Devisa Turun: BI Harus Gercep! Stabilitas Rupiah Terancam?

Posted on

caristyle.co.id Cadangan devisa Indonesia tercatat mengalami penurunan tipis pada akhir Juli 2025. Angka ini sedikit terkoreksi dari USD 152,6 miliar pada Juni 2025 menjadi USD 152 miliar. Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta langkah Bank Indonesia (BI) dalam menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah dinamika pasar keuangan global.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan pada Kamis (7/8), bahwa respons BI terhadap volatilitas pasar keuangan global yang tetap tinggi membutuhkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, yang turut memengaruhi posisi cadangan devisa. Meskipun ada penurunan, posisi cadangan devisa saat ini masih sangat memadai, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Angka ini juga jauh di atas standar kecukupan internasional yang umumnya berkisar tiga bulan impor. Denny menegaskan bahwa cadangan devisa yang ada saat ini esensial dalam mendukung ketahanan sektor eksternal, sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional secara keseluruhan.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa masih akan mampu menopang ketahanan sektor eksternal. Optimisme ini didukung oleh prospek ekspor yang diperkirakan tetap kuat, serta neraca transaksi modal dan finansial yang diproyeksikan akan terus mencatatkan surplus. Ramdan Denny Prakoso menambahkan bahwa persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik, ditambah dengan imbal hasil investasi yang menarik, turut menjadi faktor pendorong.

Dalam analisisnya, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyoroti perlambatan data ekonomi global terbaru. Indikator seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) di Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang melemah, serta sinyal pelemahan di pasar tenaga kerja AS, menjadi perhatian utama. “Tren ini memperkuat ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) mungkin mulai menurunkan suku bunga pada pertemuan September 2025 mendatang,” ujar Asmo kepada Jawa Pos.

Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS ini diharapkan dapat meredakan tekanan arus modal keluar dari pasar negara berkembang. Namun, pada Juli, tekanan arus modal keluar masih terasa di pasar keuangan Indonesia. Ini disebabkan oleh kehati-hatian investor menjelang penerapan tarif baru AS yang akan berlaku pada Agustus 2025.

Data terbaru juga menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 2,19 persen secara year-to-date (YtD) hingga Juli 2025, sedikit lebih dalam dibandingkan depresiasi 0,84 persen pada Juni 2025. Pelemahan rupiah ini didorong oleh faktor geopolitik, seperti fragmentasi perdagangan global yang memanas menjelang penerapan tarif AS.

Melihat kondisi tersebut, Asmo menjelaskan, “Kami merevisi proyeksi cadangan devisa menjadi berkisar antara USD 150-155 miliar pada akhir 2025.” Revisi ini mempertimbangkan meredanya, namun masih adanya, ketidakpastian di pasar global, serta langkah-langkah kebijakan proaktif yang diambil oleh Bank Indonesia untuk menstabilkan rupiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *