Perpaduan memukau antara balada yang melankolis, grandiositas opera, dan ledakan rock, semuanya terangkum dalam durasi kurang dari enam menit. Itulah mahakarya abadi: Bohemian Rhapsody.
Lagu ikonis dari band rock legendaris Inggris, Queen, ini baru saja merayakan usianya yang ke-50 pada 31 Oktober lalu. Sebuah pencapaian monumental bagi karya yang terus menggema.
Pertanyaannya kemudian muncul: bagaimana lagu revolusioner ini lahir, dan apa rahasia di balik kekuatannya untuk tetap menjadi hits global serta memikat jutaan pendengar hingga setengah abad kemudian?
Genesis dalam Imajinasi Freddie Mercury
Dirilis sebagai bagian dari album monumental Queen, A Night at the Opera pada tahun 1975, Bohemian Rhapsody segera mengukir sejarah. Dengan durasi lima menit 55 detik dan segmen opera yang dramatis di tengahnya, lagu ini berani menabrak segala pakem dan aturan yang berlaku dalam industri musik kala itu, menantang konvensi yang ada.
Keberanian ini berbuah manis. Saat pertama kali dirilis, lagu ini langsung melesat ke posisi puncak tangga lagu musik Inggris, mengukuhkan dominasinya di sana selama sembilan minggu berturut-turut.
Sebagian besar proses penulisan lagu mahakarya ini bersemayam di kediaman Freddie Mercury di London. John Reid, yang menjabat sebagai manajer Queen antara tahun 1975 dan 1978, mengenang momen-momen awal penciptaan lagu itu.
“Freddie mengundang saya ke apartemennya di Holland Street, Kensington, dan saat saya masuk, hal pertama yang mengejutkan saya adalah dia sedang mendengarkan album Cabaret milik Liza Minnelli, sebuah pilihan yang tidak biasa untuk seorang musisi rock,” ungkap Reid.
Reid melanjutkan kisahnya dalam dokumenter BBC The Story of Bohemian Rhapsody (2004): “Di kamarnya, terhampar sebuah piano dengan lilin-lilin di atasnya, persis di ujung tempat tidur. Bisa dibayangkan, ketika Freddie terbangun dan terinspirasi untuk bermain piano, ia hanya perlu mengulurkan tangannya. Saya menduga, begitulah awal mula Bohemian Rhapsody terbentuk, melalui melodi-melodi yang dimainkan secara terbalik.” Gambaran intim ini melukiskan bagaimana ide-ide brilian seringkali muncul dari momen-momen paling pribadi.
Proses rekaman Bohemian Rhapsody berlangsung di Rockfield Studios, Wales, pada Agustus 1975. Sesi rekaman ini menuntut kesabaran dan dedikasi luar biasa dari para personel Queen.
“Kami harus ekstra sabar saat merekamnya, karena lagu ini dipenuhi dengan banyak jeda dan perubahan dinamika yang kadang kala membingungkan,” kenang Roger Taylor, sang penabuh drum Queen.
Brian May, gitaris ikonik band tersebut, menambahkan sebuah poin krusial: “Segala detail, setiap nuansa melodi dan harmoni, semuanya sudah tertata rapi di benak Freddie sebelum kami bahkan memulai prosesnya.” Ini menunjukkan visi jenius Freddie yang mendahului eksekusi.
Kekuatan Harmoni Vokal yang Megah
Inti dari keunikan Bohemian Rhapsody terletak pada kolaborasi vokal yang luar biasa dari Brian May, Freddie Mercury, dan Roger Taylor, terutama pada segmen opera yang begitu ikonik. Untuk menciptakan harmoni yang sempurna, para musisi ini menghabiskan waktu tiga minggu penuh, mencurahkan latihan vokal intensif selama 10 hingga 12 jam setiap hari. Sebuah dedikasi yang tak terbayangkan.
“Kami sangat antusias untuk menguji sejauh mana batas kemampuan kami bisa melangkah dalam eksplorasi vokal ini. Kami merasa sangat beruntung karena berhasil menciptakan harmoni yang luar biasa apik dalam vokal kami,” tutur Taylor. Ia melanjutkan penjelasannya kepada BBC, menggambarkan kekuatan vokal masing-masing: “Brian memiliki rentang suara rendah yang dalam, Freddie diberkahi suara yang luar biasa dan seolah tak terbatas, sementara saya sendiri mampu mencapai nada-nada tinggi dengan baik.”
Menariknya, John Deacon, sang pembetot bass Queen, memilih untuk tidak turut serta dalam sesi vokal, sebuah keputusan yang unik dalam dinamika grup.
Meskipun semangat dan ekspektasi dalam grup begitu tinggi, proses rekaman dan mixing Bohemian Rhapsody tidak selalu berjalan mulus. Produser band, Roy Thomas Baker, mengakui tantangan yang dihadapi.
“Ada saat-saat ketika prosesnya terasa sangat sulit dan rumit,” ujar Baker. Ia memberikan gambaran tentang metode kerja Freddie Mercury yang unik: “Freddie memiliki tumpukan kertas berserakan di mana-mana—gambar, coretan, hingga tulisan ‘Galileo’ kecil, semuanya terangkai dalam bentuk pensil dan kertas. Sekilas memang terlihat seperti tumpukan puzzle yang acak, namun sebenarnya jauh lebih terorganisir dari yang dibayangkan.” Ini menegaskan kembali visi Freddie yang terstruktur di balik kekacauan kreatifnya.
Sebuah Taruhan Berisiko: Lagu Penyelamat Queen
Setelah album rampung, Queen dihadapkan pada keputusan krusial: memilih single promosi. Dengan durasi yang hampir mencapai enam menit, Bohemian Rhapsody jelas merupakan sebuah taruhan yang sangat berisiko di tengah standar industri musik saat itu.
John Reid, sang manajer, mengambil inisiatif untuk memperdengarkan lagu tersebut kepada beberapa koleganya demi mendapatkan pandangan awal. Reaksi yang muncul pun bervariasi, salah satunya datang dari musisi Inggris kenamaan, Elton John, yang berkomentar tajam: “Mereka gila,” mengindikasikan betapa beraninya keputusan ini.
Meski menuai banyak keraguan dan kritik, Queen tetap pada pendiriannya. Mereka memilih Bohemian Rhapsody sebagai single, dan tak lama kemudian, lagu fenomenal ini mulai diputar secara luas di radio.
“Kami harus menciptakan sebuah album yang benar-benar bisa menyelamatkan karier kami. Hingga kini, saya masih sangat menikmati mendengarkan seluruh album itu, karena memang begitulah cara kami merancangnya, dan Bohemian Rhapsody adalah permata yang paling bersinar dalam mahkota karya kami,” ungkap Brian May kepada BBC pada tahun 2004, menggambarkan betapa fundamentalnya lagu ini bagi eksistensi Queen.
Video Klip Revolusioner dan Ketenaran Global Instan
Tantangan muncul ketika Queen menyadari betapa sulitnya mereplikasi kompleksitas Bohemian Rhapsody dalam pertunjukan langsung. Solusinya revolusioner pada zamannya: mereka memutuskan untuk membuat video musik, sebuah konsep yang masih baru dan belum lazim.
Pembuatan video tersebut hanya memakan waktu empat jam saja. Pada November 1975, video inovatif ini resmi tayang, mencatat momen unik dan bersejarah dalam perkembangan industri musik, mengubah cara lagu dipromosikan.
Gitaris legendaris Guns N’ Roses, Slash, mengenang kesan pertamanya: “Ketika saya melihat video itu, semuanya terasa sangat aneh. Namun di sisi lain, rasanya seperti, ‘Queen selalu punya video untuk setiap lagunya!'” Hal ini menyoroti bagaimana Queen, dan khususnya Freddie Mercury, menjadi pelopor dalam medium visual tersebut.
Video klip Bohemian Rhapsody sontak melambungkan nama Queen dan Freddie Mercury ke puncak popularitas, menjadikan mereka nama yang dikenal luas di seluruh dunia. Ketenaran global datang secara instan, mengubah nasib band selamanya.
Jer Bulsara, ibunda Freddie Mercury, menceritakan kebanggaannya: “Saya ingat pergi ke toko rekaman dan melihat album Queen terpampang di mana-mana. Saya pun mengambil satu, sangat bahagia dan bersemangat membeli karya anak saya yang berada di peringkat pertama.” Namun, ia juga mengungkapkan sentimen yang menyayat hati dalam dokumenter BBC 2004: “Ketika saya mendengarkan lagu itu sekarang, rasanya sakit,” sebuah pengakuan akan kehilangan mendalam setelah kepergian putranya.
Ditantang oleh Kritikus, Disingkirkan oleh ABBA
Meskipun meraih kesuksesan gemilang, Bohemian Rhapsody tidak luput dari kritik pedas. Banyak kritikus musik pada masa itu berpendapat bahwa lagu tersebut “tidak layak dibeli,” sebuah penilaian yang pada akhirnya terbukti keliru.
Menariknya, popularitas Bohemian Rhapsody di Amerika Serikat tidak sefenomenal di Inggris dan berbagai negara Eropa lainnya. Di tengah gelombang popularitasnya di Eropa, lagu yang berhasil menggulingkan Bohemian Rhapsody dari puncak tangga lagu adalah Mamma Mia, sebuah hits ikonis dari grup pop Swedia, ABBA.
Bjorn Ulvaeus, salah satu anggota ABBA, mengenang momen tersebut: “Kami sama sekali tidak pernah menyangka akan mampu menyingkirkan Queen dari posisi teratas. Dan fakta bahwa frasa ‘mamma mia’ juga muncul dalam lirik Bohemian Rhapsody hanyalah sebuah kebetulan murni yang lucu.” Sebuah ironi yang menambah daya tarik sejarah musik pop.
Warisan Abadi Bohemian Rhapsody
Dampak dan warisan Bohemian Rhapsody terbukti tak lekang oleh waktu. Pada tahun 1992, setahun setelah wafatnya sang legenda Freddie Mercury, para anggota Queen merekam ulang lagu tersebut. Seperti yang sudah diprediksi banyak pihak, lagu ini sekali lagi mendominasi dan kembali melesat ke puncak tangga lagu, membuktikan kekuatan dan daya tariknya yang tak pudar.
Brian May, dengan keyakinan yang teguh, menyatakan kepada BBC: “Saya sama sekali tidak terkejut. Ini adalah lagu yang hebat, dan saya sangat yakin lagu ini akan terus mendapatkan apresiasi serta menemukan relevansinya kembali di tahun-tahun mendatang.” Prediksi ini terbukti benar.
Kehadiran Bohemian Rhapsody terus merambah berbagai medium. Lagu ini ditampilkan secara ikonik dalam film komedi Amerika Wayne’s World pada tahun 1992, memberikan nuansa baru pada popularitasnya. Selanjutnya, lagu ini menjadi sorotan utama dalam musikal panggung We Will Rock You, yang pertama kali dipentaskan pada tahun 2002 dan sukses besar selama beberapa musim di panggung-panggung Eropa, Amerika Utara, dan Afrika.
Puncak penghormatan datang pada Oktober 2018 dengan perilisan film biografi Bohemian Rhapsody. Film ini, yang mengisahkan perjalanan epik Freddie Mercury dan band Queen, tidak hanya sukses secara komersial tetapi juga memperkenalkan lagu dan sejarah band kepada generasi pendengar yang lebih luas, mengukuhkan statusnya sebagai salah satu lagu paling berpengaruh sepanjang masa.



