
Solidaritas Tanpa Batas: Warga Bersatu Bantu Korban Banjir dan Longsor di Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat
Gelombang duka menyelimuti Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat setelah bencana banjir dan longsor menerjang. Namun, di tengah kepedihan, muncul secercah harapan: inisiatif warga yang bergerak cepat memberikan bantuan kepada para korban. Aksi heroik ini dipicu oleh rasa kekecewaan terhadap respons pemerintah yang dinilai lambat dan kurang memadai.
Berbagai kelompok relawan bahu-membahu meringankan beban para korban. Mereka tak hanya menyalurkan bantuan logistik seperti beras, tetapi juga berupaya menghubungkan keluarga yang terpisah akibat bencana, mengevakuasi korban dari wilayah terdampak, serta menggalang dan menyalurkan donasi.
Dua pekan berlalu sejak bencana melanda, namun dampak kerusakan masih terasa. Banyak wilayah masih kesulitan mendapatkan akses bantuan yang memadai. Ironisnya, desakan untuk menetapkan status bencana nasional belum juga dikabulkan, sementara pemerintah bersikeras bahwa penanganan yang dilakukan sudah berstandar nasional.
Data dari BNPB pada Jumat malam (05/12) mencatat angka yang memilukan: 867 orang meninggal dunia, 521 hilang, dan lebih dari 4.200 mengalami luka-luka. Di tengah situasi yang serba sulit ini, BBC News Indonesia merangkum kisah-kisah inspiratif tentang bagaimana warga saling membantu sesama korban.
Aceh Tengah: Menjalin Kembali Ikatan Keluarga yang Terputus
Di Aceh Tengah, tiga komunitas lokal—Titik Tengah, Kelas Campuran, dan Festival Panen Kopi—bergabung membentuk tim relawan dan mendirikan posko kemanusiaan. Romex Sibroo, salah satu relawan, mengungkapkan bahwa lebih dari 10 hari pascabencana, akses darat menuju Takengon, ibu kota Aceh Tengah, masih terputus.
Satu-satunya jalur yang terbuka adalah dari Pidie Jaya ke Aceh Tengah, ditambah jalur udara. Namun, akses dari Takengon ke desa-desa kecil di sekitarnya hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kondisi ini membuat penyaluran bantuan menjadi sangat sulit. “Saya dengar, warga di desa-desa pelosok terpaksa minum air dari sawah, dari genangan air. Begitulah kondisi mereka saat ini,” ujar Romex dengan nada prihatin.
Data BNPB per 5 Desember mencatat 22 korban jiwa, 23 hilang, dan 37 luka-luka di Aceh Tengah. Pemerintah telah mengirimkan empat gelombang bantuan melalui Bandara Rembele di Bener Meriah, termasuk 13 ton beras pada 1 Desember. Selain itu, BNPB juga mengirimkan bantuan melalui helikopter ke Kecamatan Bintang, berupa 150 kilogram beras dan 30 dus makanan siap saji.
Namun, Romex menilai bahwa jumlah bantuan yang diberikan pemerintah masih jauh dari cukup. “Saya juga tidak mengerti apa yang bisa diharapkan dari pemerintah, karena mereka sepertinya tidak memahami kondisi di lapangan. Sepertinya mereka hanya duduk-duduk saja di sana,” keluhnya.
Mungkin Anda tertarik:
- Satu pekan yang mencekam di Aceh Tamiang, gelap gulita, penjarahan, dan bau bangkai menyengat – ‘Seperti kota zombie’
- Setelah banjir mematikan di Sumatra, pemerintah ‘semestinya evaluasi penggunaan lahan’, mungkinkah ini dilakukan?
- Setidaknya 846 orang meninggal dunia, pemerintah berkukuh tak tetapkan bencana nasional di Sumatra
Di tengah keterbatasan ini, Romex dan tim relawan berinisiatif memberikan bantuan langsung kepada masyarakat. Salah satu upaya mereka adalah menghubungkan keluarga yang kehilangan kontak melalui media sosial dengan akun @titiktengahtxe.
“Banyak teman-teman di luar sana mencari kerabat mereka yang hilang, yang tidak bisa dihubungi di Takengon. Sampai hari ke-10, listrik dan BBM masih putus total,” jelasnya. Tim relawan menyusuri berbagai lokasi dengan sepeda motor dan berjalan kaki, mencari informasi tentang keluarga yang hilang.
https://www.instagram.com/p/DR2IX0MExUI/
“Saat ini, kami membantu di sekitar kota Takengon dan sedikit di luar kota, sekitar 10-15 kilometer. Kami bergerak dari warga untuk warga, manusia untuk manusia,” ujar Romex dengan suara bergetar. Upaya mereka membuahkan hasil, beberapa keluarga berhasil terhubung kembali dan warga di luar kota dapat mengetahui kabar kerabat mereka di Takengon dan sekitarnya. Selain itu, relawan juga membuka donasi dan berusaha mengirimkan bantuan logistik, meskipun akses jalan masih menjadi kendala utama.
Sebelumnya, Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, telah mengeluarkan surat tentang ketidakmampuannya mengatasi keadaan darurat bencana di wilayahnya. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, beralasan bahwa kondisi ini disebabkan oleh akses jalan yang tertutup. “Contohnya di Takengon, Aceh Tengah menyampaikan bahwa mereka tidak mampu melayani, ya memang tidak akan mampu. Tidak akan mungkin. Karena apa? Karena dia sendiri tertutup aksesnya,” kata Tito.
Bagi-bagi Beras dan Memberi Tumpangan: Aksi Kemanusiaan di Aceh Tamiang

Aceh Tamiang juga menjadi salah satu wilayah yang terdampak parah. BNPB melaporkan pada Jumat (05/12), 70 orang meninggal dunia, 23 hilang, dan 55 luka-luka di kabupaten ini.
Budi Satria, wartawan KompasTV yang meliput langsung dari Aceh Tamiang, melaporkan tentang seorang pengusaha restoran bernama Saifuddin yang membagikan beras dan bantuan lainnya seperti roti dan air bersih secara gratis kepada warga. Padahal, restoran milik Saifuddin di Kuala Simpang hancur total akibat banjir.


Kisah inspiratif lainnya datang dari Rizki Syahputra, seorang warga Sumatra Utara yang sedang berada di Aceh Tamiang saat banjir melanda. “Kondisi di Aceh Tamiang, dari hari pertama sampai hari ketiga, masih ada makanan dari warung nasi dan pemberian warga sekitar. Tapi di hari keempat dan seterusnya, bahan makanan mulai menipis. Hari ketujuh, sudah tidak ada makanan lagi dan sulit mencari air minum,” ungkap Rizki.
Rizki menceritakan bahwa situasi semakin mencekam karena terjadi penjarahan. Ia memutuskan untuk meninggalkan Aceh Tamiang. “Kami menerobos banjir di sungai dengan ketinggian air lebih dari satu meter dan alhamdulillah bisa kembali ke Sumut,” katanya. Perjalanan ke Medan memakan waktu dua hari satu malam. Selama perjalanan, Rizki memberikan tumpangan kepada warga lain yang juga ingin keluar dari Aceh Tamiang, termasuk seorang ibu hamil.
Sumatra Barat: Korban Bantu Korban di Palembayan
Di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, sekelompok korban banjir bandang tidak larut dalam kesedihan. Mereka justru bergerak cepat memberikan bantuan kepada korban lain yang membutuhkan. Kabupaten Agam mencatat jumlah korban tewas tertinggi, mencapai 156 jiwa, dengan 187 orang masih dinyatakan hilang, berdasarkan data BNPB pada Jumat (05/12).
Salah satunya adalah Riko Putra Ardianto. Bersama puluhan warga lainnya, Riko membantu proses evakuasi warga yang terjebak maupun yang meninggal dunia. “Setelah galodo [banjir bandang] melanda daerah kami, saya melihat banyak yang meminta tolong. Saya dan beberapa pemuda lainnya mencoba membantu mereka,” kata Riko kepada wartawan Halbert Chaniago dari BBC News Indonesia.

Riko menceritakan bagaimana ia mengevakuasi warga yang masih hidup ke tempat yang lebih aman, sekitar 500 meter dari lokasi banjir bandang. “Ada yang saya selamatkan, namanya Heru dan Iseh, warga sini juga. Kondisinya sangat parah dan langsung saya gotong ke lokasi aman,” ungkapnya. Bersama belasan warga lainnya, Riko juga mengevakuasi jenazah yang terbenam dalam lumpur. “Kami keluarkan mereka dari lumpur dan membawanya ke tempat evakuasi pertama untuk dikenali oleh keluarga dan dimakamkan,” jelasnya. Riko memperkirakan telah mengevakuasi sekitar 10 jenazah dan menyerahkannya kepada keluarga masing-masing.

Ira Eka Putri, seorang bidan di Palembayan, juga turut memberikan perawatan kepada korban luka-luka akibat banjir bandang pada Kamis (27/11). “Saat itu, saya mendengar teriakan bahwa ada air besar datang dan langsung menuju tempat ini [SDN 05 Palembayan, lokasi pengungsian] bersama suami,” katanya. Dalam keadaan mati lampu, Ira dan suaminya menjemput perlengkapan medis dan memberikan pertolongan pertama kepada warga yang mengalami luka-luka, mulai dari luka lecet hingga patah tulang dan luka robek yang besar. “Kami hanya menggunakan penerangan seadanya karena listrik padam,” tambahnya.

Andi Wijaya, personel Basarnas Padang, juga menunjukkan dedikasinya dengan melakukan evakuasi korban di Palembayan. Andi bahkan meninggalkan istri dan ketiga anaknya yang juga menjadi korban banjir di Padang. “Anak dan istri saya menjadi korban banjir dan harus melakukan evakuasi mandiri pada Kamis lalu. Sementara saya sedang menyelamatkan orang di daerah Matur,” ujar Andi.
Andi bercerita bahwa ia menerima telepon dari putrinya pada Jumat (28/11) yang memintanya pulang karena mereka kesulitan air bersih dan bahan makanan. Andi tak kuasa menahan tangisnya dan memohon kepada anaknya untuk bisa mengatasi masalah itu karena ia masih harus mengevakuasi jenazah korban banjir bandang di Palembayan. “Anak saya bahkan mengatakan kalau saya bisa menyelamatkan orang, tapi tidak bisa menyelamatkan keluarga sendiri,” tuturnya dengan nada sedih.
Gelombang Donasi Mengalir Deras

Solidaritas juga ditunjukkan oleh sekelompok kreator konten dan komika yang mengumpulkan donasi untuk korban bencana di Sumatra. Bahkan, beberapa dari mereka turun langsung ke daerah bencana.
Rico Saptahadi, seorang kreator konten dari Padang, membuka donasi di akun Instagramnya sejak 28 November. Hingga kini, ia berhasil mengumpulkan sekitar Rp200 juta yang digunakan untuk membantu korban, terutama di wilayah Palembayan yang terdampak parah. “Saya bergerak karena saat itu pemerintah belum ada gerakan di Palembayan, belum ada bantuan, hanya info-info di media saja,” katanya.
https://www.instagram.com/p/DRrSDvgDGGN/
Rico menambahkan bahwa warga di Palembayan, yang merupakan kampung halamannya, sudah mulai kehabisan stok makanan. “Waktu itu, pemerintah lambat, kalau saya boleh bilang memang benar-benar lambat.” Ia kemudian memberikan uang hasil donasi kepada relawan di Bukit Tinggi untuk dibelikan bantuan makanan. “Mengirim bantuan sangat susah sekali, jalan terputus. Dari Bukittinggi, bantuan dibawa dengan mobil ke batas terdekat, lalu dilansir jalan kaki, dijemput dengan motor, dan begitu seterusnya sampai tiba di titik-titik warga yang membutuhkan,” jelasnya.
Kreator konten lainnya, Ferry Irwandi, juga menggalang donasi melalui Kitabisa.com dan berhasil mengumpulkan Rp10,3 miliar dari lebih 87.700 donatur. Sebagian donasi digunakan untuk membeli 2,6 ton bantuan logistik yang diangkut dengan pesawat polisi ke Bandara Kualanamu pada Kamis (04/12). Ferry menjelaskan bahwa bantuan yang disalurkan berupa kebutuhan pokok, makanan siap saji bergizi, perlengkapan bayi dan ibu, serta sarana kebersihan. Prioritas diberikan kepada wilayah pedesaan yang masih minim pasokan.
“Hari ini, di Aceh Tamiang sudah masuk satu dua truk. Kami berusaha menjangkau daerah hilir seperti pedesaan. Informasi yang kami dapat, bantuan sudah cukup banyak masuk ke daerah kota, sehingga kami upayakan ke pedesaan,” ujar Ferry. Selain Aceh Tamiang, bantuan juga disalurkan ke Desa Tualang, Kabupaten Langkat. Kebutuhan di lapangan disesuaikan dengan masukan dari warga. “Kami juga sedang mengupayakan ketersediaan air bersih dengan mencari perangkat penyaring agar di titik distribusi tersedia terminal air bersih,” tambahnya. Melalui akun Instagramnya, Ferry membagikan perjalanannya membagikan bantuan di wilayah Langkat, Sumut, hingga ke Aceh Tamiang.

Komika Praz Teguh juga turut menggalang donasi melalui Kitabisa.com dan berhasil mengumpulkan Rp4,3 miliar dari 36.000 donatur. Praz juga ikut terjun langsung ke lokasi bencana untuk membagikan bantuan tersebut.
Upaya mereka pun mendapat sambutan positif dari warganet. Beberapa komentar yang muncul antara lain:
“Ayoo guys, kalau bukan kita siapa lagi. Rakyat untuk Rakyat!!”
“Korban bantu korban, Ferry Irwandi saja sudah sampai ke daerah terpencil. Bagaimana kabarnya bantuan pemerintah?”
“Keren, semoga saudara yang belum tersentuh, bisa segera tersentu sama tim relawan, lekas pulih, sehat-sehat para relawan.”
Wakapolri Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo mengapresiasi inisiatif para figur publik yang membuka donasi dan datang ke lokasi bencana untuk menyalurkan bantuan secara langsung. Menurutnya, peran aktif masyarakat dalam mendistribusikan bantuan logistik akan sangat membantu proses pemulihan.
Di sisi lain, pemerintah belum menetapkan status banjir di sejumlah wilayah di Sumatra sebagai bencana nasional. “Penanganannya sudah nasional,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Pratikno, pada Rabu (03/12). Pratikno menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan seluruh kementerian/lembaga, termasuk TNI/Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), untuk mengerahkan sumber dayanya semaksimal mungkin dalam menangani bencana di Sumatra. “Jadi sekali lagi, penanganannya benar-benar penanganan full kekuatan secara nasional,” ujarnya.
- Lima pernyataan dan tindakan para pejabat yang dinilai ‘tidak empati’ kepada korban banjir Sumatra – ‘Perlu empati yang lebih baik’
- Foto-foto sebelum dan sesudah banjir melanda Aceh, Sumbar, dan Sumut
- Korban banjir Sumatra krisis air bersih, apakah air hujan dan sungai bisa dikonsumsi?
- Kisah hidup dan mati dari desa di Pidie Jaya, Aceh, yang terkubur lumpur



