Ciuman Purba: Bukti Baru Muncul dari 21,5 Juta Tahun Lalu!

Posted on

Dari Mana Asal Ciuman? Sebuah Perjalanan Evolusioner yang Mengejutkan

Manusia melakukannya, monyet melakukannya, bahkan beruang kutub pun tak ketinggalan. Ciuman, sebuah aktivitas yang jamak dijumpai di berbagai spesies, ternyata memiliki sejarah yang jauh lebih panjang dari yang kita kira. Pertanyaannya, sejak kapan perilaku unik ini pertama kali muncul?

Baru-baru ini, para peneliti mulai menguak misteri di balik asal-usul ciuman. Melalui serangkaian studi mendalam, mereka berhasil menelusuri jejak evolusi dari perilaku yang tampak sederhana ini.

Sebuah studi terbaru memberikan petunjuk menarik: ciuman mulut ke mulut mungkin telah ada sejak 21 juta tahun lalu. Temuan ini mengindikasikan bahwa nenek moyang manusia dan kera besar kemungkinan besar sudah akrab dengan aktivitas berciuman.

Lebih jauh lagi, riset tersebut menyiratkan bahwa Neanderthal, kerabat dekat manusia purba, juga melakukan hal serupa. Bahkan, bukan tidak mungkin manusia modern pernah bertukar ciuman dengan mereka.

Perilaku berciuman menarik perhatian para ilmuwan karena dianggap sebagai sebuah teka-teki evolusi. Mengapa? Karena tidak ada manfaat yang jelas terkait kelangsungan hidup atau reproduksi, namun praktik ini tetap bertahan dan muncul di berbagai spesies, termasuk manusia.

Berevolusi pada Kelompok Kera Besar

Para ilmuwan menyusun semacam “pohon keluarga evolusi” untuk melacak kemunculan perilaku ciuman. Mereka mengacu pada bukti-bukti yang menunjukkan praktik serupa pada hewan lain.

Untuk membandingkan perilaku yang sama di berbagai spesies, mereka mendefinisikan “ciuman” secara spesifik – sebuah definisi yang mungkin jauh dari kesan romantis yang kita bayangkan.

Mungkin Anda tertarik:

  • Mengapa zebra dan panda bercorak hitam dan putih?
  • Lebah Lucifer dengan tanduk ‘seperti iblis’ ditemukan di Australia
  • Testimoni seorang peneliti setelah kepalanya digigit hiu – ‘Hewan ini membiarkan saya hidup’

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Evolution and Human Behaviour, para peneliti mendefinisikan ciuman sebagai kontak mulut ke mulut yang tidak agresif, dilakukan antar individu, “dengan sedikit gerakan bibir atau bagian mulut, dan tanpa perpindahan makanan.”

“Manusia, simpanse, dan bonobo semuanya berciuman,” kata Matilda Brindle, ahli biologi evolusi dari Universitas Oxford dan peneliti utama dalam studi ini.

Dari penelitian tersebut, Brindle menyimpulkan bahwa “kemungkinan besar nenek moyang bersama mereka [manusia, simpanse, dan bonobo] juga berciuman.”

“Kami memperkirakan ciuman mungkin berevolusi sekitar 21,5 juta tahun lalu pada kelompok kera besar,” jelas Brindle.

Bukti dari Air Liur

Melalui studi ini, para ilmuwan menemukan perilaku yang sesuai dengan definisi ilmiah mereka tentang ciuman pada berbagai hewan, seperti serigala, anjing gembala, beruang kutub (yang ciumannya terkesan berantakan karena melibatkan banyak gerakan lidah), bahkan albatros.

Namun, fokus utama mereka adalah primata, terutama kera, untuk menyusun gambaran evolusi tentang asal-usul ciuman pada manusia.

Studi ini juga menyimpulkan bahwa Neanderthal, kerabat manusia purba terdekat yang punah sekitar 40.000 tahun lalu, juga kemungkinan besar berciuman.

Penelitian sebelumnya tentang DNA Neanderthal bahkan menunjukkan bahwa manusia modern dan Neanderthal berbagi satu mikroba oral – jenis bakteri yang ditemukan dalam air liur.

“Itu berarti, mereka pasti saling bertukar air liur selama ratusan ribu tahun setelah kedua spesies itu berpisah,” papar Brindle.

Alasan di Balik Ciuman: Sebuah Misteri yang Belum Terpecahkan

Meskipun studi ini berhasil mengungkap kapan ciuman berevolusi, para ilmuwan masih berusaha menjawab pertanyaan yang lebih mendasar: mengapa kita berciuman?

Sejauh ini, beberapa teori telah diajukan. Ada yang berpendapat bahwa kebiasaan ini berasal dari perilaku merapikan bulu pada leluhur kera, yang kemudian berkembang menjadi cara intim untuk menilai kesehatan atau kecocokan pasangan.

Brindle berharap temuan ini dapat membuka jalan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

“Penting bagi kita untuk memahami bahwa kita berbagi kebiasaan ini dengan kerabat nonmanusia,” pungkas Brindle. “Kita seharusnya meneliti perilaku ini, bukan mengabaikannya hanya karena dianggap konyol atau terlalu romantis pada manusia.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *