caristyle.co.id, JAKARTA – Di tengah gejolak pasar yang menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat sentimen demonstrasi terhadap pemerintah Indonesia, saham-saham berkapitalisasi pasar kecil yang terdaftar di papan akselerasi justru menunjukkan ketangguhan luar biasa, berani berenang melawan arus kerugian.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode perdagangan 25-29 Agustus 2025 dengan jelas menunjukkan divergensi kinerja yang mencolok. Kala saham di papan utama membukukan koreksi 0,51% dan papan pengembangan menguat tipis 0,76%, saham papan akselerasi justru melesat signifikan hingga 9,03% sepanjang periode tersebut.
Tren positif ini berlanjut pada perdagangan Senin (1/9/2025), ketika kinerja papan akselerasi kembali naik 0,12%. Kontrasnya, saham di papan pengembangan dan utama masing-masing terkoreksi 1,13% dan 1,06%. Di sisi lain, tekanan pasar juga tercermin dari catatan net sell investor asing yang mencapai Rp53,10 triliun sejak awal tahun.
: Revisi Naik Target Saham Antam (ANTM) saat Harga Emas Mengilap
Pengamat Pasar Modal Reydi Octa menganalisis bahwa penguatan saham-saham di papan akselerasi ini utamanya didorong oleh keberanian investor domestik. Mereka tampaknya masih berani bertaruh demi meraih profit di tengah iklim ketidakpastian politik yang sedang berlangsung.
Dengan demikian, kenaikan saham papan akselerasi lebih merupakan hasil dari spekulasi jangka pendek para investor. Selain itu, dengan penilaian bahwa harga saham di papan pengembangan dan utama telah overvalued, banyak investor beralih mencari ‘hidden gem’ di papan akselerasi sebagai alternatif investasi saham.
“Namun, (penguatan) ini lebih dipicu sentimen teknikal dan spekulatif jangka pendek, seperti memilih saham papan akselerasi di sektor-sektor yang biasanya menguat di saat ada ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial. Jadi menurut saya pergerakan harganya bukan untuk investasi jangka panjang,” tegas Reydi kepada Bisnis, Senin (1/9/2025).
Reydi menekankan bahwa investasi yang didasari spekulasi jangka pendek memiliki risiko investasi yang cukup besar. Ia menyarankan agar di tengah tertekannya pasar saham dalam negeri saat ini, investor sebaiknya mulai mempertimbangkan untuk melakukan aksi beli terhadap saham-saham blue chip.
“Sebaiknya menjauhi saham gorengan yang naik karena isu, karena saham berkapitalisasi besar pun saat ini juga harganya semakin murah,” imbuhnya.
Melihat kondisi pasar terkini, Reydi secara spesifik merekomendasikan saham-saham di sektor perbankan yang sebelumnya tertekan oleh aksi massa, seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI.
Bank Central Asia Tbk. – TradingView
Selain perbankan, dengan adanya tren penurunan suku bunga lanjutan, Reydi juga merekomendasikan sektor properti dan konsumer, dengan contoh saham seperti BSDE hingga ICBP. Sebagai langkah antisipasi jika tekanan pasar masih berlanjut, investor disarankan untuk mencermati sektor tambang emas dan logam, dengan saham seperti BRMS dan ANTM sebagai pilihan menarik.
Senada dengan Reydi, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, menambahkan bahwa saham-saham bervaluasi murah seringkali tidak didukung oleh kinerja fundamental yang kokoh.
Menanggapi situasi saat ini, Liza menyarankan agar investor lebih cermat dalam menelaah kinerja fundamental perusahaan, memperhatikan likuiditas saham, serta memahami sentimen pasar yang sedang mempengaruhi saham-saham tersebut.
“Dengan begitu, investor bisa membedakan mana emiten yang memang undervalued dengan prospek pemulihan, dan mana yang murah karena menghadapi tantangan struktural,” pungkas Liza kepada Bisnis, Senin (1/9/2025).