Prabowo Bangun Kereta Luar Jawa, BHS Beri Dukungan Penuh!

Posted on

Anggota Komisi VII DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, M.I.Pol., menyambut baik dan memberikan apresiasi atas rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengembangkan jaringan kereta api di luar Pulau Jawa. Langkah strategis ini, menurutnya, sangat krusial dalam memperkuat infrastruktur angkutan logistik, memfasilitasi distribusi hasil sumber daya alam, serta melayani angkutan massal penumpang yang efisien.

Pria yang akrab disapa BHS ini menegaskan bahwa inisiatif Presiden Prabowo tersebut selaras dengan visi besar pemerataan pembangunan dan percepatan pertumbuhan ekonomi di berbagai pelosok Indonesia, khususnya wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa yang selama ini mungkin kurang terjangkau. Ia menambahkan bahwa pembangunan jaringan kereta api bukanlah konsep baru, melainkan telah dimulai sejak era kolonial Belanda. Kala itu, pengembangan difokuskan di empat pulau besar, yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan total panjang rel mencapai sekitar 7.300 kilometer.

Sebagai contoh konkret, BHS menyoroti Pulau Sumatera yang telah memiliki sekitar 2.200 kilometer jalur rel. Jalur ini telah dimanfaatkan untuk transportasi publik dan logistik berskala besar, sebuah konsep yang sebenarnya sudah mengarah pada cikal bakal sistem kereta api Trans Sumatera. Oleh karena itu, BHS berharap pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan, dapat menjadikan kelanjutan pembangunan sistem rel konvensional di luar Jawa sebagai salah satu prioritas nasional yang tak terelakkan.

BHS secara spesifik mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan penyelesaian pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang masih menyisakan sekitar 1.300 kilometer belum terealisasi. Targetnya adalah menyambungkan jalur Trans Sumatera secara utuh dari Lampung hingga Aceh. Ia memperkirakan bahwa dengan biaya pembangunan rel sekitar Rp 40 miliar per kilometer, total kebutuhan dana untuk menuntaskan proyek strategis ini hanya sekitar Rp 52 triliun. “Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya, menyoroti dampak besar investasi ini.

Lebih lanjut, BHS juga mengusulkan pengadaan tambahan 100 rangkaian kereta api atau rolling stock. Dengan perkiraan biaya Rp 100 miliar per rangkaian, total investasi untuk armada ini mencapai sekitar Rp 10 triliun. Rangkaian ini akan terdiri dari kereta penumpang berkapasitas 10 gerbong lengkap dengan lokomotif, serta sebagian lagi difokuskan untuk kereta barang (logistik) dengan 30 gerbong per rangkaian beserta lokomotifnya. Manfaatnya sangat signifikan; sistem kereta api konvensional ini diproyeksikan mampu memindahkan jutaan penumpang setiap tahun, serta mengangkut miliaran ton logistik dari sumber daya alam (SDA) maupun hasil pertanian (agriculture) yang melimpah dari wilayah Sumatera.

Tidak hanya Sumatera, BHS juga menyoroti potensi besar di Sulawesi. Proyek Trans Sulawesi sepanjang 1.750 kilometer diperkirakan membutuhkan biaya tidak lebih dari Rp 60 triliun. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dampaknya yang luar biasa bagi ekonomi wilayah sekitar. Dengan adanya transportasi massal kereta api di Sulawesi, ekonomi pulau ini akan berkembang pesat, mampu mengangkut miliaran ton logistik sumber daya alam seperti agrikultur dan jutaan penumpang per tahun secara lebih efektif dan efisien.

Secara keseluruhan, BHS optimistis bahwa dengan biaya yang tidak lebih dari Rp 200 triliun, proyek Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi. Implementasi kedua proyek vital ini akan secara signifikan memacu pertumbuhan ekonomi di sekitar 10 provinsi di Sumatera dan 6 provinsi di Sulawesi. Hal ini akan memicu geliat ekonomi lokal dan menciptakan pemerataan ekonomi yang merata berkat hadirnya transportasi publik massal. Ia menekankan, “Karena yang lebih bisa menumbuhkan ekonomi adalah perpindahan logistik yang cepat dalam jumlah besar daripada perpindahan penumpang.”

Di Provinsi Aceh, BHS menyatakan bahwa pembangunan sistem kereta api sangat mendesak. Ini diperlukan untuk mengantisipasi pembangunan infrastruktur pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri, sekaligus untuk berkompetisi dengan Singapura dan Malaysia. Kedua negara tetangga tersebut telah lama mendominasi sebagian besar lalu lintas logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1.

“Dengan potensi pasar Singapura dan Malaysia yang masing-masing mencapai 30 juta TEUS per tahun, ditambah wacana pembangunan Selat Kra di Thailand, kita harus berusaha mengambil pangsa pasar tersebut dengan membangun sistem transportasi kereta api di Sumatera,” ujar BHS. Tujuannya adalah untuk mengangkut bahan mentah (raw material) menuju industri pengolahan menjadi bahan jadi di Sumatera, yang kemudian dapat didistribusikan ke Jawa, wilayah domestik lainnya, maupun untuk diekspor.

Oleh karena itu, pemerintah RI diharapkan meninjau kembali dan memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia. Prioritas ini ditekankan karena kemampuannya dalam memindahkan logistik maupun penumpang dalam jumlah yang jauh lebih besar, yang esensial untuk mewujudkan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia. “Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta-Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi,” pungkasnya, menggarisbawahi tahapan pembangunan infrastruktur yang strategis dan berorientasi jangka panjang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *