Shin Tae-yong: Pujian Indonesia, Kontroversi Korea, Apa Rahasianya?

Posted on

Shin Tae-yong, nama yang begitu diagungkan oleh jutaan suporter Timnas Indonesia berkat deretan prestasi historisnya bersama ‘Garuda’, kini justru menghadapi situasi kontras di tanah kelahirannya, Korea Selatan. Sosok yang dielu-elukan sebagai penyelamat di Nusantara, reputasinya di negeri Ginseng justru tengah tercoreng.

Di tengah desas-desus pasca-pemecatan Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia oleh PSSI, harapan agar Shin Tae-yong kembali menukangi skuad ‘Garuda’ untuk memimpin Jay Idzes dan kawan-kawan semakin menguat di kalangan penggemar. Meski demikian, perdebatan sengit juga muncul, dengan sebagian pihak menyarankan PSSI untuk mencari nakhoda baru yang berbeda.

Gelombang dukungan untuk kembalinya Shin bukan tanpa alasan. Pelatih asal Korea Selatan ini telah mengukir sejumlah tinta emas dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sebut saja pencapaian pada awal 2024, ketika ia sukses membawa Timnas Indonesia lolos ke babak gugur Piala Asia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Tak berhenti di situ, di ajang Piala Asia U-23, Shin juga berhasil mengantarkan Timnas U-23 melaju hingga babak semifinal, sebuah torehan impresif yang dihiasi kemenangan atas tim-tim kuat seperti Australia dan Korea Selatan.

Kegemilangan performa Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia tak hanya berhenti di situ, melainkan juga mengamankan tiket penting menuju putaran final Piala Asia 2027. Dengan capaian ini, Shin Tae-yong resmi tercatat sebagai pelatih pertama yang sukses membawa Indonesia lolos secara berturut-turut ke ajang Piala Asia, menegaskan statusnya sebagai pembawa perubahan signifikan.

Lebih jauh lagi, di kancah Kualifikasi Piala Dunia, Shin juga memimpin Timnas Indonesia mematahkan rekor buruk yang telah lama melekat. Di bawah arahannya, ‘Garuda’ sukses mengakhiri puasa kemenangan atas Vietnam yang telah berlangsung selama dua dekade terakhir. Keberhasilan fantastis lainnya adalah kemenangan atas Arab Saudi, sebuah penantian yang berakhir setelah 43 tahun lamanya.

Kendati demikian, harus diakui bahwa selama masa kepelatihannya, Shin Tae-yong belum berhasil mempersembahkan gelar juara dalam bentuk trofi. Ia gagal meraih medali emas SEA Games, tidak mampu meloloskan tim ke Olimpiade, dan juga belum berhasil mengangkat trofi Piala AFF.

Namun, deretan kegagalan dalam meraih gelar juara tersebut tidak lantas mengikis ingatan suporter Indonesia akan jasanya. Shin Tae-yong tetap dikenang sebagai sosok pelatih yang berhasil mencetak sejarah gemilang bersama Timnas Indonesia, sehingga keinginan agar ia kembali menukangi ‘Garuda’ tetap membara di hati para penggemar.

Ironisnya, nama Shin Tae-yong sebenarnya pernah bersinar terang di Korea Selatan, terutama setelah ia sukses membawa Timnas Korea Selatan membungkam Jerman di fase grup Piala Dunia 2018, sebuah kejutan global yang mengangkat reputasinya. Akan tetapi, cahaya itu kini meredup tajam setelah ia secara mengejutkan dipecat dari jabatannya sebagai pelatih Ulsan HD.

Selama menukangi Ulsan HD, Shin memimpin tim dalam 10 pertandingan di berbagai kompetisi, dengan catatan 2 kemenangan, 4 seri, dan 4 kekalahan. Statistik ini, meski kurang impresif, bukanlah penyebab utama yang mencoreng nama besarnya di Korea Selatan.

Menurut laporan mendalam dari media Korea Selatan, Chosun, pemecatan Shin oleh Ulsan HD berakar pada masalah komunikasi yang serius, memicu konflik internal yang tak terhindarkan. Shin disebut-sebut terlalu egois, kerap mengambil keputusan penting secara sepihak tanpa melibatkan masukan dari para pemainnya.

Shin Tae-yong berselisih dengan para pemainnya karena gaya komunikasinya yang ketinggalan zaman,” tulis Chosun, merincikan. “Ia juga menyebabkan perselisihan internal dengan mengumumkan rencana perombakan susunan pemain secara terbuka tanpa berkonsultasi dengan klub.” Menanggapi tuduhan tersebut, Shin Tae-yong dalam pembelaannya justru mengklaim adanya “pemberontakan” dari skuad Ulsan HD terhadap dirinya. Namun, kubu Ulsan menanggapi balik dengan tuduhan lebih serius, yakni dugaan kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan oleh Shin.

Tak hanya isu komunikasi, rumor lain yang beredar luas menuduh Shin terlalu sering menghabiskan waktu bermain golf. Meskipun Shin sendiri telah memberikan klarifikasi yang tegas menolak semua tuduhan tersebut, isu ini belum sepenuhnya mereda. Hal ini diperparah oleh selebrasi gol para pemain Ulsan HD belum lama ini yang secara mencolok menirukan gestur pemain golf, disinyalir sebagai sindiran tajam terhadap kinerja Shin selama melatih di sana.

“Saya tidak berpikir akan bermain golf di Ulsan, jadi saya memasukkan tas golf ke dalam bus klub untuk dikirim ke rumah saya di Seongnam,” ujar Shin, membela diri seperti dikutip dari KBS, menegaskan bahwa niatnya bukanlah bermain golf di kota tersebut.

Menyikapi insiden ini, kolega Shin sesama pelatih, Hwang Sun-hong, menawarkan perspektif lain, memandang permasalahan ini sebagai isu budaya tim yang lebih luas. Menurut Hwang, gaya komunikasi yang efektif dengan pemain muda, khususnya Generasi Z, telah banyak berubah dibandingkan dengan era sebelumnya.

“Seiring perubahan zaman, kepemimpinan harus berevolusi. Jika Anda terlalu condong ke satu sisi, masalah akan muncul,” jelas Hwang, sebagaimana dikutip dari Daum. “Saya juga merasa sulit berkomunikasi dengan para pemain Generasi Z. Namun, seorang pemimpin harus memahami dan memperhatikan generasi tersebut.” Ia kemudian menyimpulkan, “Hubungan antara manajer dan para pemain, serta manajemen dan penggemar, sangatlah penting. Seorang pemimpin harus mampu merangkul semua anggota,” menekankan pentingnya inklusivitas dalam kepemimpinan modern.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *