caristyle.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Selasa (4/11/2025) dengan koreksi 0,40%, ditutup pada level 8.241. Pelemahan IHSG ini dipicu oleh dua sentimen utama: depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan sikap kehati-hatian pelaku pasar yang menanti rilis data ekonomi krusial pekan ini.
Oktavianus Audi, VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas, menyoroti beberapa faktor signifikan di balik pergerakan IHSG. Salah satunya adalah tekanan berkelanjutan pada rupiah akibat kebijakan Bank Indonesia (BI) yang agresif memangkas suku bunga acuan hingga 150 basis poin sejak September 2024 sampai Oktober 2025.
Ia menjelaskan, pelonggaran moneter tersebut telah mempersempit selisih suku bunga antara Bank Indonesia dan The Federal Reserve (The Fed), secara otomatis meningkatkan sensitivitas rupiah terhadap fluktuasi dolar AS. Ketidakpastian pasar turut diperparah oleh sinyal ‘campuran’ dari The Fed terkait potensi pemangkasan suku bunga pada Desember 2025.
IHSG Rebound di Awal November, Cermati Saham yang Paling Banyak Dijual Asing Kemarin
Selain itu, kinerja emiten yang melambat pada kuartal III-2025 dan pelemahan harga komoditas global juga menjadi beban bagi IHSG. Tercatat, harga emas merosot di bawah US$ 4.000 per ons troi, sementara harga minyak mentah anjlok 1,4% di tengah kekhawatiran akan kelebihan pasokan dari OPEC+.
Kendati demikian, Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai koreksi IHSG masih dalam batas kewajaran dan merupakan bagian dari fase uptrend. Menurutnya, IHSG berpotensi melanjutkan konsolidasi dengan level support kuat di 8.206 dan resistance di 8.272.
IHSG Diproyeksikan Masih Rawan Terkoreksi pada Rabu (5/11/2025)
Untuk perdagangan Rabu (5/11), pergerakan IHSG diperkirakan akan sangat dipengaruhi oleh dua sentimen makro ekonomi: rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat dan data pertumbuhan ekonomi (PDB) Indonesia. Oktavianus Audi memproyeksikan IHSG akan bergerak cenderung melemah dengan rentang support 8.150 dan resistance 8.320. Ia menambahkan, jika data pekerjaan AS menunjukkan pelemahan, ini dapat membuka peluang bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter, sebuah katalis positif yang sangat dinantikan oleh pasar saham.



