Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) mencatat adanya arus modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik sebesar Rp2,71 triliun pada pekan keempat September 2025 (periode 22–25 September). Kondisi ini tentu menjadi perhatian, dan BI terus berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, aliran modal asing keluar bersih ini didominasi oleh pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2,16 triliun dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sejumlah Rp5,06 triliun. Namun, di sisi lain, terdapat angin segar berupa aliran modal asing masuk (beli neto) ke pasar saham sebesar Rp4,51 triliun.
“Tapi ada juga beli neto atau aliran modal asing masuk ke pasar saham Rp4,51 triliun,” tegas Denny, Sabtu (27/9/2025), memberikan sedikit harapan di tengah arus keluar modal.
Dengan berbagai faktor tersebut, total modal asing keluar bersih selama periode yang diamati mencapai Rp2,71 triliun. Angka ini menjadi indikator penting yang terus dipantau oleh BI untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Secara kumulatif, sejak awal tahun hingga 25 September 2025, tercatat modal asing keluar bersih dari pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp51,34 triliun dan Rp128,85 triliun. Sebaliknya, pasar SBN mencatatkan modal asing masuk bersih sebesar Rp36,25 triliun. Dinamika ini menunjukkan preferensi investor yang terus berubah.
Selain itu, premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia tenor 5 tahun mengalami kenaikan, dari 69,59 basis poin (bps) pada 19 September 2025 menjadi 83,18 bps pada 25 September 2025. Hal ini mengindikasikan persepsi risiko yang sedikit meningkat terhadap investasi di Indonesia.
Imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun juga terpantau naik ke level 6,43 persen pada Jumat (26/9) pagi, dari sebelumnya 6,40 persen pada akhir perdagangan Kamis (25/9). Sementara itu, imbal hasil US Treasury Note tenor 10 tahun naik ke level 4,170 persen pada akhir perdagangan Kamis (25/9). Pergerakan yield ini mencerminkan sentimen pasar obligasi global dan domestik.
Pergerakan rupiah dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren pelemahan. Hingga Jumat (26/9/2025), rupiah masih berada di level Rp16.738 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah ini menjadi salah satu fokus utama BI.
Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, tercatat menguat ke level 98,55 pada akhir perdagangan Kamis (25/9). Penguatan DXY turut berkontribusi pada pelemahan mata uang negara-negara lain, termasuk rupiah.
Menghadapi tekanan terhadap rupiah, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan komitmennya untuk menggunakan seluruh instrumen moneter yang tersedia secara berani (bold) guna meredam gejolak nilai tukar terhadap dolar AS, melalui strategi triple intervention.
“Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus melalui intervensi NDF,” jelas Perry dalam keterangan resmi, Jumat (26/9/2025), menunjukkan keseriusan BI dalam menjaga stabilitas rupiah.
Perry optimistis bahwa kebijakan yang dijalankan secara konsisten akan mampu menjaga rupiah agar tetap sesuai dengan nilai fundamentalnya. Ia juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk berperan aktif dalam menciptakan iklim pasar keuangan yang kondusif.
“Bank Indonesia juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk turut bersama-sama menjaga iklim pasar keuangan yang kondusif, sehingga stabilitas nilai tukar rupiah dapat tercapai dengan baik,” pungkas Perry, menyerukan kolaborasi untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.