
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kabar baik bagi investor aset kripto! Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2025. POJK ini merupakan perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27 Tahun 2024 yang mengatur Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital, termasuk aset kripto yang semakin populer.
Penerbitan POJK ini didorong oleh perkembangan positif Aset Keuangan Digital (AKD), khususnya aset kripto, yang kini menjadi primadona sebagai instrumen investasi di kalangan masyarakat Indonesia. Selain itu, munculnya produk dan kegiatan baru yang menyerupai instrumen keuangan konvensional, seperti derivatif aset keuangan digital, juga menjadi pertimbangan penting.
Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, POJK ini bertujuan untuk memperkuat peran dan memperluas cakupan bagi penyelenggara perdagangan aset keuangan digital. Lebih lanjut, POJK ini juga mengadopsi kerangka pengaturan dan pengawasan yang sejalan dengan standar sektor jasa keuangan dan praktik terbaik internasional. Dengan kata lain, OJK ingin memastikan keamanan dan kenyamanan investor aset kripto di Indonesia.
Great Eastern (GEGI) Catat Lonjakan Premi Digital 192% hingga Oktober 2025
Lantas, apa saja poin-poin penting dalam POJK terbaru ini? Pertama, POJK memperluas definisi AKD. Kini, AKD tidak hanya mencakup aset kripto, tetapi juga aset keuangan digital lainnya, termasuk derivatif aset keuangan digital yang semakin diminati.
Kedua, POJK menetapkan kriteria khusus bagi aset keuangan digital yang diperdagangkan di pasar. Aset tersebut wajib diterbitkan, disimpan, ditransfer, dan/atau diperdagangkan menggunakan teknologi buku besar terdistribusi (distributed ledger technology) atau mengacu pada AKD yang mendasarinya. Hal ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan keamanan dalam perdagangan aset keuangan digital.
Ketiga, penyelenggara perdagangan AKD dilarang keras memperdagangkan aset keuangan digital di luar daftar yang telah ditetapkan oleh Bursa. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi investor dari aset-aset yang berpotensi merugikan.
Selain itu, POJK ini juga mengatur perdagangan derivatif aset keuangan digital. Perdagangan derivatif ini memberikan opsi investasi yang lebih beragam kepada konsumen, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Jika Bursa hendak melaksanakan kegiatan perdagangan derivatif AKD, Bursa wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada OJK terlebih dahulu.
Pedagang dapat melakukan kegiatan jual dan/atau beli derivatif AKD atas amanat konsumen pada Bursa yang telah memperoleh persetujuan OJK. Kegiatan ini dapat dilakukan tanpa perlu meminta persetujuan ke OJK, namun harus didahului dengan perjanjian kerja sama yang jelas antara Pedagang dan Bursa.
“Pedagang yang melaksanakan kegiatan jual dan/atau beli derivatif AKD atas amanat konsumen wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada OJK,” tegas Ismail dalam keterangan resminya, Kamis (4/12/2025). Pemberitahuan ini penting agar OJK dapat terus memantau dan mengawasi perkembangan perdagangan derivatif AKD.
Untuk melindungi konsumen, penyelenggara perdagangan AKD wajib memiliki mekanisme penempatan Margin (jaminan) pada rekening khusus. Jaminan ini bisa berupa uang maupun AKD, dan berfungsi sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen dalam perdagangan derivatif AKD.
Sebagai langkah preventif, “Konsumen yang akan melakukan perdagangan derivatif AKD diwajibkan terlebih dahulu mengikuti knowledge test yang diselenggarakan oleh pedagang,” pungkas Ismail. Tes ini bertujuan untuk memastikan bahwa konsumen memiliki pemahaman yang cukup mengenai risiko dan potensi keuntungan dalam perdagangan derivatif AKD sebelum mereka berinvestasi.
BI Optimistis Hadapi 2026, Perkuat Bauran Kebijakan hingga Digitalisasi



