caristyle.co.id – Pekan depan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan tren penguatan, meskipun terbatas. Sentimen positif, baik global maupun domestik, menjadi pendorong utama. Namun, dinamika geopolitik dan ketidakpastian eksternal tetap menjadi bayang-bayang yang perlu diwaspadai.
Analis pasar modal, Hans Kwee, melihat peluang positif ini didorong oleh penguatan bursa Wall Street. Hal ini dipicu oleh pernyataan dovish Gubernur The Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, dalam pidatonya di Simposium Jackson Hole. “Probabilitas pemotongan suku bunga pada September 2025 naik dari 75 persen menjadi 90 persen,” ungkap Hans kepada Jawa Pos, Minggu (24/8). Powell sendiri menyinggung potensi penyesuaian kebijakan moneter jika diperlukan, menyatakan bahwa “Keseimbangan risiko tampaknya mulai bergeser,” – sebuah sinyal yang diinterpretasikan pasar sebagai indikasi potensi pemangkasan suku bunga.
Powell menambahkan, meskipun pasar tenaga kerja relatif seimbang, kondisi tersebut cukup unik. Perlambatan signifikan pada sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja menciptakan situasi yang tidak biasa, meningkatkan risiko penurunan di sektor ketenagakerjaan dan berpotensi memicu lonjakan PHK serta peningkatan angka pengangguran.
Intervensi Presiden AS Donald Trump terhadap independensi The Fed juga menjadi sorotan pasar, memicu pelemahan indeks dolar AS (USD). Para pelaku pasar memprediksi setidaknya dua kali pemangkasan suku bunga oleh The Fed hingga akhir tahun ini.
Di sisi lain, konflik geopolitik, khususnya eskalasi antara Rusia dan Ukraina, tetap menjadi perhatian. Penolakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terhadap tuntutan Rusia berujung pada aksi saling serang, memberikan tekanan pada bursa Eropa namun mendorong kenaikan harga minyak dunia, sebagaimana dijelaskan dosen magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya tersebut.
Di dalam negeri, keputusan Bank Indonesia (BI) yang mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga acuan (BI rate) turut memberikan sentimen positif. Hans Kwee menambahkan, “Ke depan, BI masih berpotensi kembali memangkas suku bunga jika kondisi tetap kondusif. Ini membuka ruang bagi pasar modal Indonesia untuk menguat.”
Perhatian pasar juga tertuju pada rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) AS pekan ini, yang diperkirakan tetap, dan data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi yang diprediksi meningkat. Kedua data ini akan menjadi pertimbangan penting The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter selanjutnya. Hans Kwee memprediksi IHSG akan bergerak dalam tren menguat, dengan level support di kisaran 7.646 hingga 7.800 dan resistance di rentang 7.952 sampai 8.017.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menambahkan bahwa penutupan pasar pada Jumat (22/8) menunjukkan indeks saham Asia ditutup menguat. Indeks Shanghai naik 1,4 persen ke level 3.826, sementara Hang Seng naik 0,9 persen ke 25.339. Rilis inflasi tahunan Jepang pada Juli 2025 melambat menjadi 3,1 persen dari 3,3 persen di Juni 2025, tetapi tetap jauh di atas target Bank of Japan. “Data ini memperkuat ekspektasi bahwa Bank of Japan akan mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dalam kebijakan moneternya,” ujar Asmoro.
Meskipun demikian, IHSG pada penutupan Jumat pekan lalu turun 0,4 persen ke level 7.859, mengalami pelemahan 0,5 persen selama sepekan. Sebagian besar sektor mencatatkan penurunan, terutama sektor bahan baku dan kesehatan. Saham BBRI merosot 1,2 persen ke 4.100, BBCA turun 1,2 persen ke 8.450, dan DCII terkoreksi 1,5 persen ke 340.000. Di sisi lain, EMTK memimpin penguatan dengan kenaikan 11,4 persen ke 1.170, diikuti BREN yang tumbuh 1,2 persen ke 8.525, dan ASII meningkat 1,3 persen ke 5.700.