
Pernahkah Anda berhenti sejenak untuk memikirkan keajaiban gelombang mikro? Hari ini, frekuensi tak kasat mata ini meresapi hampir setiap aspek kehidupan modern. Lebih dari sekadar memanaskan makanan di oven microwave, gelombang mikro adalah tulang punggung komunikasi ponsel, teknologi nirkabel seperti Wi-Fi dan Bluetooth, sistem radar pesawat dan kapal, terapi kanker, bahkan menjadi kunci dalam mengungkap asal-usul alam semesta. Bagaimana gelombang yang begitu sederhana bisa memiliki jangkauan aplikasi yang begitu luas dan mendalam?
Kisah menakjubkan gelombang mikro dimulai dengan sentuhan drama di jantung Vatikan. “Semoga ini berhasil. Paus sedang mengawasi.” Mungkin itulah bisikan Guglielmo Marconi pada dirinya sendiri saat memasang antena khusus di taman Vatikan, di bawah tatapan langsung Paus Pius XI. Antena ini bukan sekadar alat, melainkan bagian dari sistem komunikasi radio canggih yang menghubungkan Vatikan dengan kediaman musim panas Paus. Yang membuatnya istimewa, sistem ini adalah pelopor penggunaan gelombang mikro, atau gelombang radio dengan frekuensi sangat tinggi, untuk tujuan komunikasi praktis.
Tak berhenti di situ, Marconi juga menciptakan sistem komunikasi gelombang mikro portabel yang dipasang di mobil, memungkinkan Paus tetap terhubung saat bepergian. Beberapa pihak bahkan menyebut ini sebagai cikal bakal “telepon seluler pertama”, meskipun ukurannya masih sangat besar. Momen bersejarah pada tahun 1932 ini menjadi titik awal penting dalam perjalanan penggunaan gelombang mikro yang kita kenal sekarang. Marconi, yang telah dianugerahi Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1909 atas kontribusinya pada telegrafi nirkabel atau radio, telah berhasil mengoptimalkan bagian unik dari spektrum radio ini.
Pengaruh Ilmuwan India yang Brilian
Namun, jauh sebelum era Marconi, ada seorang ilmuwan India brilian bernama Jagadish Chandra Bose yang telah merintis eksperimen dengan gelombang mikro. Pada tahun 1895, Bose secara menakjubkan mendemonstrasikan bagaimana “gelombang milimeter” —frekuensi yang kini menjadi dasar jaringan 5G— dapat membunyikan lonceng atau bahkan menembakkan senjata dari jarak jauh. Penemuan ini menunjukkan betapa visionernya Bose, yang karyanya mungkin menginspirasi eksplorasi Marconi.
Pada 12 Desember 1901, Marconi sendiri memulai petualangan eksplorasi yang monumental. Berjam-jam ia duduk di sebuah gubuk terpencil di tebing Newfoundland, hingga akhirnya terdengar “pip-pip-pip” di headphone-nya, sebuah kode Morse untuk huruf S. Dengan euforia, ia menyerahkan headphone itu kepada rekannya dan bertanya, “Apakah kamu mendengar sesuatu?” Rekannya mengonfirmasi. Ini adalah transmisi radio transatlantik pertama, sinyal yang melintasi 2.000 mil dari Inggris, memecahkan rekor sebelumnya yang hanya 80 mil. Menariknya, pada momen itu Marconi belum menggunakan gelombang mikro secara langsung, melainkan perangkat bernama “coherer”, detektor sinyal radio sederhana yang diyakini dirancang oleh Bose.
Dari Perang Dunia II hingga Magnetron Popcorn
Temuan gelombang mikro oleh Bose pada masanya mungkin terlalu jauh ke depan sehingga hanya dianggap sebagai keunikan belaka. Namun, Perang Dunia II mengubah persepsi itu secara drastis. Di tengah kekacauan global, kebutuhan akan teknologi radar menjadi sangat mendesak. Radar memungkinkan militer mendeteksi pesawat musuh dengan memantulkan sinyal radio. Perangkat gelombang mikro berdaya tinggi yang disebut “magnetron rongga”, cukup kecil untuk dipasang di pesawat, menjadi kunci kemenangan bagi negara-negara Sekutu.
Dari medan perang, inovasi gelombang mikro melangkah ke dapur rumah tangga. Perangkat magnetron lain yang memancarkan gelombang mikro secara tak terduga menginspirasi insinyur Raytheon, Percy Spencer, untuk menciptakan oven microwave pada tahun 1945. Kisah penemuannya sangat menarik: dimulai ketika sebatang cokelat kacang di sakunya meleleh saat ia berjalan melewati magnetron di laboratorium. Tak lama kemudian, ketika ia memegang kantong popcorn di dekatnya, popcorn itu “meledak di seluruh laboratorium”, seperti yang ia kenang dalam artikel Reader’s Digest. Momen kebetulan inilah yang melahirkan salah satu peralatan dapur paling revolusioner di abad ke-20.
