Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, kini diselimuti duka mendalam setelah peristiwa tragis yang menimpa kompleks bangunannya. Sebuah bangunan pesantren ambruk secara tiba-tiba, menimpa ratusan santri yang tengah khusyuk menunaikan salat Asar berjemaah pada Senin (29/9). Insiden memilukan ini segera memicu respons tanggap darurat yang berkesinambungan.
Proses evakuasi para korban terus digencarkan tanpa henti hingga hari keempat, Kamis (2/10). Data terbaru hingga Rabu (10/9) malam menunjukkan bahwa sebanyak 108 orang telah berhasil dievakuasi dari reruntuhan. Namun, duka semakin mendalam dengan konfirmasi lima di antaranya meninggal dunia, sementara 59 santri lainnya masih dinyatakan hilang dan dalam pencarian intensif.
Tragedi ini menyoroti keberadaan Ponpes Al Khoziny sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling dihormati di Jawa Timur. Dengan usia lebih dari satu abad, atau tepatnya berdiri antara tahun 1915-1920 Masehi, pesantren ini telah menjadi pilar penting dalam syiar Islam dan pendidikan di wilayah tersebut. Karena letaknya di Desa Buduran, pesantren ini lebih akrab dikenal sebagai Pesantren Buduran oleh masyarakat luas.
Nama pesantren Al Khoziny diabadikan dari nama pendirinya yang kharismatik, yaitu KH Raden Khozin Khoiruddin, yang juga dikenal sebagai Kiai Khozin Sepuh. Beliau adalah menantu dari ulama terkemuka KH Ya’qub dan pernah mengemban amanah sebagai pengasuh di Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiganya. Sejarah mencatat, Pesantren Siwalanpanji pernah menjadi tempat menimba ilmu bagi sejumlah ulama besar Nusantara. Di antara mereka adalah KH M Hasyim Asy’ari (pendiri Tebuireng, Jombang), KH Nasir (Bangkalan), KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Umar (Jember), KH Nawawi (Pendiri Pesantren Ma’had Arriyadl Ringin Agung Kediri), KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), KH Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH Dimyati (Banten), KH Ali Mas’ud (Sidoarjo), dan KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo).
Ponpes Al Khoziny Buduran Sidoarjo selama ini dikenal luas karena keunggulan dan tradisi keilmuan Islam klasik (salaf) yang kokoh, terutama dalam kajian kitab kuning, nahwu, fikih, serta berbagai mata pelajaran agama Islam lainnya. Daya tarik keilmuannya telah menarik santri dari berbagai penjuru Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga wilayah timur Indonesia. Pesantren ini juga memfasilitasi pendidikan bagi santri pria dan wanita secara terpisah, serta memiliki lembaga pendidikan tinggi berupa Institut Agama Islam Al Khoziny Buduran Sidoarjo yang menawarkan program sarjana dan pascasarjana.
Musibah bangunan ambruk di Sidoarjo ini telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk para petinggi Indonesia. Beberapa tokoh nasional telah menyambangi Ponpes Al Khoziny untuk menyampaikan belasungkawa dan memberikan dukungan, seperti Menteri Agama Nasaruddin Umar, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, hingga Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, menunjukkan simpati dan perhatian pemerintah serta organisasi keagamaan terhadap tragedi yang menimpa salah satu pesantren bersejarah ini.