caristyle.co.id – Volatilitas kembali melanda pasar kripto, dengan harga Bitcoin (BTC) yang sempat memecahkan rekor tertinggi baru di level US$124.089 pada Kamis (14/8/2025). Namun, euforia tersebut tak bertahan lama. Hanya berselang sehari, Bitcoin anjlok tajam hingga ke kisaran US$118.750 pada Jumat (15/8/2025) pagi, memicu pertanyaan besar mengenai arah pasar selanjutnya.
Penurunan drastis ini, khususnya saat Bitcoin tergelincir di bawah US$117.500, memicu gelombang likuidasi posisi long dengan total kerugian mencapai sekitar US$227 juta. Meski demikian, menariknya, indikator pasar derivatif Bitcoin menunjukkan dampak yang relatif minim. Data ini, seperti dilansir dari Cointelegraph, mengisyaratkan bahwa meskipun terjadi gejolak, fondasi pasar mungkin tidak segetas yang dibayangkan.
Kondisi ini tercermin dari premi tahunan kontrak berjangka (futures) Bitcoin yang hanya mengalami penurunan tipis, kini berada di level 9%. Angka ini masih dalam kisaran netral 5%–10%, menunjukkan bahwa kenaikan harga sebelumnya tidak didorong oleh leverage berlebihan. Pelaku pasar pun tampak tetap tenang, meski BTC gagal mempertahankan posisinya di atas US$118.000. Namun, di sisi lain, data ini juga mencerminkan keraguan yang mulai muncul terhadap potensi reli Bitcoin menuju US$150.000.
Inflasi AS Jadi Pemicu Utama?
Lantas, apa yang menjadi penyebab utama pelemahan ini? Sebagian besar analis menunjuk pada kenaikan Indeks Harga Produsen (PPI) AS sebesar 3,3% secara tahunan pada Juli. Angka ini, yang lebih tinggi dari perkiraan, sontak memicu kekhawatiran di pasar kripto dan pasar keuangan global. Prospek penurunan suku bunga agresif oleh The Federal Reserve (The Fed) menjadi semakin tipis, menekan sentimen risiko.
Kontras mencolok terlihat ketika indeks S&P 500 berhasil menutup perdagangan tanpa kerugian berarti, sementara harga Bitcoin justru terkoreksi tajam. Situasi ini diperparah dengan data dari CME FedWatch Tool yang menunjukkan probabilitas The Fed memangkas suku bunga ke 3,75% atau lebih rendah pada Januari 2024 turun signifikan menjadi 61%, dari sebelumnya 67% sepekan lalu. Ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi cenderung negatif bagi aset berisiko seperti kripto.
Selain sentimen inflasi AS, pasar kripto juga terguncang oleh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent. Dalam wawancara dengan Fox Business, Bessent menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana menambah pembelian Bitcoin untuk Strategic Reserve dan menolak wacana mengalihkan hasil revaluasi emas ke aset digital tersebut. Pernyataan ini bertolak belakang dengan ekspektasi sebagian pasar, terutama setelah Perintah Eksekutif Presiden Donald Trump pada Maret lalu secara eksplisit menyebut strategi “budget-neutral” untuk akumulasi Bitcoin.
Pasar Opsi Tetap Tangguh
Di tengah tekanan ini, pasar opsi Bitcoin menunjukkan ketangguhan. Indikator options delta skew Bitcoin saat ini berada di level 3%, masih jauh di bawah ambang netral 6%. Hal ini mengindikasikan bahwa harga opsi jual (put option) tidak melonjak signifikan, dan pasar masih memandang risiko dalam batas yang wajar. Dengan kata lain, pelaku pasar tidak terlalu khawatir harga BTC akan kembali menguji level support US$110.000, meskipun Bitcoin berulang kali gagal menembus dan bertahan di atas US$120.000.
Sejumlah analis melihat penurunan ini lebih disebabkan oleh aksi ambil untung setelah harga Bitcoin mendekati rekor tertingginya, di tengah latar belakang kondisi makroekonomi yang menantang. Utang pemerintah AS yang kini menembus US$37 triliun menjadi salah satu perhatian. Meski demikian, prospek Bitcoin di 2025 dinilai tetap positif, didorong oleh potensi ekspansi neraca bank sentral untuk menutup defisit anggaran. Namun, rendahnya aktivitas di pasar derivatif menandakan bahwa antusiasme untuk reli Bitcoin jangka pendek di atas US$120.000 masih terbatas.