JAKARTA. Emiten energi terbarukan, PT Futura Energi Global Tbk (FUTR), baru-baru ini mengukuhkan komitmennya terhadap transisi energi hijau di Indonesia melalui perubahan signifikan pada jajaran direksi dan komisarisnya. Keputusan penting ini diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 11 November 2025.
Dalam RUPSLB tersebut, pemegang saham menyetujui penunjukan Jenderal Polisi (Purn) Sutanto sebagai Komisaris Utama, menggantikan Khairiansyah Salman. Selain itu, Harry Maryanto Supoyo juga diangkat sebagai Komisaris. Dari jajaran direksi, perseroan menunjuk Anggara Suryawan sebagai Direktur Utama atau Chief Executive Officer (CEO) baru, menandai era kepemimpinan yang segar dan visioner.
Direktur Utama Futura Energi Global, Anggara Suryawan, menegaskan bahwa komposisi kepengurusan yang baru ini semakin memperkuat posisi FUTR sebagai emiten energi dengan kepemimpinan independen dan berorientasi global. “Kombinasi ini diyakini akan membawa FUTR ke fase pertumbuhan baru dan dapat menjadi katalis transformasi energi hijau di Indonesia,” jelas Anggara dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11/2025).
Menyoroti strategi ke depan, Anggara menambahkan bahwa fokus utama FUTR tetap pada pengembangan energi geothermal, mengingat perseroan telah memiliki aset di sektor ini. “Fokus FUTR yang pertama tetap di geothermal karena itu kami sudah memiliki aset itu. Jadi program pertama adalah reaktivasi eksplorasi geothermal yang akan dimulai di kuartal pertama 2026,” paparnya. Untuk proyek panas bumi ini, manajemen FUTR juga akan menunjuk konsultan guna melakukan studi mendalam dan menyusun program pengeboran. Tahap awal eksplorasi geothermal akan dimulai dengan pengembangan kapasitas 30 megawatt di wilayah Purwokerto, Jawa Tengah, dengan estimasi investasi sekitar US$ 120 juta. Proses pengeboran ditargetkan dapat dimulai pada akhir tahun 2026, setelah penyusunan studi kelayakan dan persiapan teknis rampung.
Selain geothermal, FUTR juga siap mengeksekusi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di kawasan Danau Nusa Dua, Bali. Proyek ini dijadwalkan mulai berjalan pada kuartal kedua 2026 dan merupakan kelanjutan dari pengembangan area showcase G20 yang telah memiliki infrastruktur awal serta dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat. “PLTS itu relatif lebih cepat, hanya sekitar enam bulan dari persetujuan sampai operasional, karena sifatnya tinggal integrasi ke grid,” imbuhnya, menyoroti efisiensi waktu implementasi proyek ini.
Tak berhenti di dua proyek utama, FUTR juga membidik peluang dekarbonisasi berbasis hutan di kawasan Indonesia Timur, khususnya di sekitar Sulawesi. Dengan luas lahan mencapai 70.000 hektar, area tersebut saat ini tengah dalam proses sertifikasi karbon internasional. Melalui proyek dekarbonisasi ini, FUTR menargetkan untuk mulai masuk ke bursa karbon pada tahun 2027, selaras dengan visi jangka panjang perusahaan menuju bisnis energi hijau dan rendah emisi. “Sekarang sedang dalam tahap sertifikasi, bahkan sudah ada pihak luar negeri yang berminat membeli kredit karbonnya. Tapi kami ingin sebagian tetap dijual di dalam negeri karena banyak perusahaan lokal yang juga wajib membeli,” ungkap Anggara.
Anggara menegaskan bahwa seluruh proyek tersebut masih dalam tahap pengembangan, sehingga belum akan berkontribusi signifikan terhadap pendapatan tahun depan. Namun, manajemen FUTR optimistis potensi jangka panjangnya akan sangat menguntungkan, mengingat basis energi terbarukan yang minim biaya bahan bakar. “Ke depannya, ini akan menjadi pondasi penting bagi pertumbuhan berkelanjutan FUTR dan mendukung transisi energi nasional,” kata Anggara. FUTR akan terus fokus pada penguatan portofolio dan penyiapan aset-aset berpendapatan atau revenue generating assets untuk menopang kinerja jangka menengah.



