Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa sistem Payment ID tidak akan digunakan untuk memantau transaksi keuangan individu masyarakat. Pernyataan ini sekaligus menepis isu yang beredar di media sosial mengenai kemampuan pegawai BI untuk mengakses data transaksi pribadi.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono, menjelaskan bahwa data transaksi individu merupakan informasi rahasia yang wajib dilindungi secara ketat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Menurutnya, bahkan perbankan pun wajib memperoleh persetujuan atau consent dari pemilik rekening sebelum dapat mengakses data keuangan mereka. Ini merupakan pilar utama dari bisnis kepercayaan dalam sektor perbankan. “Setiap data individu itu kalau di sistem keuangan harus ada consent, harus dengan persetujuan dari pemilik datanya, tidak bisa sembarangan. Itu backbone-nya bisnis kepercayaan perbankan. Privasi data pribadi dilindungi betul, dan hanya bisa digunakan sesuai consent, sesuai persetujuan pemiliknya,” ujar Dicky saat berdialog dengan media di Menteng, Jakarta, pada Selasa (12/8).
Dicky lebih lanjut menerangkan bahwa otoritas sistem pembayaran, melalui Payment ID, hanya akan memiliki akses terhadap data yang bersifat makro dan terbatas. Data yang bisa diakses berupa agregat per sektor atau per wilayah, misalnya pertumbuhan transaksi pada sektor alas kaki di Jakarta, tanpa mengungkapkan detail transaksi per individu.
Lebih lanjut, Dicky menambahkan bahwa Payment ID belum akan diterapkan pada tahun ini. Sistem tersebut masih dalam tahap uji coba atau sandbox. “Sampai hari ini belum ada yang namanya Payment ID, kita masih sandbox, uji coba, piloting,” imbuhnya. Penerapan Payment ID juga memerlukan payung hukum yang kuat, baik dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) maupun Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Dicky menyebutkan bahwa pemerintah membutuhkan waktu yang memadai untuk membangun sistem Payment ID secara komprehensif.
Secara target, Payment ID diharapkan siap sepenuhnya pada tahun 2029. Namun, Dicky mengakui bahwa target ini bisa saja mengalami penyesuaian mengingat dinamika dan kebutuhan untuk memastikan kenyamanan semua pihak. Proses pengembangan mungkin akan memakan waktu lebih panjang jika diperlukan penyesuaian, namun juga bisa lebih cepat apabila pemahaman dan literasi publik telah terbangun dengan baik. “Ini sifatnya rencana, karena berbagai dinamika semakin memberikan kenyamanan semua pihak, mungkin proses semakin panjang. Tapi kalau sudah dipahami dan segala macam, mungkin bisa ada kemajuan. Literasi juga harus dilakukan untuk uji cobanya,” pungkas Dicky, menekankan pentingnya edukasi selama fase uji coba.