanif mendesak Pemerintah Provinsi Jakarta untuk memberikan perhatian serius terhadap tantangan ini.
Hanif menegaskan bahwa kondisi pencemaran lingkungan di Jakarta, baik pencemaran air maupun pencemaran udara akibat mikroplastik, berada pada tingkat yang sangat serius. “Kami minta segera ini diperhatikan, karena serius kondisi percemarannya cukup besar di Jakarta. Kalau kita tidak segera tangani ya tadi,” kata Hanif. Ia menambahkan, “Selain percemaran air, percemaran udara melalui mikroplastik. Nggak usah didebat lagi, pasti nggak usah teliti lagi. Yang paling penting bagaimana sampah itu segera kita atasi.” Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya tindakan cepat dan konkret tanpa menunda perdebatan lebih lanjut mengenai temuan tersebut.
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, juga menanggapi temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai kandungan mikroplastik pada air hujan di Ibu Kota. Pramono memastikan bahwa Pemerintah Provinsi Jakarta akan memberikan perhatian serius terhadap hasil penelitian yang mengejutkan ini. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, di bawah instruksinya, kini tengah mendalami hasil studi tersebut. Pramono secara spesifik meminta Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, untuk menyampaikan hasil kajian resmi kepada publik setelah penelitian internal selesai.
“Untuk hal yang berkaitan dengan hujan yang mengandung plastik yang ditemukan oleh BRIN, kami sudah melakukan pendalaman. Nanti secara khusus Kepala Dinas Lingkungan Hidup akan menyampaikan ke publik karena mereka juga melakukan penelitian,” jelas Pramono, menunjukkan komitmen Pemprov Jakarta dalam transparansi dan penanganan masalah pencemaran mikroplastik.
Penelitian BRIN mengenai kandungan mikroplastik dalam air hujan di wilayah DKI Jakarta sejatinya telah berlangsung sejak tahun 2018. Temuan substansial ini mengindikasikan bahwa polusi plastik kini telah mencapai atmosfer, menyerukan penanganan yang harus bersifat ilmiah, terukur, dan kolaboratif. Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa perhatian publik terhadap isu ini semakin meningkat setelah hasil penelitian mereka dipublikasikan secara luas.
“Sejak awal kami sudah berkoordinasi dengan DLH DKI Jakarta, yang merespons cepat dan mendorong penelitian lanjutan, baik di perairan Jakarta maupun di air hujan,” ujar Reza pada Sabtu (18/10). Kolaborasi antara institusi riset dan pemerintah daerah ini menjadi krusial dalam mengatasi ancaman mikroplastik yang kini tak hanya mencemari daratan dan lautan, tetapi juga terjatuh dari langit Jakarta, menandakan sebuah alarm lingkungan yang tidak bisa diabaikan.