Keajaiban Ghibli: Lanskap Jepang yang Menginspirasi, Wajib Dikunjungi!

Posted on

Saat Studio Ghibli merayakan ulang tahun ke-40 yang monumental tahun ini, kami mengajak Anda menyelami langsung keajaiban yang menginspirasi karya-karya animasinya. Ikuti perjalanan kami menelusuri hutan purba, pemandian air panas kuno, dan desa-desa memesona di Jepang yang menjadi ‘kanvas’ bagi film-film ikonik mereka. Kami juga bertemu dengan para penjaga yang berdedikasi untuk melestarikan pesona magis ini.

Dunia sinematik Studio Ghibli, dengan 23 film panjangnya, telah memukau penonton global melalui lanskap yang terasa fantastis sekaligus akrab. Dari hutan cedar diselimuti lumut tebal, rumah pemandian air panas yang misterius, hingga hutan rimbun di tepi kota, studio asal Jepang ini mahir menghadirkan dunia tempat kurosuke berlarian dan bus kucing raksasa melayang bebas, di mana batas antara kenyataan dan fantasi luluh menjadi satu kesatuan yang menakjubkan.

Namun, tahukah Anda bahwa banyak dari latar belakang yang dicintai para penggemar ini tidak sepenuhnya lahir dari imajinasi murni? Sebagian besar terinspirasi oleh tempat-tempat nyata di penjuru Jepang—beberapa di antaranya merupakan situs sakral, beberapa lagi terancam punah, namun semuanya dijaga dengan penuh dedikasi. Dalam rangka perayaan empat dekade Studio Ghibli ini, mari kita jelajahi lokasi-lokasi istimewa yang membentuk jiwa dari beberapa film Studio Ghibli paling legendaris.

Yakushima: Hutan sakral dalam Princess Mononoke

Dalam adegan pembuka film mahakarya Princess Mononoke (1997), kita disuguhi pemandangan seekor babi hutan raksasa menerobos hutan purba yang diselimuti kabut. Pohon-pohon raksasa menjulang tinggi, dan aura roh-roh kuno terasa kuat di antara dedaunan. Latar yang begitu memesona ini secara luas diyakini terinspirasi oleh keindahan mistis Yakushima, sebuah pulau Situs Warisan Dunia UNESCO yang terletak di lepas pantai Kyushu, Jepang. Pulau ini bukan hanya kekayaan alam, melainkan juga situs spiritual yang sangat dijaga.

Di Yakushima, waktu seolah berhenti di antara pohon-pohon cedar berusia ribuan tahun yang tumbuh subur di tengah hamparan lumut tebal. Hujan yang nyaris tak pernah berhenti menyirami pulau ini telah menciptakan hutan yang begitu lebat dan hijau, sebuah habitat alami yang konon menjadi rumah bagi kodama, roh-roh pohon yang misterius. “Ke mana pun saya melihat—atas, bawah, depan, belakang—semuanya hijau,” kenang Yumi Takahashi, seorang pekerja kantoran dari Tokyo yang baru saja mengunjungi pulau Yakushima. “Rasanya seperti berada di dasar laut, tetapi dikelilingi oleh hutan, bukan air. Benar-benar mistis.”

Taro Watanabe, Kepala Kantor Panduan Sangku Taro yang memimpin ekspedisi gunung di Yakushima, mengonfirmasi dampak Studio Ghibli. “Bahkan sekarang, banyak penggemar datang ke Yakushima karena Princess Mononoke,” ujar Watanabe. Namun, ia juga menambahkan, “Beberapa tahun terakhir, pariwisata sebenarnya mulai menurun. Saya berharap lebih banyak orang akan datang untuk merasakan sendiri keindahan alam pulau yang tak tertandingi ini.” Ini menjadi kesempatan bagi lebih banyak orang untuk mengenal dan menghargai keunikan Yakushima.

Secara ekologis, hutan Yakushima memiliki keunikan yang luar biasa, membentang dari garis pantai subtropis hingga puncak pegunungan alpin yang dingin. Keragaman hayati yang kaya ini mencakup berbagai spesies tumbuhan endemik yang tak ditemukan di belahan dunia lain. Namun, ekosistem yang rapuh ini menghadapi ancaman serius, mulai dari populasi rusa yang berlebihan hingga perubahan iklim global yang memicu longsor. Ancaman-ancaman ini menyoroti pentingnya upaya konservasi yang berkelanjutan.

Demi menjaga keseimbangan alamnya yang berharga, para konservasionis dan pemandu lokal bekerja sama erat dengan UNESCO serta lembaga pemerintah. Mereka berupaya membatasi dampak pariwisata, melindungi pohon-pohon cedar purba, dan memulihkan area hutan yang rusak. Semua upaya ini dilakukan dengan satu tujuan mulia: memastikan bahwa lanskap magis Yakushima, yang begitu memukau dalam Princess Mononoke, akan tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Dōgo Onsen: Rumah pemandian dalam Spirited Away

Sebuah jembatan merah melengkung anggun, mengarah ke sebuah rumah pemandian yang menjulang tinggi, jendelanya terang benderang memancarkan cahaya hangat di tengah kegelapan malam. Inilah gambaran ikonik dari wilayah kekuasaan Yubaba, sang penyihir serakah yang mengelola rumah pemandian misterius dalam film pemenang Oscar, Spirited Away. Latar fantasi ini selalu dikaitkan erat dengan keberadaan Dōgo Onsen Honkan yang megah di Matsuyama, Prefektur Ehime.

Diperkirakan telah berusia sekitar 3.000 tahun, Dōgo Onsen merupakan salah satu pemandian air panas tertua dan paling bersejarah di Jepang. Koridornya yang berliku, lantai kayunya yang berderit lembut, dan atap gentengnya yang bertumpuk menyerupai pagoda, semuanya memancarkan pesona kuno yang tak lekang oleh waktu. Arsitektur dan atmosfer unik inilah yang diyakini telah memikat hati Hayao Miyazaki, salah satu pendiri Studio Ghibli, saat merancang dunia Spirited Away.

Meskipun Miyazaki tidak pernah secara langsung mengonfirmasi Dōgo Onsen sebagai satu-satunya sumber inspirasinya, nama “Dōgo” sendiri muncul dalam papan cerita awal film Spirited Away. Selain itu, menara pengawas khas dan kamar-kamar yang berderet di Dōgo Onsen jelas tergambar dalam detail rumah pemandian Aburaya yang menjadi pusat cerita. “Tamu-tamu sering bilang, ‘Ini rumah pemandian di Spirited Away kan?'” kata Kazuya Watanabe, staf humas di Konsorsium Dōgo Onsen, membenarkan kuatnya asosiasi ini. “Kami sering sekali mendengar omongan itu.”

Saat ini, Dōgo Onsen dengan hangat menyambut para pengunjung, baik mereka yang datang untuk menikmati ritual berendam air panas yang menenangkan maupun mereka yang ingin bernostalgia dengan dunia magis Ghibli. Setelah menjalani restorasi besar-besaran yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2024, rumah pemandian bersejarah ini siap kembali dibuka untuk umum dengan kejayaan baru dan telah diakui sebagai Warisan Budaya Penting Jepang, menegaskan statusnya sebagai permata arsitektur dan sejarah.

“Kami ingin mewariskan tempat ini kepada generasi berikutnya,” tutur Watanabe, menekankan pentingnya pelestarian. “Ini adalah harta berharga bagi Matsuyama, dan kami berharap keindahannya akan tetap lestari sampai bertahun-tahun yang akan datang.” Kehadiran Dōgo Onsen tidak hanya sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai penjaga kisah dan tradisi Jepang kuno yang terus hidup.

Baca juga:

  • Panduan lengkap menonton 21 film Studio Ghibli
  • Tren gambar ChatGPT ala Studio Ghibli memantik perdebatan di medsos soal hak cipta dan masa depan seni
  • Tidur di sekolah tua, konsep liburan yang menyelamatkan daerah pinggiran Jepang

Perbukitan Sayama: Hutan di dalam My Neighbor Totoro

Di antara semua karakter fantastis ciptaan Studio Ghibli, mungkin tidak ada yang lebih ikonik dan dicintai dibanding Totoro, roh hutan bertubuh bulat seperti bantal besar. Totoro yang menggemaskan ini tinggal di antara pepohonan kamper raksasa dan hamparan sawah hijau dalam film My Neighbor Totoro. Latar pedesaan yang menenangkan dalam film ini, dengan segala pesonanya, ternyata terinspirasi dari sebuah tempat nyata di Jepang.

Perbukitan Sayama, membentang seluas 3.500 hektare melintasi perbatasan Prefektur Tokyo dan Saitama, adalah lanskap yang menjadi inspirasi utama. Kawasan ini merupakan perpaduan harmonis antara hutan lebat, ladang subur, sawah yang menghijau, dan lahan basah yang kaya. Hayao Miyazaki sendiri pernah tinggal di sekitar kawasan ini, dan Studio Ghibli secara terbuka mengakui bahwa perbukitan Sayama menjadi salah satu sumber inspirasi mendalam bagi kisah Satsuki dan Mei dengan Totoro.

Sebagian besar area yang kini dikenal sebagai “Hutan Totoro” ini dilindungi dengan cermat oleh Yayasan Totoro no Furusato, sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1990 dengan dukungan langsung dari Miyazaki. Hutan-hutan ini tersebar unik, ada yang tersembunyi di antara rumah-rumah penduduk, ada yang membentang di tepi aliran sungai kecil, dan tak sedikit pula yang memeluk tepian Danau Sayama. Lanskap ini dengan indah menggambarkan pedesaan tradisional Jepang yang dulunya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, membangkitkan nostalgia akan masa lalu.

Jalanan berliku dan sempit yang melintasi kawasan ini terasa seperti jalan setapak misterius yang dilalui Mei saat ia menjelajah hutan dalam My Neighbor Totoro. Dari punggungan bukit, para pengunjung dapat menikmati pemandangan Danau Sayama yang tenang, permukaannya memantulkan bayangan megah Gunung Fuji saat hari cerah, menciptakan panorama yang menakjubkan dan mengingatkan pada keajaiban alam Jepang.

Sebuah rumah pedesaan berusia 120 tahun, yang dikenal sebagai Kurosuke’s House, menjadi representasi fisik yang kuat dari rumah tua kosong di pedesaan tempat keluarga dalam My Neighbor Totoro menemukan tempat berlindung. Rumah kayu ini masih mempertahankan pesona Jepang tempo dulu, lengkap dengan ruang berlantai tatami tradisional, pintu geser fusuma yang khas, dan sekat kertas shoji yang elegan. Di dalamnya, pengunjung akan menemukan replika lucu “soot sprites” atau roh debu, yang seolah-olah berlarian di balik bayangan, persis seperti di dalam film.

Halamannya juga dipenuhi dengan benda-benda nostalgia yang membawa pengunjung seolah melangkah mundur ke masa lalu, seperti gudang pengering teh tua dan sumur pompa tangan yang masih berfungsi. Sejak berdirinya, Yayasan Totoro no Furusato telah berhasil membeli lebih dari 50 bidang hutan untuk mencegah pengembangan perkotaan yang dapat merusak keaslian kawasan ini. Upaya ini menunjukkan komitmen kuat terhadap konservasi lingkungan.

Para sukarelawan dan wisatawan aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, mulai dari membersihkan semak belukar, memangkas pohon, hingga memperbaiki jalur hiking, menjaga kelestarian “Hutan Totoro” ini. Sementara itu, staf di Kurosuke’s House secara rutin menyelenggarakan lokakarya dan memandu tur, menjelaskan kerja-kerja konservasi mereka dan mengapa hutan-hutan ini harus dilestarikan. “Para pengunjung sering takjub ketika mengetahui soal hutan dan upaya dari bawah untuk berusaha mempertahankannya,” kata Mie Nahazawa dari Yayasan Totoro no Furusato, menggambarkan antusiasme publik.

Artikel versi Bahasa Inggris berjudul The Japanese landscapes that inspired Studio Ghibli films dapat Anda baca di BBC Travel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *