Penutupan perdagangan bursa hari ini menunjukkan koreksi IHSG sebesar 121,60 poin atau 1,53 persen, menutup perdagangan di angka 7.830,49. Dominasi warna merah terlihat jelas dengan 630 saham mengalami penurunan, 190 saham stagnan, dan hanya 136 saham yang mencatatkan kenaikan.
Analis pasar modal, Hans Kwee, menjelaskan bahwa aksi demonstrasi yang berujung pada jatuhnya korban jiwa memicu kepanikan. Meskipun bukan disebabkan faktor ekonomi langsung, potensi dampaknya terhadap aktivitas bisnis dan makroekonomi menjadi perhatian utama. “Demo ini terkesan anarki dan menimbulkan korban jiwa. Tentu ini menyebabkan pasar khawatir. Takutnya demo mengganggu stabilitas ekonomi,” ungkap Hans kepada Jawa Pos.
Banyak perkantoran dan pusat kegiatan ekonomi di Jakarta terpaksa tutup lebih awal atau meliburkan karyawan. Gangguan operasional ini berdampak langsung pada aktivitas bisnis harian, berpotensi menurunkan kinerja perusahaan-perusahaan publik dan berimbas pada pertumbuhan ekonomi. “Itu mengganggu stabilitas ekonomi, khususnya di Jakarta yang pasti ada pengaruh ke kinerja ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kinerja emiten. Jadi, ini yang menyebabkan pasar panik dan tertekan turun,” jelas dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti tersebut.
Potensi penurunan IHSG menuju level teknikal breakout di kisaran 7.680 pada pekan ini cukup signifikan. Jika tekanan jual berlanjut, penembusan di bawah level tersebut bukanlah hal yang mustahil, dan berpotensi memicu aksi jual lebih lanjut.
Hans Kwee mengingatkan, kekhawatiran terbesar pasar adalah jika situasi ini berlanjut dan berkembang menjadi kerusuhan skala besar, seperti peristiwa 1998. Skenario terburuk ini dapat memicu arus keluar dana asing secara masif. “Ini tentu akan sangat memukul ekonomi Indonesia, menyebabkan dana asing keluar, investor dalam negeri panik, dan melumpuhkan ekonomi yang berimbas pada rakyat kecil lebih besar,” tegasnya.
Menanggapi pelemahan pasar, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan respons wajar terhadap dinamika yang terjadi. Beliau berharap situasi segera kondusif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2025. “Kita berharap kuartal III harus kita dorong lebih tinggi lagi, ini sudah akhir Agustus, kesempatannya tinggal di September,” ujarnya.
Pemerintah, bersama otoritas terkait, telah menyiapkan sejumlah instrumen untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Terkait penurunan IHSG, Susiwijono menambahkan bahwa pasar memiliki mekanisme sendiri dalam merespons dinamika. “Jadi, kalau respons masalah IHSG, saya kira market sudah punya mekanisme sendiri untuk merespons itu. Tapi kita berharap mudah-mudahan kondusif,” imbuhnya.