JAKARTA – Reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sejatinya tidak boleh menggantungkan diri pada tim bentukan politik. Demikian ditegaskan oleh Ketua Umum Gerakan Nasional 98 (GN’98), Anton Aritonang, yang menyerukan agar perubahan fundamental institusi penegak hukum tersebut murni digerakkan oleh masyarakat sipil.
Pernyataan tegas ini dilontarkan Anton dalam sebuah diskusi mendalam bertajuk “Supremasi Sipil Menjadi Landasan Filosofis dari Reformasi Polisi” yang diselenggarakan di Handayani Prima, Matraman, Jakarta Timur, pada Minggu (21/9). Acara tersebut menjadi platform bagi Anton untuk menggarisbawahi urgensi peran aktif sipil dalam mengawal transformasi kepolisian.
Menurut Anton, hanya masyarakat sipil lah yang memiliki legitimasi penuh dan kapasitas intrinsik untuk menjadi motor utama penggerak perubahan di internal Polri. Ia secara lugas menyatakan, “Biarkan saja sipil yang mendorong reformasi Polri, bukan bentukan-bentukan.” Penekanan ini menunjukkan penolakan keras terhadap segala bentuk intervensi politik yang dapat membelokkan arah reformasi.
Anton melanjutkan kritiknya dengan menyebut bahwa inisiatif pembentukan tim reformasi Polri yang didominasi oleh unsur politik hanyalah sebuah “kompromi politik.” Kompromi semacam ini, menurutnya, berisiko tinggi mengaburkan esensi dan agenda reformasi yang sejati, menjebak institusi dalam pusaran kepentingan sesaat. “Kalau terus seperti ini namanya kompromi politik, kepentingan politik. Jadi, dikuatkan saja supremasi sipilnya. Karena itu yang menjadi landasan reformasi, baik di Polri, TNI, maupun birokrasi,” tegasnya, mengaitkan reformasi di kepolisian dengan fondasi supremasi sipil yang lebih luas.
Lebih lanjut, Anton menekankan bahwa kritik konstruktif dari masyarakat harus dipandang sebagai fondasi yang kokoh untuk menggerakkan perubahan progresif di dalam institusi kepolisian. Ia mengamati, “Masyarakat sekarang sudah sangat aware untuk mengkritisi Polri. Itulah supremasi sipil menjadi landasan reformasi Polri. Biarkan saja supremasi sipilnya yang mengawasi Polri dan mereka tidak boleh dibatasi.” Pernyataan ini menegaskan pentingnya akuntabilitas dan pengawasan tanpa batas dari publik.
Untuk mencapai reformasi yang substansial, Anton mendesak agar ada ‘revolusi besar-besaran’ di tubuh Polri. Tujuannya adalah untuk mengembalikan institusi tersebut kepada fungsi esensialnya: semata-mata sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. “Bahwa Polri itu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, fungsikan di situ saja,” pungkas Anton, menandaskan perlunya reposisi peran kepolisian agar tidak melenceng dari mandat awalnya.
Melalui sikap tegas ini, Gerakan Nasional 98 (GN’98) menegaskan komitmennya untuk terus mengawal marwah Reformasi 1998. Organisasi ini bertekad untuk menegakkan supremasi sipil, menolak segala bentuk intervensi politik, serta memastikan bahwa Polri benar-benar bertransformasi menjadi aparat penegak hukum yang berpihak pada rakyat dan bukan pada kepentingan lain.