caristyle.co.id, JAKARTA. Pasar aset kripto kembali menunjukkan gejolak signifikan, dengan harga Bitcoin yang tercatat melemah menjelang rilis data Indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) Amerika Serikat. Data inflasi kunci ini dijadwalkan akan diumumkan pada Jumat, 29 Agustus 2025, dan telah menjadi fokus utama perhatian investor global.
Berdasarkan data dari Coinmarketcap, pada Selasa (26/8/2025) pukul 12.17 WIB, harga Bitcoin berada di level US$ 110.255. Angka ini mencerminkan penurunan sebesar 2,06% dalam kurun waktu 24 jam terakhir. Pelemahan harga ini menambah tekanan setelah sebelumnya Bitcoin sempat mencapai level tertinggi di atas US$ 123.000 pada 14 Agustus 2025.
Tak hanya Bitcoin, aset kripto lain seperti Ethereum juga mengalami koreksi tajam. Pada waktu yang sama, Selasa (26/8/2025) pukul 12.17 WIB, harga Ethereum merosot lebih dalam, diperdagangkan di area US$ 4.445. Penurunan ini mencapai 5,62% dalam 24 jam terakhir, menyusul rekor harga tertingginya yang sempat melampaui US$ 5.000 di beberapa bursa perdagangan pada Senin, 25 Agustus 2025.
Menanggapi situasi pasar yang bergejolak ini, Analis Reku Fahmi Almuttaqin menyoroti adanya peningkatan kehati-hatian di kalangan investor. Menurut Fahmi, sentimen ini sangat terasa menjelang rilis data inflasi PCE Index AS untuk bulan Juli 2025 yang akan datang di akhir pekan ini.
Likuidasi Kripto Capai US$900 Juta, Bitcoin Turun ke Level Terendah 7 Minggu
Data inflasi PCE ini menjadi sangat krusial karena merupakan indikator acuan utama bagi Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan arah kebijakan suku bunga mereka di masa mendatang. Oleh karena itu, para pelaku pasar kripto kini berada dalam mode menunggu (wait and see), memantau dengan seksama setiap perkembangan.
Fahmi menjelaskan bahwa jika data inflasi yang dirilis menunjukkan angka yang lebih rendah dari ekspektasi pasar, hal ini berpotensi menjadi katalis kuat untuk memicu reli baru di pasar kripto. Proyeksi jangka pendek untuk Bitcoin, dalam skenario ini, bisa mencapai kisaran US$ 120.000. Bahkan, jika terjadi breakout dari level all-time high (ATH) sebelumnya, ada potensi lonjakan hingga US$ 136.000.
Namun, jika data PCE justru mengindikasikan tekanan inflasi yang masih tinggi, Bitcoin berisiko terkoreksi lebih dalam, menuju zona support di kisaran US$ 100.000 – US$ 103.000. Meskipun demikian, secara keseluruhan, Fahmi tetap mempertahankan pandangan bullish untuk proyeksi Bitcoin dalam jangka panjang.
Keyakinan ini didasari oleh tren pelonggaran kebijakan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi, terlepas dari hasil rilis data PCE yang akan menentukan arah jangka pendek harga aset kripto ini. Pelonggaran kebijakan tersebut diyakini akan mengalirkan likuiditas dalam skala yang lebih besar ke dalam pasar kripto, mendukung pertumbuhan di masa depan.
Harga Bitcoin Melonjak Usai Pidato Ketua The Fed Jerome Powell
Adapun, data inflasi PCE bulan Juli 2025 yang akan dirilis akhir pekan ini diperkirakan akan naik antara 0,2% hingga 0,3% secara bulanan. Fahmi Almuttaqin menambahkan bahwa angka ini, bila sesuai dengan ekspektasi, dapat cukup meyakinkan The Fed untuk mulai mempertimbangkan penurunan suku bunga secara bertahap, memberikan dorongan positif bagi pasar.
Untuk mengoptimalkan posisi di tengah situasi pasar yang penuh ketidakpastian ini, Fahmi menyarankan agar investor lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil keputusan sebelum data PCE dirilis. Selain itu, penting juga untuk terus memantau sentimen global yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter Amerika Serikat.
Sebagai strategi investasi yang menarik, khususnya bagi investor pemula, Fahmi merekomendasikan pendekatan investasi rutin atau dollar cost averaging (DCA). Ia juga menyarankan diversifikasi portofolio dengan berinvestasi pada produk seperti index fund yang memiliki eksposur terhadap beberapa aset, guna memitigasi risiko di tengah kondisi pasar yang fluktuatif.