Efek Prabowo: Program 3 Juta Rumah Dongkrak Ekonomi RI 5,12%

Posted on

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka impresif ini, menurut BPS, ditopang salah satunya oleh lonjakan signifikan pada investasi, termasuk berbagai proyek prioritas nasional seperti Program 3 Juta Rumah yang merupakan bagian integral dari agenda kerja Presiden Prabowo Subianto.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, menjelaskan bahwa akselerasi pertumbuhan paling nyata terlihat pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB mengalami peningkatan tajam dari 2,12 persen di kuartal I menjadi 6,99 persen di kuartal II, menunjukkan gairah investasi yang kuat.

“Pendorong utama pertumbuhan investasi ini adalah sejumlah proyek infrastruktur strategis, di antaranya pembangunan beberapa ruas jalan tol seperti Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat Seksi IV dan Japek (Jakarta-Cikampek) II Selatan Paket II A di wilayah Jakarta,” ungkap Edy dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Pusat BPS, Selasa (5/8).

Selain itu, Edy juga menyoroti proyek-proyek besar lainnya yang turut berkontribusi dalam mendongkrak investasi, termasuk program prioritas dari Prabowo. “Ada juga proyek nasional Program 3 Juta Rumah, pembangunan MRT Fase 2A DKI Jakarta, proyek MRT Bali, Tanggul Laut Fase C DKI Jakarta, serta Terowongan Samarinda. Ini adalah beberapa proyek baik pemerintah maupun swasta yang menjadi driver pertumbuhan ekonomi yang besar,” tegasnya.

Kontribusi PMTB terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 27,83 persen, menjadikannya penyumbang terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga yang mencapai 54,25 persen. Lebih lanjut, PMTB sendiri menyumbang 2,06 persen terhadap total pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025.

PMTB melonjak signifikan berkat dorongan investasi dari sektor swasta dan pemerintah. Belanja modal pemerintah pada kuartal II 2025 tumbuh 30,37 persen secara yoy, terutama pada komponen mesin dan peralatan. Senada, impor barang modal jenis mesin juga menunjukkan pertumbuhan impresif sebesar 28,16 persen secara yoy. “Secara year on year, pertumbuhan PMTB kuartal II 2025 merupakan yang tertinggi sejak kuartal II 2021 yang saat itu mencapai 7,52 persen,” imbuh Edy.

Secara keseluruhan, nilai ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tercatat sebesar Rp 5.947 triliun atas dasar harga berlaku dan Rp 3.396,3 triliun atas harga konstan. Apabila dibandingkan dengan kuartal I 2025, ekonomi tumbuh 4,04 persen (quarter to quarter/qtq). “Dengan demikian, pertumbuhan Indonesia pada kuartal II 2025 bila dibandingkan dengan kuartal II 2024 atau secara yoy tumbuh sebesar 5,12 persen. Sementara bila dibandingkan dengan kuartal I 2025 atau secara qtq tumbuh sebesar 4,04 persen,” rinci Edy.

Di sisi lain, data pertumbuhan ekonomi yang dirilis BPS ini justru menuai skeptisisme dari Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Ia secara tegas menyatakan keraguannya dan menganggap bahwa ada banyak kejanggalan dalam data yang disampaikan, sehingga tidak mencerminkan kondisi ekonomi riil. “Pengumuman pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 penuh kejanggalan dan tanda tanya publik. Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya,” ujar Huda.

Huda memaparkan setidaknya tiga poin utama yang dianggapnya janggal. Pertama, pertumbuhan yang lebih tinggi dari kuartal Ramadan-Lebaran dinilai tidak wajar, mengingat momen tersebut seharusnya mendorong lonjakan konsumsi. Kedua, pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,68 persen dianggap tidak selaras dengan Indeks Manufaktur (PMI) yang berada di bawah 50 poin sepanjang April-Juni, bahkan diiringi peningkatan PHK sebesar 32 persen secara tahunan.

Ketiga, meskipun konsumsi rumah tangga hanya naik tipis (4,96 persen), kontribusinya tetap sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Kejanggalan ini diperparah dengan melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 pada Juni. Menurut Huda, ketidaksinkronan data BPS dengan berbagai indikator ekonomi lain ini membuat kredibilitas data patut dipertanyakan. “BPS harusnya menjadi badan yang mengedepankan informasi data yang akurat tanpa ada intervensi pemerintah. BPS harus menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan,” tegasnya.

Pandangan berbeda diungkapkan oleh Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, yang justru melihat pertumbuhan ekonomi ini sebagai sinyal positif bagi Indonesia. “Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen secara tahunan (yoy), jauh di atas proyeksi konsensus yang memperkirakan pertumbuhan di bawah 5 persen,” katanya.

Menurut Josua, akselerasi ini utamanya didorong oleh lonjakan PMTB dan konsumsi rumah tangga, yang secara gabungan menyumbang 4,70 poin persentase terhadap PDB kuartal II. Dari sisi sektoral, Josua menambahkan bahwa sektor manufaktur dan konstruksi juga ikut menopang pertumbuhan ini. Namun, ia tetap mengingatkan akan adanya risiko eksternal seperti ketegangan dagang global yang berpotensi membayangi paruh kedua tahun 2025. “Strategi stimulus fiskal dan moneter akan tetap menjadi krusial untuk menjaga pertumbuhan tetap di atas 5 persen,” pungkas Josua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *