JAKARTA – Nama Marsinah, seorang buruh perempuan gigih asal Jawa Timur yang telah lama menjadi ikon perjuangan kelas pekerja, kini resmi diakui sebagai Pahlawan Nasional. Penetapan gelar kehormatan ini dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, memicu perhatian luas dari publik.
Keputusan tersebut menjadi sorotan bukan hanya karena pengakuan negara yang akhirnya diberikan kepada Marsinah, tetapi juga karena daftar penganugerahan itu turut menyertakan nama Jenderal Besar TNI Soeharto. Kehadiran Soeharto, sosok sentral yang identik dengan rezim Orde Baru—era di mana Marsinah wafat secara tragis—menciptakan sebuah kontras historis yang mendalam. Penetapan ini merupakan bagian dari penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh, termasuk Soeharto, yang juga telah memperoleh persetujuan signifikan dari publik, dengan survei KedaiKOPI menunjukkan 80,7% responden setuju Soeharto mendapat gelar tersebut.
Marsinah dikenal luas sebagai seorang buruh di PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo. Dengan keberaniannya, ia aktif membela dan memperjuangkan hak-hak pekerja, khususnya terkait tuntutan upah layak dan kesejahteraan buruh. Namun, perjuangannya berakhir tragis. Pada Mei 1993, setelah memimpin aksi mogok kerja besar-besaran menuntut kenaikan upah, Marsinah ditemukan meninggal dunia dengan tanda-tanda penyiksaan yang keji.
Kasus kematian Marsinah kala itu tidak hanya mengguncang Indonesia tetapi juga menarik perhatian dunia internasional. Ironisnya, hingga saat ini, para pelaku pembunuhannya tak pernah terungkap secara tuntas, meninggalkan luka yang menganga dalam sejarah keadilan. Banyak pihak menduga kuat adanya keterlibatan aparat keamanan negara pada masa itu, mengingat ketatnya konteks politik dan represi brutal terhadap gerakan buruh di bawah kekuasaan Orde Baru.
Lebih dari tiga dekade berselang sejak peristiwa kelam tersebut, nama Marsinah akhirnya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional. Pengakuan ini melampaui sekadar gelar; ia adalah sebuah pengakuan moral tertinggi terhadap perjuangan tak kenal lelah kaum buruh, khususnya perempuan, yang berani bersuara melawan penindasan. Penghargaan ini juga dimaknai sebagai langkah simbolis yang mengembalikan kehormatan Marsinah dan para pejuang yang melawan ketidakadilan di tengah keterbatasan.
Perjalanan pengajuan gelar Pahlawan Nasional bagi Marsinah ternyata tidak singkat. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan bahwa nama aktivis buruh tersebut sebenarnya sudah pernah diajukan sejak tahun 2022. Namun, saat itu, kelengkapan dokumen pendukung dinilai masih sangat minim. “Sebetulnya kalau Marsinah itu dari 2022 sudah pernah diajukan. Cuma kelengkapannya itu memang masih sangat minim,” ujar Khofifah kepada wartawan sebelum agenda Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025 di Istana Negara, Senin (10/11/2025).
Khofifah lebih lanjut menjelaskan bahwa pengajuan Marsinah sebagai calon pahlawan nasional mendapat dorongan yang sangat kuat dari berbagai serikat buruh di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Ia menyoroti momen peringatan Hari Buruh atau May Day sebagai salah satu waktu di mana aspirasi tersebut disuarakan secara serentak. “Ketika May Day itu hampir serentaklah seluruh serikat buruh termasuk yang di Jawa Timur memasukkan salah satu rekomendasinya itu adalah pengajuan gelar pahlawan nasional bagi Marsinah. Jawa Timur juga ada, di Jakarta ini juga. Dan ketika di Jakarta langsung mendapatkan respon dari Pak Presiden Prabowo. Kata Pak Presiden, oh iya kalau itu saya juga dukung. Kira-kira begitu lah,” tuturnya, menggambarkan respons positif dari Presiden.
Demi memperkuat proses pengajuan, Gubernur Khofifah menambahkan bahwa pihaknya bersama pemerintah daerah tidak tinggal diam. Mereka membentuk posko khusus bernama “Posko Marsinah” dan secara proaktif melakukan penelusuran langsung ke lapangan. “Setelah itu kita bikin posko lah posko Marsinah. Saya sudah pernah dua kali ya dulu ke makamnya Marsinah, ke rumahnya gitu. Jadi gitu sih kawan-kawan, tapi kita menunggu saja nanti setelah diumumkan,” ujarnya, menunjukkan keseriusan dalam mengumpulkan data dan bukti.
Saat ditanya mengenai peran langsungnya dalam pengajuan nama Marsinah, Khofifah membenarkan bahwa proses tersebut dilakukan secara kolaboratif. Pengajuan itu melibatkan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) dari Kabupaten Nganjuk, yang bupatinya sangat proaktif, serta pihak pemerintah provinsi. “Ya terakhir ya prosesnya begitu. TP2GD dari Kabupaten Nganjuk, Pak Bupatinya juga sangat proaktif. Kemudian kami, kemudian kita mencarikan data-data primer. Karena kan tidak bisa di-googling gitu ya, jadi kita mesti ke beberapa media untuk mencari dokumen-dokumen supaya kita mendapatkan data primer gitu. Insya Allah sangat lengkap,” tegas Khofifah, menjamin kelengkapan dan keabsahan data yang diajukan.
Sebagai pengingat akan warisan perjuangannya, Marsinah akan selalu dikenang sebagai aktivis buruh perempuan yang berani dan tak kenal takut. Ia memperjuangkan hak-hak pekerja pada awal dekade 1990-an di Indonesia. Kematian tragisnya pada tahun 1993, setelah memimpin aksi mogok kerja di Sidoarjo, Jawa Timur, telah mengukuhkan namanya sebagai simbol abadi bagi perjuangan buruh perempuan di seluruh negeri.



