Pada perdagangan Jumat (31/10/2025), harga emas dunia mengalami pelemahan, tertekan oleh ketidakpastian terkait potensi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed). Meski demikian, logam mulia ini menunjukkan ketahanan dengan tetap berada di jalur kenaikan bulanan ketiganya secara berturut-turut, menyoroti daya tariknya di tengah gejolak pasar. Tercatat, harga spot emas turun 0,6% mencapai US$4.001,74 per ons pada pukul 13.49 waktu setempat, sementara kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ditutup melemah 0,5% pada US$3.996,5 per ons. Sepanjang bulan ini, harga emas berhasil mencatat kenaikan signifikan sekitar 3,7%.
Kinerja emas pada hari itu semakin tertahan oleh penguatan indeks dolar AS. Indeks mata uang Negeri Paman Sam tersebut kini berada di dekat level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, sebuah kondisi yang secara langsung membuat harga emas yang diperdagangkan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi para pemegang mata uang lain, sehingga mengurangi permintaannya.
Perdebatan mengenai pemangkasan suku bunga The Fed semakin memanas, memicu volatilitas pada harga emas. Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland, Beth Hammack, pada Jumat lalu secara tegas menyatakan penolakannya terhadap keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga pada pekan tersebut. Menurut Hammack, kebijakan moneter harus tetap dijaga ketat untuk menekan inflasi yang masih tinggi, sebuah pandangan yang memberikan sentimen bearish bagi pasar logam mulia.
Pernyataan Hammack, yang disoroti oleh Tai Wong, analis logam independen, memberikan tekanan signifikan pada harga emas. Wong menjelaskan bahwa Hammack adalah presiden regional ketiga yang secara terbuka menentang pemangkasan suku bunga lebih lanjut di tengah inflasi yang masih tinggi, mengisyaratkan bahwa pasar mungkin terlalu optimistis dalam proyeksi penurunan suku bunga The Fed. Sebelumnya, meskipun The Fed telah melakukan pemangkasan suku bunga pada Rabu lalu, komentar bernada hawkish dari Ketua The Fed, Jerome Powell, telah meredam euforia pasar, membuat ekspektasi untuk pemangkasan suku bunga berikutnya pada Desember anjlok menjadi 63% dari lebih 90% di awal pekan, menurut data CME FedWatch.
Meskipun secara tradisional emas cenderung kehilangan daya tariknya saat suku bunga menguat karena tidak menawarkan imbal hasil, harga emas telah menunjukkan kinerja yang luar biasa, melonjak 53% sepanjang tahun ini. Bahkan, logam mulia ini sempat menyentuh rekor tertinggi di US$4.381,21 per ons pada 20 Oktober. Dalam analisisnya, Morgan Stanley menilai harga emas masih memiliki potensi kenaikan signifikan, ditopang oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga, arus masuk yang stabil ke exchange-traded fund (ETF) emas, aktivitas pembelian yang kuat dari bank sentral, serta ketidakpastian ekonomi global yang berkelanjutan. Bank investasi ini optimis, memperkirakan harga emas akan rata-rata berada di level US$4.300 per ons pada paruh pertama 2026.
Di tengah dinamika pasar yang kompleks, faktor geopolitik turut mewarnai pergerakan harga emas. Presiden AS Donald Trump pada Kamis lalu mengumumkan rencananya untuk menurunkan tarif terhadap China dari 57% menjadi 47%, dengan syarat Beijing bersedia menindak perdagangan fentanyl ilegal, melanjutkan pembelian kedelai dari AS, dan menjaga pasokan ekspor logam tanah jarang. Perkembangan ini menambah lapisan ketidakpastian dalam hubungan internasional yang dapat memengaruhi sentimen investor terhadap logam mulia sebagai aset safe haven.
Selain emas, pergerakan logam mulia lainnya juga menunjukkan volatilitas. Harga perak spot terpantau turun 0,4% menjadi US$48,73 per ons. Demikian pula, platinum melemah 1,7% ke level US$1.583,41 per ons, dan palladium terkoreksi 0,4% menjadi US$1.440,02 per ons, mencerminkan sentimen pasar yang serupa terhadap komoditas berharga lainnya.



