JAKARTA – Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat mengalami penurunan signifikan sepanjang sepekan terakhir. Kondisi kelebihan pasokan di pasar global diidentifikasi sebagai pendorong utama di balik koreksi harga komoditas strategis ini.
Menurut data Bloomberg pada Senin (18/8/2025) pukul 12.14 WIB, harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman September 2025 di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 62,86 per barel. Meskipun sempat menguat tipis 0,1% dari penutupan akhir pekan lalu, minyak WTI secara mingguan terpantau melemah 1,17% dibandingkan posisi Senin pekan lalu yang tercatat US$ 63,96 per barel. Penurunan ini mengindikasikan tekanan jual yang lebih dominan dalam skala waktu yang lebih luas.
Analis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa tekanan pada harga minyak mentah WTI ini utamanya disebabkan oleh beberapa faktor fundamental. Ia menyoroti peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+ dan produsen non-OPEC yang berkontribusi pada membanjirnya pasokan. Selain itu, kenaikan stok minyak di Amerika Serikat, perlambatan signifikan permintaan dari ekonomi Tiongkok, serta meredanya ketegangan geopolitik yang mengurangi ‘risk premium‘ turut menjadi pemicu pelemahan harga.
Untuk jangka pendek, sentimen pasar minyak WTI sepanjang pekan ini didominasi oleh kekhawatiran atas pasokan global yang melimpah ruah dan penurunan permintaan musiman yang cenderung melemah. Menjelang akhir tahun, beberapa faktor makroekonomi dan geopolitik diperkirakan akan semakin memengaruhi pergerakan harga. Faktor-faktor tersebut meliputi kebijakan produksi dari kelompok OPEC+, potensi fluktuasi ketegangan geopolitik di berbagai kawasan, serta ekspektasi pasar terkait langkah pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed.
Memandang prospek hingga akhir tahun 2025, Andy Nugraha memperkirakan bahwa peningkatan produksi minyak global, terutama dari Amerika Serikat, akan terus memberikan tekanan pada harga minyak mentah. Bersamaan dengan itu, risiko pelemahan permintaan global tetap menjadi perhatian utama. Untuk proyeksi sepekan ke depan, Andy memprediksi harga minyak WTI cenderung stabil atau mengalami penurunan tipis, bergerak di kisaran US$ 62–US$ 63 per barel. Adapun untuk jangka panjang hingga akhir tahun 2025, tren pelemahan harga diperkirakan akan berlanjut, dengan potensi bergerak menuju kisaran US$ 50–US$ 60 per barel. Namun, Andy menambahkan bahwa skenario kenaikan harga ke level US$ 60–US$ 70 per barel masih terbuka lebar, terutama jika terjadi eskalasi faktor geopolitik atau munculnya stimulus ekonomi global yang kuat.
Harga Minyak Terkoreksi Senin (18/8) Pagi, Investor Cermati Pertemuan Trump-Zelenskiy