Lalu, bagaimana sebenarnya gelombang mikro bekerja di dalam oven microwave kita? Pada frekuensi tertentu, gelombang mikro secara efisien merangsang molekul air dan lemak di dalam makanan, menyebabkan molekul tersebut bergetar dengan cepat dan menghasilkan panas. Untuk oven microwave, frekuensi standar yang digunakan adalah 2,4 gigahertz (GHz) —sama persis dengan frekuensi yang dipakai oleh banyak router Wi-Fi. Namun, jangan salah, router memancarkan gelombang mikro pada daya yang jauh lebih rendah, jadi jangan harap bisa membuat popcorn sambil asyik berselancar di internet!
Menurut Caroline Ross dari MIT, pemilihan frekuensi yang tepat sangat krusial untuk proses memasak yang efektif. Frekuensi 2,4 GHz memungkinkan gelombang mikro menembus makanan dengan baik dan memastikan penyerapan yang merata oleh molekul. Ross menjelaskan, “Saat frekuensi dinaikkan, misalnya hingga puluhan gigahertz, justru gelombangnya sukar menembus hingga ke dalam yang berpotensi membuat makanan di bagian dalamnya sulit matang.” Ini menunjukkan betapa presisinya ilmu di balik alat dapur sehari-hari kita.
Sindrom Havana dan Sisi Gelap Gelombang Mikro
Namun, di balik segala keajaiban dan kemudahan yang ditawarkan, gelombang mikro juga pernah dikaitkan dengan fenomena misterius dan mengkhawatirkan: “Sindrom Havana”. Gangguan kesehatan ini pertama kali dilaporkan oleh diplomat Amerika, khususnya di Havana, Kuba, dan dikenal sebagai dugaan “gangguan pendengaran akibat gelombang mikro“. Para korban Sindrom Havana melaporkan gejala aneh seperti suara berderit di telinga, tekanan kepala, pusing, mual, dan bahkan kehilangan memori. Spekulasi pun bermunculan, menduga bahwa gelombang mikro mungkin digunakan sebagai bentuk serangan tersembunyi oleh musuh.
Meskipun demikian, beberapa ahli telah menyanggah hipotesis ini. Profesor emeritus James Lin dari Universitas Illinois Chicago, misalnya, menawarkan penjelasan ilmiah untuk gejala pendengaran tersebut. Pada tahun 1970-an, Lin bahkan melakukan eksperimen pribadi untuk mereproduksi efek ini. “Saya menggunakan diri saya sendiri sebagai kelinci percobaan,” ujarnya. Ia memasang antena gelombang mikro dan mengarahkannya ke kepalanya, dengan hati-hati menjaga daya tetap rendah untuk menghindari pemanasan otak. “Saya bisa mendengar pulsa gelombangnya. Fakta bahwa saya masih hidup, saya kira itu tidak terlalu buruk,” candanya. Menariknya, gangguan pendengaran serupa juga pernah dialami oleh orang-orang yang tinggal di dekat stasiun radar gelombang mikro selama masa perang.
Bisakah Manusia Mendengar Alam Semesta Melalui Gelombang Mikro?
Terlepas dari kontroversi dan potensi risiko, kemampuan gelombang mikro untuk memukau manusia tak terbantahkan. Salah satu fungsi paling spektakuler adalah perannya dalam mengungkap asal-usul alam semesta. Pada awal 1960-an, astronom Amerika Serikat Arno Penzias dan Robert Woodrow Wilson mendeteksi suara bising atau gangguan statis yang persisten saat menggunakan antena berbentuk corong besar sebagai teleskop radio. Mereka awalnya mengira suara itu disebabkan oleh kotoran merpati di antena, bahkan membersihkan peralatan tersebut secara menyeluruh.

Namun, suara yang mereka dengar ternyata adalah suara alam semesta itu sendiri. Seperti yang dijelaskan Sean McGee dari Universitas Birmingham, “Ini adalah gambaran awal dari masa awal.” Penzias dan Wilson telah menemukan “radiasi gelombang mikro kosmik” (CMB) —jejak samar yang tersisa dari Big Bang, ledakan dahsyat yang melahirkan alam semesta sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Atas penemuan monumental ini, keduanya berbagi setengah dari Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1978.
Jika kini gelombang mikro berfungsi sebagai penghubung komunikasi kita sehari-hari, dari telepon hingga Wi-Fi, mungkin kita bisa melihatnya sebagai cara alam semesta berkomunikasi dengan kita. Sebuah frekuensi universal yang tidak hanya memungkinkan kita terhubung satu sama lain, tetapi juga membantu kita memahami bagaimana segala sesuatu dimulai. Sebuah bukti nyata akan keajaiban tak terbatas dari gelombang yang tak kasat mata ini.
Konten ini dibuat sebagai produksi bersama antara Nobel Prize Outreach dan BBC.
- Meteor melintasi Cirebon dan jatuh di Laut Jawa – Seberapa besar ukuran dan apa dampaknya?
- Dapatkah ombak laut jadi sumber listrik di rumah kita?
- Seberapa besar dampak penggunaan gawai pada otak anak-anak?



