Aktivis Lokataru Gugat, Sidang Praperadilan Delpredo Marhaen Dimulai!

Posted on

Dalam sebuah sidang praperadilan yang sarat emosi dan dukungan, Delpedro Marhaen, seorang aktivis hak asasi manusia terkemuka, secara tegas menuntut pembatalan status tersangkanya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat (17/10). Sidang tersebut disaksikan oleh ibu Delpedro dan ratusan pendukung yang membanjiri PN Jaksel, menunjukkan gelombang solidaritas yang tak putus.

Melalui tim kuasa hukumnya, Delpedro juga mendesak majelis hakim untuk segera memerintahkan Polda Metro Jaya agar membebaskannya dari tahanan. Permohonan ini didasari argumen kuat bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka adalah “tidak beralasan menurut hukum”. Oleh karenanya, penetapan tersangka tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, demikian disampaikan salah seorang kuasa hukumnya, Al Ayyubi Harahap, kepada wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hajid, yang melaporkan langsung dari lokasi sidang.

Delpedro Marhaen Rismansyah merupakan salah satu individu yang dituduh melakukan penghasutan dalam serangkaian gelombang unjuk rasa yang terjadi pada Agustus dan September 2025 lalu. Ia dikenal luas sebagai seorang pengacara, peneliti, dan aktivis yang konsisten memperjuangkan hak asasi manusia (HAM). Delpedro saat ini memimpin Lokataru Foundation, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada perlindungan HAM, demokrasi, dan kebebasan sipil di Indonesia, yang didirikan oleh aktivis HAM ternama, Haris Azhar.

Penangkapan dan penahanan Delpedro bersama rekan-rekannya di Polda Metro Jaya telah memicu gelombang protes yang terus berlangsung hingga saat ini. Berbagai upaya telah ditempuh untuk membebaskan mereka, termasuk pengajuan penangguhan penahanan dengan melibatkan banyak tokoh publik sebagai penjamin. Salah satunya adalah Shinta Wahid, pegiat dan istri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, yang dikenal sebagai Gus Dur. Namun, tuntutan tersebut tidak digubris oleh pihak kepolisian, sehingga upaya hukum melalui jalur praperadilan terus bergulir.

Sejak awal, Delpedro Marhaen bersikukuh bahwa ia tidak bersalah dalam kasus ini. Keyakinan tersebut mendorongnya, bersama tersangka lainnya seperti Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Kharia Anhar, untuk melayangkan gugatan praperadilan. Di tengah perjuangan hukum ini, dukungan dari berbagai kelompok masyarakat terus mengalir deras kepada Delpedro dan rekan-rekannya, menjadi suntikan semangat yang tak ternilai.

Dalam ruang sidang, Magda Antista, ibunda Delpedro, turut hadir memberikan dukungan moral. Ia tiba satu jam lebih awal dari jadwal sidang, menggambarkan kekhawatiran seorang ibu. “Dia [Delpedro] selalu bertanya, apakah Bunda sehat? Dia tahu bahwa saya banyak pikiran,” ungkap Magda dengan nada haru. Delpiero Hegelian, kakak Delpedro, juga tak henti menyuarakan keyakinan bahwa adiknya tidak bersalah. “Kami tidak pernah mengemis kepada pemerintah untuk pembebasan Delpedro, tapi kami menginginkan keadilan yang seadil-adilnya,” tegas Delpiero Hegelian.

Selain dihadiri oleh keluarga, sidang praperadilan ini juga diramaikan oleh sekitar seratus orang pendukung Delpedro dan kawan-kawan. Namun, ada satu hal yang menjadi protes keras kuasa hukum: Delpedro dan tersangka lainnya tidak dihadirkan dalam persidangan. “Permintaan ini dalam setiap sidang akan terus kami sampaikan kepada majelis hakim agar Delpedro dihadirkan dalam setiap persidangan praperadilan,” ungkap Al Ayubbi, menegaskan pentingnya kehadiran kliennya.

Dalam sidang yang berlangsung singkat sekitar 45 menit itu, kuasa hukum Delpedro memaparkan dua alasan utama untuk menguji penetapan tersangka kliennya. “Pertama, tidak ada alat bukti yang diperoleh secara sah, dan yang kedua, tidak ada pemeriksaan sebagai calon tersangka, yaitu sebagai saksi terlebih dahulu kepada Delpedro, tiba-tiba dia sudah ditetapkan sebagai tersangka saat penangkapan,” jelas Al Ayubbi, menyoroti prosedur yang dinilai tidak sesuai hukum.

Sidang praperadilan ini tidak hanya berpusat pada Delpedro Marhaen. Tiga ruang sidang berderet di PN Jaksel juga menjadi tempat pengujian penetapan tersangka bagi tiga aktivis lainnya: Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Kharia Anhar. Sama seperti Delpedro, mereka juga tidak didatangkan ke ruang sidang, memicu pertanyaan dan kekecewaan dari pihak pendukung.

Masyarakat memberikan dukungan secara langsung di lokasi persidangan. Sejumlah orang datang membawa poster-poster berisi tuntutan pembebasan para aktivis di masing-masing ruang sidang. Ruang sidang yang sempit memang tidak mampu menampung semua orang yang hadir pada Jumat pagi itu. Namun, di luar ruang sidang, setidaknya 100 orang datang memenuhi pelataran, menunjukkan solidaritas yang kuat.

Salah satu pendukung yang hadir adalah Wibisono Sinaga, rekan dari Syahdan. “Kami memberikan dukungan emosional, sebagai bentuk solidaritas, bahwa mereka tidak sendiri,” kata Wibisono, menjelaskan motivasi kehadirannya. Bagi Wibisono, apa yang menimpa rekan-rekannya adalah bentuk pembungkaman yang dilakukan oleh negara. Ia menambahkan dengan kalimat yang menusuk, “Negara tidak takut pada senjata, tapi negara takut kepada rakyat yang bersuara,” menegaskan esensi perjuangan mereka.

Sidang praperadilan ini dijadwalkan akan dilanjutkan pada Senin (20/10) mendatang untuk mendengarkan jawaban dari pihak kepolisian, tanggapan kuasa hukum, serta duplik dan respons dari kepolisian, mengindikasikan babak selanjutnya dalam pertarungan hukum ini.

  • Apa itu tuntutan 17+8? – Mahasiswa akan terus demo sampai tuntutan dipenuhi, DPR berikan tanggapan
  • Aktivis Lokataru ditangkap buntut gelombang demonstrasi Agustus – ‘Pola yang berulang usai unjuk rasa besar’
  • Penjarahan rumah pejabat dan korban tewas bermunculan – Akankah berujung seperti krisis 1998?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *