caristyle.co.id JAKARTA. Prospek arus dana asing ke pasar saham domestik diproyeksikan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2025, meskipun dengan pergerakan yang diperkirakan terbatas. Prediksi ini muncul di tengah dinamika pasar yang menarik.
Pada penutupan perdagangan Jumat (14/11/2025) lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat koreksi tipis 0,02% ke level 8.370. Sepanjang pekan, indeks kebanggaan pasar modal Indonesia ini melemah 0,29%. Kendati demikian, kinerja IHSG secara jangka menengah dan panjang tetap impresif, dengan kenaikan 5,75% dalam sebulan terakhir, melonjak 22,52% selama enam bulan, dan tumbuh 18,23% sejak awal tahun.
Dinamika Arus Dana Asing: Antara Keluar dan Kembali Masuk
Pergerakan dana investor asing menunjukkan gambaran yang bervariasi. Di pasar reguler, investor asing membukukan net sell sebesar Rp 56,74 miliar pada perdagangan Jumat. Namun, dalam hitungan sepekan, investor asing justru mencatat net buy Rp 600,82 miliar di pasar reguler dan Rp 4,84 triliun di seluruh pasar. Aliran dana asing juga tercatat masuk sebesar Rp 16,18 triliun dalam enam bulan terakhir. Meski demikian, secara kumulatif sejak awal tahun, asing masih membukukan net sell yang cukup besar, mencapai Rp 34,68 triliun di seluruh pasar.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, melihat peluang inflow asing tetap terbuka. Sentimen positif yang mendukung antara lain berakhirnya isu shutdown pemerintah Amerika Serikat, spekulasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia pada akhir tahun, potensi window dressing, serta rotasi sektor oleh para manajer investasi menjelang 2026. Namun, Nico mengingatkan bahwa strategi window dressing memiliki risiko gagal jika data ekonomi AS memburuk pasca shutdown atau The Fed batal menurunkan suku bunga acuannya.
Prospek Lanjutan Arus Masuk Dana Asing: Optimisme dan Kewaspadaan
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menilai potensi pembalikan penuh menjadi net buy masih terbatas. Hal ini mengingat nilai net sell asing yang masih signifikan secara year to date. Menurut Harry, volatilitas global bisa memicu lanjutan aksi net sell, terutama jika inflasi AS kembali memanas atau terjadi aksi ambil untung pada saham-saham berkapitalisasi besar (big caps) yang sudah mengalami reli. Kendati demikian, sentimen pasar hingga akhir tahun dipandang masih positif, asalkan likuiditas global membaik dan Bank Indonesia mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Sementara itu, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, mencatat tren inflow asing dalam enam bulan terakhir sudah mulai menunjukkan perbaikan. Porsi transaksi asing juga meningkat menjadi 35,5%, sementara investor domestik masih mendominasi dengan 64,5%. Audi mengamati, setelah tren net sell yang berlangsung hingga pertengahan 2025, investor asing kini mulai menunjukkan sinyal berbalik masuk.
IHSG di Tengah Perubahan Struktur Pasar dan Aliran Dana Asing
Meski aliran dana asing secara historis berkorelasi positif dengan pergerakan IHSG, Harry Su menyoroti adanya perubahan struktur pasar. Dominasi investor domestik kini membuat IHSG bisa saja terkoreksi, bahkan ketika investor asing membukukan net buy besar dalam satu sesi perdagangan. Harry berpandangan bahwa net buy asing menjelang akhir tahun dapat menopang saham-saham kapitalisasi besar, namun tidak serta merta menjamin tercapainya rekor tertinggi baru tanpa dukungan kuat dari investor lokal.
Potensi koreksi juga masih terbuka, mengingat valuasi beberapa sektor yang sudah mendekati rata-rata historisnya. Selain itu, aksi window dressing domestik biasanya tidak seragam di seluruh pasar. Harry menilai dampak utama dari net buy asing adalah menjaga stabilitas dan mengurangi volatilitas pasar, bukan mendorong reli tajam. Ia memproyeksikan IHSG akan berada di level 8.120 pada akhir 2025, dengan asumsi rasio price to earnings (PE) 13 kali.
Berbeda, Nico Demus melihat peluang IHSG untuk mencetak rekor baru tetap terbuka lebar, terutama jika capital inflow meningkat signifikan. Ia menyebut rotasi sektor menjelang 2026 sebagai pendorong tambahan. Audi menambahkan bahwa sentimen positif saat ini lebih dominan. Spekulasi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin, meredanya isu shutdown di AS, serta terbatasnya tekanan tarif AS setelah pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping, dinilai membuka ruang bagi kenaikan pasar. Lebih lanjut, rebalancing indeks global seperti MSCI dan FTSE yang memasukkan emiten Indonesia turut memberikan dorongan kuat, didukung oleh stabilitas makroekonomi Indonesia yang solid.
Strategi Investasi Menjelang Akhir Tahun: Sektor dan Saham Unggulan Pilihan Analis
Nico Demus menilai sektor perbankan, energi, teknologi, industri, basic material, properti, serta consumer non-cyclical memiliki peluang besar untuk diburu investor asing hingga akhir tahun. Ia merekomendasikan saham-saham pilihan seperti BBNI, BMRI, BRIS, BBCA, ANTM, dan BSDE, dengan target harga masing-masing Rp 5.000, Rp 5.400, Rp 3.260, Rp 10.490, Rp 3.760, dan Rp 1.230. Selain itu, Nico juga merekomendasikan INDF, ICBP, AALI, LSIP, dan ADRO, dengan target harga Rp 9.500, Rp 12.240, Rp 8.180, Rp 1.730, dan Rp 2.400 per saham.
Harry Su mengamati bahwa minat asing di luar sektor perbankan mulai beralih ke sektor komunikasi, energi, terutama gas dan hilir minyak, serta emiten consumer terpilih yang menunjukkan peningkatan margin. Investor asing, menurut Harry, kini lebih selektif pada emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan stabil, tata kelola perusahaan yang kuat, serta likuiditas tinggi. Ia memberikan rekomendasi beli untuk TLKM, ICBP, dan BBCA, dengan target harga masing-masing Rp 3.900, Rp 12.800, dan Rp 9.600.
Rekomendasi Saham Pilihan Para Analis untuk Akhir Tahun
Oktavianus Audi melihat saham TLKM, BRMS, ASII, dan BREN masih menjadi tujuan utama aliran dana asing. Ia merekomendasikan beli untuk TLKM dan ASII, dengan target masing-masing Rp 3.900 dan Rp 6.750. Sementara itu, untuk saham BRMS dan BREN, rekomendasi trading buy diberikan dengan target harga Rp 1.190 dan Rp 10.800 per saham.



