Polemik angka simpanan dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan kembali mencuat, menandai adanya perbedaan signifikan antara data yang dipegang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) dengan catatan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ketidakselarasan data ini menimbulkan pertanyaan mengenai validitas dan metodologi pencatatan yang digunakan oleh masing-masing lembaga.
Perbedaan data ini mencapai angka yang tidak kecil dan menjadi sorotan publik. Berdasarkan catatan Kemendagri per 17 Oktober 2025, melalui rekapitulasi kas rekening daerah, dana pemda di perbankan tercatat sebesar Rp 215 triliun. Angka ini kontras dengan data Kemenkeu yang dicatat oleh BI, yang menunjukkan simpanan dana pemda mencapai Rp 233,97 triliun per 15 Oktober 2025. Dengan demikian, terdapat selisih mencolok sekitar Rp 18 triliun antara kedua institusi tersebut, memicu perdebatan tentang transparansi dan akurasi informasi keuangan daerah.
Ketidaksesuaian data ini sebelumnya telah menjadi sorotan serius oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 pada Senin (20/10/2025), Mendagri Tito secara tegas menyebut data BI mengenai simpanan pemda sebagai ‘janggal’ atau tidak wajar. Ia memberikan contoh spesifik kasus Kota Banjar Baru, di mana data BI mencatat simpanan fantastis sebesar Rp 5,16 triliun. Menurut Tito, angka tersebut tidaklah valid mengingat pendapatan daerah Banjar Baru sendiri tidak mencapai angka tersebut, menunjukkan adanya kejanggalan serius dalam pencatatan.
Tito menjelaskan bahwa setelah Kemendagri melakukan pemeriksaan langsung ke kas masing-masing daerah, ditemukan fakta bahwa simpanan dana Kota Banjar Baru sebenarnya hanya sebesar Rp 787,91 miliar. ‘Sehingga ada sedikit perbedaan data BI dengan data melalui rekening yang kita cek masing-masing,’ ujarnya, menggarisbawahi metodologi pemeriksaan langsung yang dilakukan Kemendagri untuk memperoleh data yang lebih akurat menurut pandangan mereka dan menyoroti perlunya harmonisasi data simpanan pemerintah daerah.
Menanggapi perbedaan angka simpanan pemda ini, Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, memberikan klarifikasi. Melalui keterangan tertulisnya pada Rabu (22/10/2025), Denny menjelaskan bahwa Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank. Data ini, menurutnya, berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor, yang kemudian menjadi dasar agregasi BI.
Denny menambahkan, setelah menerima laporan, BI selanjutnya melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan oleh bank-bank tersebut. Data posisi simpanan perbankan ini kemudian diagregasi dan dipublikasikan secara transparan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui situs resmi BI. Meskipun BI telah menjelaskan proses pengumpulan datanya, selisih Rp 18 triliun yang menjadi fokus perdebatan antara kedua kementerian tetap menjadi isu krusial yang memerlukan penanganan lebih lanjut untuk memastikan keakuratan data keuangan negara.