Pendapatan anggota DPR RI kembali menjadi pusat perhatian publik menyusul adanya kenaikan signifikan pada komponen tunjangan. Salah satu yang paling disoroti adalah pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan. Selain tunjangan rumah, beberapa tunjangan lain juga dilaporkan mengalami penyesuaian.
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menjelaskan bahwa pemberian tunjangan perumahan ini merupakan kompensasi atas ditiadakannya fasilitas rumah dinas bagi para anggota dewan. Menurut Adies, biaya sewa properti di sekitar kawasan Senayan, Jakarta, tempat banyak anggota DPR beraktivitas, sangat bervariasi. Ia mengestimasi biaya sewa rumah atau apartemen berkisar antara Rp 30 juta hingga Rp 75 juta per bulan, bahkan kos-kosan berukuran 4×6 meter saja bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per bulan. Ia menambahkan, tunjangan Rp 50 juta itu juga diperhitungkan untuk biaya operasional tambahan seperti gaji asisten rumah tangga dan sopir, yang menurutnya membuat tunjangan tersebut “pas” atau sesuai kebutuhan.
Adies melanjutkan, besaran tunjangan ini dianggap masih proporsional dengan beban kerja serta tanggung jawab kenegaraan yang diemban oleh para anggota DPR. Ia menekankan bahwa tugas DPR tidak sekadar mengikuti rapat, melainkan juga mencakup pembahasan anggaran yang kompleks, perancangan dan pembahasan legislasi, serta fungsi pengawasan yang memerlukan mobilitas tinggi dan fokus penuh.
Meskipun demikian, Adies menyatakan kesiapan DPR untuk meninjau ulang besaran tunjangan perumahan tersebut jika memang masih dianggap terlalu besar oleh publik. Ia bahkan berkelakar, jika tunjangan Rp 50 juta dinilai berlebihan, anggota DPR bisa saja diimbau untuk mencari tempat tinggal yang lebih sederhana, seperti kos-kosan dengan harga sekitar Rp 1 jutaan per bulan, bahkan yang fasilitasnya seadanya seperti kamar mandi di luar.
Tunjangan Lainnya Ikut Naik
Adies Kadir meluruskan persepsi publik terkait kenaikan pendapatan. Ia menegaskan bahwa yang mengalami kenaikan bukanlah gaji pokok, melainkan beberapa komponen tunjangan. Menurut Adies, gaji pokok anggota DPR tetap stabil di angka sekitar Rp 6,5 juta hingga hampir Rp 7 juta. Kenaikan justru terjadi pada tunjangan beras, yang kini mencapai Rp 12 juta dari sebelumnya sekitar Rp 10 juta, dan tunjangan bensin yang naik dari Rp 4-5 juta menjadi sekitar Rp 7 juta per bulan, meskipun diakui mobilitas anggota dewan kerap melebihi nominal tersebut.
Secara keseluruhan, politikus Golkar tersebut menjelaskan bahwa total pendapatan yang diterima anggota DPR, termasuk gaji dan seluruh tunjangan, kini berkisar antara Rp 69 juta hingga Rp 70 juta per bulan. Angka ini mengalami kenaikan dari total pendapatan sebelumnya yang sekitar Rp 58 juta per bulan. Adies menyebut, penyesuaian tunjangan, seperti tunjangan beras, dilakukan seiring dengan kenaikan harga komoditas pokok di pasar, dan ia mengapresiasi perhatian Menteri Keuangan dalam hal ini.
Anggota Komisi III Sebut untuk Berbagi ke Yang Lain
Terkait besaran tunjangan ini, anggota Komisi III DPR dari fraksi PKB, Jazilul Fawaid, menyampaikan rasa syukurnya. Ia bahkan menilai tunjangan tersebut bisa dimanfaatkan untuk membantu atau berbagi dengan sesama. Saat ditanya mengenai urgensi kenaikan tunjangan, Jazilul merasa bahwa jumlah pendapatan yang kini diterima sudah memadai. Ia juga berpendapat bahwa belum ada kebutuhan mendesak bagi anggota dewan untuk menerima kenaikan gaji pokok, mengingat kondisi saat ini.
Komentar Ketua Banggar
Di sisi lain, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menjelaskan bahwa tunjangan perumahan ini diberikan sebagai pengganti fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA) atau rumah dinas. Said menekankan bahwa skema tunjangan ini jauh lebih efisien dibandingkan dengan mempertahankan dan memelihara rumah dinas. Ia merinci bahwa biaya perawatan tahunan RJA, termasuk renovasi, perawatan taman, keamanan, dan perbaikan kerusakan, dapat menghabiskan anggaran hingga ratusan miliar rupiah, dengan estimasi Rp 115-120 miliar setiap tahunnya. Oleh karena itu, menurut Said, tunjangan perumahan sejalan dengan semangat efisiensi anggaran negara.
Ahmad Sahroni Nilai Lebih Efisien
Senada dengan Ketua Banggar, Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni, juga berpendapat bahwa pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan adalah langkah yang lebih baik dan efisien dibandingkan menyediakan fasilitas rumah dinas. Menurut Sahroni, skema tunjangan tunai ini menghilangkan beban pembiayaan pemeliharaan dan perbaikan yang kerap membengkak. Ia menjelaskan, berdasarkan perhitungan Sekretariat Jenderal DPR, total biaya pemeliharaan rumah dinas per tahun dapat mencapai ratusan miliar rupiah, jauh lebih besar dibandingkan total tunjangan yang diberikan. Oleh karena itu, politikus Partai NasDem ini menilai kebijakan penggantian fasilitas rumah dinas dengan tunjangan uang tunai sebagai langkah yang tepat dan menghemat anggaran negara.
Penjelasan Sekjen DPR
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, memberikan penjelasan komprehensif mengenai latar belakang pemberian tunjangan rumah jabatan anggota (RJA) sebesar Rp 50 juta kepada anggota DPR periode 2024-2029. Indra menyatakan bahwa sebelumnya anggota DPR mendapatkan fasilitas RJA di Kalibata, Jakarta, namun kondisi fisik bangunan tersebut, yang dibangun sejak tahun 1988 dan kini berusia hampir 40 tahun, sudah tidak layak dan sering mengalami kerusakan parah, seperti kebocoran, yang menimbulkan keluhan dari para anggota.
Selain kondisi fisik, pertimbangan efisiensi anggaran menjadi alasan utama. Menurut kalkulasi Sekretariat Jenderal DPR, biaya perbaikan dan pemeliharaan RJA yang sangat besar tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Faktor lain yang turut menjadi dasar kebijakan ini adalah rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, serta keterbatasan lahan untuk menambah unit RJA guna mengakomodasi peningkatan jumlah anggota DPR pada periode ini dan yang akan datang.
Besaran tunjangan Rp 50 juta ini, lanjut Indra, telah disetujui secara prinsip oleh Kementerian Keuangan RI pada Agustus 2024, setelah melalui rapat pimpinan DPR RI periode 2019-2024. Penetapan nominal tersebut juga didasarkan pada kajian yang membandingkan dengan tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta sebagai salah satu tolok ukur.
Indra juga menegaskan kembali bahwa isu kenaikan gaji anggota DPR RI tidak benar. Ia memastikan bahwa gaji pokok anggota DPR masih sama, yakni sekitar Rp 4 jutaan per bulan, dan tunjangan perumahan pun belum pernah mengalami kenaikan sejak pertama kali diberlakukan. Pendapatan yang diterima anggota DPR pada tahun 2025 masih mengacu pada PP Nomor 75 Tahun 2000 dan Surat Edaran Sekjen Nomor 9414 Tahun 2010, sehingga tidak ada kenaikan gaji anggota DPR RI seperti yang diberitakan.